Follow us on:

^STOP BID'AH^

bismillaah,

bismillah,

Sahabat Ibnu Abbas رضي الله عنهradiallahu 'anhu berkata:

“Janganlah engkau duduk bersama pengikut hawa nafsu karena akan menyebabkan hati kamu sakit“. (Hilyatu thaalibil ilmi, hal 39-45 oleh syaikh Bakar Abu zaid, Ilmu ushul Bida’)

Fudhail bin Iyadh رحمهم الله berkata: “Hindarilah duduk bersama ahlul bid’ah dan barang siapa yang duduk bersama ahlul bid’ah maka ia tidak akan diberi hikmah. Aku suka jika diantara aku dan pelaku bid’ah ada benteng dari besi“. (Al Ibaanah oleh Ibnu Baththah al-Ukbari 470)

Beliau Juga berkata: “Aku mendapati orang-orang terbaik semuanya adalah penjaga-penjaga sunnah dan mereka melarang bersahabat dengan orang-orang yang melakukan bid’ah“. (Syarah I’tiqaad Ahlussunnah wal Jamaa’ah I/156, 267)

Hasan Al-Bashri رحمهم الله berkata: “Janganlah kalian duduk dengan pengikut hawa nafsu, janganlah berdebat dengan mereka dan janganlah mendengar perkataan mereka“. (sunan Ad-Darimi I/110, Al Ibaanah oleh Ibnu Baththah al-Ukbari 395, 458)

Yahya bin Abi Katsir رحمهم الله berkata: “Jika engkau bertemu pelaku ahlul bid’ah dijalan, maka ambillah jalan lain“. (al-Bida’ wan Nahyu ‘anhaa I/98-99, no 124 oleh Ibnu Wadhdhah)

Abu Qilabah al-Raqasyi رحمهم الله berkata: “Janganlah duduk bersama mereka dan janganlah bergaul dengan mereka, sebab aku khawatir mereka menjerumuskan kamu kedalam kesesatan mereka dan mengaburkan kepadamu banyak hal dari apa-apa yang telah kalian ketahui“. (al-Bida’ wan Nahyu ‘anhaa I/99, no 125 oleh Ibnu Wadhdhah)

Ketika datang dua orang (pengikut hawa nafsu) kepada Muhammad Ibnu Sirin رحمهم الله, keduanya berkata: “Aku akan menyampaikan kepada kamu satu hadits” beliau berkata: “Tidak“, keduanya berkata lagi: “Kami akan membawakan suatu ayat dari Kitabullah“, beliau menjawab: “Tidak, Kalian pergi dariku atau aku yang pergi dari kalian“. (Diriwayatkan dari Ad-Darimi I/109, Al-Ibanaah II/445)

Beliau رحمهم الله juga mengatakan: “Jika engkau melihat salah seorang duduk-duduk bersama ahli bid’ah berikanlah peringatan keras dan jelaskanlah kepadanya tentang kepribadiannya. Apabila ia tetap duduk-duduk bersama ahli bid’ah setelah ia mengetahuinya, maka jauhilah ia karena ia termasuk pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah)“. (Syarhus Sunnah 144 Imam barbahari)

Imam Al-Barbahari رحمهم الله mengatakan: “Jika engkau melihat suatu kebid’ahan pada seseorang, jauhilah ia sebab yang ia sembunyikan darimu lebih banyak dari apa yang ia perlihatkan kepadamu“. (Syarhus Sunnah 148 Imam barbahari)

Imam al-Baghawi رحمهم الله mengatakan: “Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلم telah mengabarkan tentang akan terjadinya perpecahan pada umat Islam ini, timbulnya pengekor hawa nafsu dan bid’ah diantara mereka.

Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلم juga telah menjelaskan jalan menuju keselamatan bagi orang-orang yang mengikuti Sunnah صلّى اللّه عليه وسلم dan sunnah para sahabat ridwanallahu ajmain.

Oleh karena itu wajib bagi seorang Muslim apabila melihat seseorang yang melakukan sesuatu berdasarkan hawa nafsu dan perbuatan bid’ah yang diyakininya, maka janganlah memberi salam kepadanya dan apabila ia mengucapkan salam janganlah dijawab sampai akhirnya ia mau meninggalkan perbuatan bid’ah nya dan kembali kepada kebenaran“. (Syarhus-Sunnah I/224 oleh Imam Al-Baghawi)

Beliau رحمهم الله juga mengatakan: “Telah berlalu sunnah para Sahabat, Tabi’in serta orang-orang yang mengikutinya. Dan seluruh ulama Ahlussunnah telah sepakat untuk memusuhi ahlul bid’ah dan meng-hajr (mengisolasi) mereka“. (Syarhus-Sunnah I/227 oleh Imam Al-Baghawi)

Shiddiq Hasan Khan رحمهم الله berkata: “Termasuk sunnah Nabi صلّى اللّه عليه وسلم yaitu hajr (mengisolasi) ahlul bid’ah, memisahkan diri dari mereka, meninggalkan debat kusir, bertengkar tentang masalah yang sudah jelas dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.

Setiap hal yang baru dalam agama adalah termasuk bid’ah, tidak membaca buku-uku yang ditulis ahli bid’ah, tidak medengarkan perkataan mereka, baik dalam masalah-masalah yang prinsip maupun yang furu’(cabang) dalam agama.

Sebagaimana bid’ahnya Rafidhah, Khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Murji’ah, Karramaiyah dan Mu’tazilah, semua firqah tersebut adalah firqah yang sesat dan jalannya mereka adalah jalan ahlul bid’ah“. (Lihat Qathfuts Tsamar Fii Bayaan Aqiidah Ahlil Atsar, Shiddiq Hasan Khan)

Disalin dari Syarah Aqidah ahlussunnah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas
___________________________________

Ada yang complain ke saya bahwa note2 yang saya posting, suka menjelek jelekkan kaum muslimin yang lain, suka membid'ah2kan golongan lain yang tidak sefaham dengan saya.

MAKA SAYA JAWAB :

Jadilah engkau seorang PEMECAH BELAH antara yang HAQ dan yang BATIL DENGAN ILMU !!
Dan JANGAN justru menjadi pemersatu antara keduanya.
Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diutus untuk MEMISAHKAN antar yg haq dgn yg batil. Dan sebaik2 petunjuk adalah petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya) :
"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui". [QS. Al Baqoroh : 42].

Islam adalah agama pemecah belah (menurut orang kafir).
Naam, itu juga bisa dibenarkan, tapi perlu di garis bawahi.

Yaitu :

- Pemecah belah antara Tauhid dengan Syirik.
- Pemecah belah antara Sunnah dengan Bid'ah.
- Pemecah belah antara ketaatan dengan kemaksiatan.
- Pemecah belah antara Ahlut Tauhid dgn org2 yang masih berbuat syirik.
- Pemecah belah antara Ahlus Sunnah dengan Ahlul Bid'ah.
- dan sebagainya.

Bukankah ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, beliau dianggap pemecah belah oleh kaum musyrikin?

Memisahkan antara ibu bapak dengan anaknya, memisahkan dengan sesama saudaranya, kerabat, dll ?

Rasulullah saja sudah dituduh seperti itu, apalagi kita?

Allahul musta'an.

===

Jalan yang Lurus

by : Al-Akhi De Blackdwarf -hafizhahullah-

semoga bermanfaat

 
***
  
BETULKAH IMAM AS-SYAFI'I رحمه اللّه MENYATAKAN ADANYA BID'AH HASANAH ?

Soal :
assalamu’alaikum.
Afwan ya ustadz, apakah benar imam Syafi’i رحمه اللّه tdk pernah berpendapat bhw bid’ah itu dibagi dua? Karena yg saya tahu dari kitab2 kla
sik banyak yg menerangkan tentang itu. Tapi setelah saya dengar dari ustadz bhw itu hanya kesalahfahaman maka saya pun kaget. Benarkah itu hanya mengada ada atau bgmana? Tolong sampaikan amanat ilmiah yg sejujurnya. Wassalamu’alaikum.

sofiudin khaeruljafar@yahoo.com

Jawaban:

Waalaikumussalam warahmatullah.
Memang betul, pembagian bid’ah menjadi dua ini diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i رحمه اللّه .

Hanya saja, seperti yang kami katakan bahwa itu merupakan kesalahpahaman.
Berikut penjelasan ringkasnya yang kami kutip dari buku kami yang berjudul ‘Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam’ hal. 63-65,

Ketika kami membawakan dalil-dalil mereka yang berpendapat adanya bid’ah hasanah. Kami berkata pada dalil mereka yang kelima:

Mereka berdalilkan dengan perkataan Imam Asy-Syafi’i رحمه اللّه :

اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ : بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ, فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُوْمٌ

Bid’ah itu ada dua :
Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela.

- Semua yang SESUAI dengan SUNNAH, maka itu adalah terpuji,
- dan semua yang MENYELISIHI SUNNAH, maka itu adalah tercela.”

[Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (9/113)]

Semakna dengannya, apa yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi’i (1/469) bahwa beliau berkata :

اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ : مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ, وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ

“Perkara yang baru ada dua bentuk :

(Pertama)
Apa yang diada-adakan dan menyelisihi kitab atau sunnah atau atsar atau ijma’, inilah bid’ah yang sesat.

Dan (yang kedua)
apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang TIDAK MENYELISIHI menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut, maka inilah perkara baru yang tidak tercela”.

Ini dijawab dari tiga sisi :

1. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullah- dalam ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 121 mengomentari kedua perkataan Asy-Syafi’i di atas, “Di dalam sanad-sanadnya terdapat rawi-rawi yang majhul (tidak diketahui)”.

Hal ini karena di dalam sanad Abu Nu’aim terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Muhammad Al-Athasi. Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad dan As-Sam’ani dalam Al-Ansab menyebutkan biografi orang ini dan keduanya tidak menyebutkan adanya pujian ataupun kritikan terhadapnya sehingga dia dihukumi sebagai rawi yang majhul.

Adapun dalam sanad Al-Baihaqi, ada Muhammad bin Musa bin Al-Fadhl yang tidak didapati biografinya. Ini disebutkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali dalam Al-Bida’ wa Atsaruhas Sayyi` alal Ummah hal. 63.

2. Andaikan ucapan di atas shahih (benar) datangnya dari Imam Asy-Syafi’i, maka maksud dari perkataan beliau -rahimahullah- [“bid’ah yang terpuji”] adalah :
bid’ah SECARA BAHASA bukan menurut syar’i.

Karena beliau memberikan definisi bid’ah yang terpuji dengan perkataan beliau [“semua yang sesuai dengan sunnah”] dan [“apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang tidak menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut”]

Sedangkan semua bid’ah dalam syari’at adalah menyelisihi sunnah. Ini disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ul Ulum wal Hikam (hal. 233).

Ini lebih diperkuat dengan contoh yang dibawakan oleh Imam Asy-Syafi’i رحمه اللّه untuk bid’ah yang terpuji -yang beliau maksudkan-, yakni seperti penulisan hadits dan shalat Tarwih.

Sedang kedua hal ini boleh digunakan padanya kata ‘bid’ah’, tapi bid’ah menurut bahasa karena belum pernah terjadi sebelumnya. Akan tetapi kalau dikatakan “bid’ah” menurut syari’at, maka ini tidak benar karena kedua amalan ini memiliki asal dalam syari’at.

3. Tidak mungkin beliau menginginkan dengan perkataan beliau ini akan bolehnya atau adanya bid’ah hasanah, karena beliau sendiri yang telah berkata, [“Barangsiapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syari’at”].

4. Sekali lagi anggaplah ketiga jawaban sebelumnya tidak bisa diterima, maka :

perkataan Imam Asy-Syafi’i رحمه اللّه ini tidak boleh diterima karena menyelisihi hadits-hadits yang telah berlalu penyebutannya dari Nabi صلى اللّه عليه و سلم yang menjelaskan bahwa semua bid’ah -tanpa sedikitpun perkecualian- adalah sesat. (Selesai ucapan kami dalam buku)

[Apalagi Imam Asy-Syafi’i sendiri pernah berkata: “Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang menyalahi hadits Rasulullah صلى اللّه عليه و سلم , maka berpendapatlah (sesuai) dengan hadits itu dan tinggalkan sesuatu yang aku katakan”.

Diriwayatkan oleh Al-Harawi dalam Dzammul Kalam (3/47/1) sebagaimana dalam Shifatu Shalati Nabi صلى اللّه عليه و سلم karya Al-Albani dan beliau menshahihkannya.]

Ucapan dalam kurung ini berasal dari editor buku, Ust. Abu Faizah Abdul Qadir Lc.

Untuk lebih memahami sanggahan yang kami sebutkan di atas, silakan baca juga perbedaan antara :

- bid’ah secara bahasa dan
- bid’ah secara istilah dalam artikel ‘Meluruskan'

Pemahaman Tentang Bid’ah’ dalam blog ini. Semoga penjelasan ringkas ini bisa meluruskan kesalahpahaman yang ada, aamiin.

http://al-atsariyyah.com/betulkah-imam-asy-syafii-menyatakan-adanya-bidah-hasanah.html#more-3527

Semoga bermanfaat

Blog Archive