Follow us on:
Surat al Fatihah untuk Dzikir Pagi Petang


Menjadikan surat al Fatihah sebagai salah satu bacaan dzikir pagi dan petang bisa kita jumpai dalam buku al Ma’tsurat karya Hasan al Bana. Demikian pula, bisa dijumpai dalam al Manzil, buku kumpulan wirid pagi dan petang yang biasa diamalkan oleh saudara-saudara para karkun (baca:aktivis Jamaah Tabligh).

Berikut ini transkrip fatwa Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah tentang hukum menjadikan bacaan surat al Fatihah sebagai bagian dari wirid pagi dan petang. Fatwa ini terdapat dalam kaset ‘Durus wa Fatawa al Haram al Makki’ no kaset 11, side A tepatnya pada menit 4:36-7:29. Rekamannya ada pada kami.

Tanya, “Apakah membaca surat al Fatihah sebagai bacaan dzikir pagi dan petang itu bid’ah?”

Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:

“Sebatas pengetahuan kami, surat al Fatihah bukanlah termasuk bagian dari dzikir pagi dan petang. Berdasarkan hal tersebut maka tidak boleh ada seorang pun yang menjadikannya sebagai bagian dari dzikir dan petang kecuali jika dia memiliki dalil dari hadits yang menunjukkan bahwa surat al Fatihah itu termasuk dzikir pagi dan petang. Pada saat itu, silahkan jika dia hendak membacanya sebagai dzikir pagi dan petang. Jika tidak, maka orang tersebut tidak boleh membacanya sebagai bagian dari dzikir pagi dan petang.

Namun al Fatihah itu bisa dibacakan untuk orang yang sakit dan akan menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Dalilnya adalah kisah sekelompok shahabat yang diutus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka hendak singgah sebagai tamu di suatu perkampungan. Namun ternyata, orang-orang di kampung tersebut tidak mau menjamu dan memuliakan mereka. Akhirnya rombongan para shahabat ini beristirahat di pinggir perkampungan. Taklama setelah itu, kepala kampung tersebut disengat kalajengking. Akhirnya orang-orang di kampung tersebut mendatangi rombongan para shahabat lalu bertanya, “Adakah di antara kalian orang yang pandai meruqyah?”. Para shahabat berkata, “Ada, namun kami tidak mau meruqyah kecuali dengan upah sekian ekor kambing”.

Mengapa para shahabat membuat persyaratan semisal itu? Jawabannya jelas karena penduduk kampung tersebut tidak mau memuliakan mereka. Mereka sepakat untuk tidak menjamu para shahabat. Akhirnya salah seorang shahabat meruqyah orang tersebut. Shahabat ini hanya membaca surat al Fatihah pada orang yang tersengat tadi. Begitu selesai dibacakan, orang tersebut lantas bangkit berdiri dengan penuh semangat seakan-akan seekor onta yang dilepas dari ikatan. Artinya orang tersebut sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sama sekali.

Setelah menerima sejumlah kambing sebagaimana yang telah disepakati, para shahabat bimbang. Apakah kambing yang mereka dapatkan tersebut halal ataukah tidak. Akhirnya mereka datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata kepada yang tadi meruqyah, “Dari mana engkau tahu bahwa surat al Fatihah itu bisa untuk meruqyah?” Dengan kata lain, bisa dibacakan kepada orang yang sakit dan bisa menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya, “Ambillah kambing tersebut dan jangan lupa tolong aku diberi jatah dari sejumlah kambing tersebut”. Inilah cara yang demikian baik dalam mengajar yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Dan jangan lupa tolong aku diberi jatah dari sejumlah kambing tersebut” padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membutuhkan kambing tersebut? Kemungkinan besar, Nabi melakukan hal tersebut dalam rangka menyenangkan hati mereka dan agar mereka tidak memiliki keraguan bahwa kambing tersebut halal”.

Catatan:
Moga penjelasan di atas bisa menjadi koreksi untuk kita bersama agar amal yang kita lakukan semakin baik dan sesuai dengan sunnah seiring dengan bertambahnya ilmu yang kita miliki.

http://ustadzaris.com/surat-al-fatihah-untuk-dzikir-pagi-petang