وقفات مع الشيخ سلمان العودة في عيد الميلاد
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
إن
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مّسْلِمُونَ
يَآ
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْراً وَنِسَآءً وَاتَّقُوْا اللَّهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُونَ بِهِ
وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْباً
يَا
أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً .
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن
يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماًً
أما بعد: فإن أصدق الكلام كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Pengantar :
Dibawah
ini akan saya terjemahkan dan ringkas bantahan Syaikh Dr Sulaiman bin
Abdullah hafidzahullah terhadap fatwa Syaikh Salman Al Audah yang
memperbolehkan perayaan ulang tahun.
Syaikh Dr Sulaiman bin Abdullah berkata :
Saya
telah membaca fatwa dari Syaikh Salman Al Audah didalam situsnya yang
memperbolehkan perayaan hari kelahiran anak dan saya berkeinginan untuk
menjelaskan kebenaran dalam perkara ini.
Syaikh Salman Al
Audah - semoga Allah mengampuni kami dan dia - berkata : " Yang nampak
pada sisiku, bahwa perayaan lahirnya seseorang ( anak - pent ) yang
didalamnya berkumpul anak - anak, saling memberi hadiah, mempererat
persahabatan, selama didalamnya tidak terdapat pelanggaran maka hal
tersebut secara asal adalah tidak mengapa dan tidak terlarang.
Maka
saya ( Syaikh Dr Sulaiman bin Abdullah hafidzahullah ) berkata : "
Sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Syaikh Salman Al Audah dalam masalah
ini adalah - perayaan hari ulang tahun - dan beliau memperbolehkan
dengan syarat tidak terdapat pelanggaran syariat didalamnya - yang
dimaksudkan, wallahu 'alam - adalah tidak adanya niat buruk untuk
berbuat bid'ah dan meniru - niru orang kafir, dan mafhum ( pengertian )
dari ucapan beliau apabila didalamnya ada perbuatan bid'ah dan meniru -
niru orang kafir maka perbuatan tersebut dilarang. "
Bantahan Pertama :
Hari
ini - yang dinamakan ulang tahun - bukanlah merupakan hari yang dikenal
didalam Islam, bahkan ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
datang ke Madinah, beliau menjumpai orang - orang bermain - main pada
dua hari tersebut beliau berkata :
مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ
قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ
أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ
الْفِطْرِ
"Apakah maksud dari dua hari ini ? " mereka menjawab : "
Kami biasa mengadakan permainan pada dua hari tersebut semasa masih
Jahiliyah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "
Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari
kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban Idul Adha dan hari raya
Idul Fithri." ( HR Al Imam Abu Daud no 1134 dan Al Imam An Nasa'i 3/179
dengan sanad yang shahih sebagaimana terdapat didalam Bulughul Maram )
Bantahan Kedua :
Mengagungkan hari ini ( hari ulang tahun ) dan yang semisalnya tidak lepas dari larangan pada tiga hal :
1.
Mengada - ada didalam agama, karena sesungguhnya bersengaja didalam
merayakan hal ini tidak pernah disebutkan didalam syariat, bahkan hal
ini merupakan perbuatan mengada - ada didalam agama Allah subhanahu wa
ta'ala dan mensyariatkan sesuatu yang tidak Allah subhanahu wa ta'ala
idzinkan, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
"
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ? " ( QS Asy
Syuura : 21 )
Dan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa
mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami
tidak perintahkan, maka hal itu tertolak." ( HR Imam Al Bukhari no 2697
dan Imam Muslim no 1718 )
Berkata Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah : " Id adalah nama jenis yang masuk kedalamnya
setiap hari atau tempat yang didalamnya manusia berkumpul. " ( Iqtidha
2/512 )
2. Meniru orang kafir, syariat datang dengan
membawa larangan untuk meniru - niru orang kafir dalam keadaan yang
umum, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
" Barang siapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk mereka. " ( HR Imam Abu Daud dan Imam Ahmad ) (1)
Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : " Hadits ini menunjukkan
sedikitnya hukum haram meniru - niru orang kafir, dan dhahirnya
menunjukkan kekufuran orang yang meniru - niru orang kafir, dikarenakan
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
"
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." ( QS Al Maidah : 51 ) (
Iqtidha 1/237 )
Larangan secara khusus untuk meniru -
niru sifat meraka juga tertuju kepada perayaan hari - hari raya, dari
Anas bin Malik radhiallahu anhu : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
datang ke kota Madinah dan mereka memiliki dua hari yang mana mereka
bermain - main dan bergembira didalamnya. Maka bersabda Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam :
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
"Sesungguhnya
Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari
tersebut, yaitu hari (raya) kurban (idul Aldha) dan hari raya idul
fithri." ( HR Imam Abu Daud dan Imam An Nasa'i ) (2)
Dari Aisyah radhiallahu anha berkata :
دَخَلَ
أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ
تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ
وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَمَزَامِيرُ
الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا
وَهَذَا عِيدُنَا
"Abu Bakar masuk menemui aku saat itu di sisiku
ada dua orang budak tetangga kaum Anshar yang sedang bersenandung, yang
mengingatkan kepada peristiwa pembantaian kaum Anshar pada perang
Bu'ats." 'Aisyah melanjutkan kisahnya : " Kedua sahaya tersebut tidaklah
begitu pandai dalam bersenandung. Maka Abu Bakar pun berkata : "
Seruling-seruling setan (kalian perdengarkan) di kediaman Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam!" Peristiwa itu terjadi pada Hari Raya 'Id.
Maka bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Wahai Abu
Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan sekarang ini
adalah hari raya kita." ( HR Imam Al Bukhari dan Imam Muslim )
Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : " Ucapan إِنَّ لِكُلِّ
قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا ( sesungguhnya setiap kaum memiliki hari
raya, dan sekarang ini adalah hari raya kita ) menunjukkan bahwa setiap
kaum memiliki hari id yang khusus untuk mereka, sebagaimana Allah
subhanahu wa ta'ala berfirman :
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا
"
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. " ( QS Al Baqarah : 148 ) dan berfirman Allah subhanahu wa
ta'ala :
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
" Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. " ( QS Al Maidah : 48 )
Dari
sini dapat diketahui bahwa setiap kaum memiliki kiblat dan syariat
tersendiri dan kekhususan ini tidaklah diwariskan, maka Yahudi memiliki
Id, Nashrani memiliki Id - yang menjadi kekhususan untuk mereka dan
tidaklah kita bersekutu dengannya, sebagaimana kita ( kaum muslimin )
tidak bersekutu dengan kiblat dan syariat mereka - sebagaimana juga Id -
maka tidaklah Id kita bersekutu dengan Id mereka. " ( Iqtidha 1/446 )
Sebagian
kaum muslimin meniru - niru kaum kafir dalam perayaan - perayaan mereka
dan tidak hanya terbatas dalam id ini saja, mereka memperluas sampai
meniru kepada perayaan orang kafir yang hal tersebut merupakan shifat
tertentu pada agama mereka, disini ada beberapa perkara :
Pertama
: Tasyabuh kepada mereka dalam satu cabang id, maknanya kaum muslimin
meniru kaum kafir didalam mengerjakan salah satu id mereka dengan
gambaran yang mirip dengan id kaum kafir.
Hal ini menunjukkan
kekeliruan Syaikh Salman ketika menjadikan perayaan hari ulang tahun
bukanlah termasuk tasyabuh beliau berkata : " Sesungguhnya perayaan
ulang tahun bukanlah tasyabuh, karena bukanlah merupakan kekhususan umat
- umat kafir, dan perayaan ini terdapat - pada saat ini - dilakukan
dihampir seluruh alam.
Maka aku ( Syaikh Sulaiman - pent )
katakan : Sesungguhnya kebanyakan dari penghuni alam ini bukanlah orang
Islam, kaum muslimin sekitar 1/4 dari penghuni bumi, hal ini dilupakan
oleh Syaikh ( Salman - pent ), ini dari salah satu sisi, adapun dari
sisi yang lain perayaan hari lahir merupakan sebuah kekhususan dari
agamanya orang kafir, mereka sangat mengagung - agungkan berbagai macam
id yang pada hakikatnya bid'ah pada agama mereka, kemudian sebagian kaum
muslimin mengikuti atau taklid kepada kaum kafir didalam hal tersebut
dan memasukkan berbagai macam perayaan dalam agama mereka ( Islam - pent
), sebagai contoh :
- Perayaan hijrahnya Nabi menyerupai dengan tahun baru masehi.
- Maulid Nabi dan Maulid orang tertentu menyerupai dengan hari lahirnya Isa alaihi salam.
- Isra dan Miraj menyerupai dengan kenaikan Al Masih disisi orang Nashrani.
( Kemudian Syaikh Sulaiman menyebutkan beberapa contoh perayaan, kemudian beliau berkata )
Maulid
Nabi dikerjakan oleh ahlul bid'ah diatas pemahaman bahwa Muhammad
shalallahu alaihi wa sallam lebih patut dimuliakan dibanding Isa alaihi
sallam, maka terjatuhlah mereka kedalam tasyabuh kepada Nashrani yang
mana mereka ( kaum muslimin yang merayakan Maulid ) mendakwahkan
kecintaan kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam sebagaimana ghuluw nya
Nashrani didalam mencintai Isa alaihi salam.
Bahkan
perayaan Natal disisi Nashrani yang bertepatan dengan tanggal 25
Desember merupakan warisan dari agama Yunani penyembah berhala, didalam
At Tarikh (3) disebutkan bahwa " Tuhan Matahari ( ميترا ) " disisi orang
Yunani lahir pada tanggal 25 Desember juga.
Maka urutannya secara zaman seperti ini :
- Perayaan lahirnya " Tuhan Matahari " disisi orang Yunani, kemudian
- Perayaan lahirnya Al Masih alaihi salam, kemudian
- Perayaan lahirnya Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, kemudian
- Perayaan lahirnya anak atau tokoh secara umum selain Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam, seperti " Wali " , orang - orang shalih,
pembesar negara sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Rafidhah dan yang
serupa dengannya.
Kedua : Perayaan hari lahirnya anak hal
tersebut merupakan tasyabuh didalam penentuan waktu, karena perayaan
ulang tahun waktu yang dipergunakan adalah hisab syamsiyyah (
penanggalan matahari - pent ), dan dengan sebab itu maka ditinggalkanlah
hisab qamari ( penanggalan bulan - pent ) dan inilah yang terjadi pada
hampir seluruh ummat, andaikata saya tidak khawatir panjang, niscaya
akan saya nukilkan ucapan - ucapan ulama dalam masalah ini.
3
. Pengkhususan sesuatu, maknanya bahwa pengkhususan sebuah waktu
seperti hari ulang tahun atau selainnya dengan berkumpul, atau melakukan
sebuah pekerjaan atau ibadah, menunjukkan pengagungan kepada hari yang
dikhususkan dan tidak pada hari yang tidak dikhususkan.
Pengagungan
kepada sebuah waktu didalam syariat Islam tidaklah diperbolehkan
kecuali dengan dalil, karena syariat Islam melarang mengkhususkan dan
mengagungkan sebuah waktu kecuali apa yang dikhususkan ( oleh syariat -
pent ), hal ini sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَخْتَصُّوا
لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا
يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu : dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :
"Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at dengan shalat malam di
antara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali
memang bertepatan dengan hari puasanya." ( HR Imam Muslim )
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَتَقَدَّمَنَّ
أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
Dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda : " Janganlah seorang dari kalian mendahului bulan Ramadhan
dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali apabila seseorang sudah biasa
melaksanakan puasa (sunnat) maka pada hari itu dia dipersilahkan untuk
melaksanakannya." ( HR Imam Al Bukhari dan Imam Muslim )
Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : " Segi pendalilan :
bahwasanya syariat membagi hari - hari ditinjau dari sisi puasa pada
tiga bagian :
1. Syariat mengkhususkannya untuk berpuasa, baik
diwajibkan sebagaimana Ramadhan ataupun disunnahkan seperti puasa
Arafah atau Asyura'.
2. Syariat melarang untuk berpuasa secara mutlak, seperti pada dua hari raya Id.
3. Syariat melarang untuk mengkhususkan berpuasa pada hari tersebut seperti puasa di hari Jum'at.
Bagian
ini ( bagian ketiga - pent ) andaikata seseorang berpuasa bersama
dengan hari lainnya maka tidaklah dimakruhkan, apabila dikhususkan hanya
hari tersebut maka terdapat larangan padanya, sama saja apakah maksud
dari puasa tersebut adalah pengkhususan atau dia tidak bermaksud
sedemikian...
( Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata ) : Lafadz larangan dari mengkhususkan suatu waktu
untuk puasa atau shalat mengandung makna rusaknya perbuatan yang
dikhususkan tersebut, apabila hari Jum'at adalah hari yang utama dan
disukai didalamnya untuk shalat, berdoa, berdzikir, membaca Al Qur-an,
bersuci ( mandi - pent ), memakai wangi - wangian dan pakaian yang indah
bersamaan dengan itu apabila seseorang mengerjakan puasa pada hari
tersebut ( secara pengkhususan - pent ) adalah perbuatan yang tidak
utama. ( dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan
beberapa contoh yang lain, kemudian beliau berkata )
Kemudian
didalam pengkhususan waktu terkandung keyakinan akan agung dan mulianya
waktu tersebut, yang mana hal ini juga batil dan tidak datang dari
agama Allah subhanahu wa ta'ala. ( Iqtidha 2/608 )
Bantahan Ketiga :
Berkata Syaikh ( Salman Al Audah - pent ) : Perayaan ini adalah hal yang telah maklum secara kebiasaan.
Makna
dari ucapan ini adalah perayaan ulang tahun tidaklah dimaksudkan untuk
beribadah tidak juga untuk tasyabuh, alasan ini tidaklah dikenal dan
diucapkan oleh ahli ilmu, maka dari mana Syaikh mengambil ucapannya ?
bahkan tertolah berdasarkan hadits yang berikut :
ثَابِتُ بْنُ الضَّحَّاكِ قَالَ
نَذَرَ
رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنْ يَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ إِبِلًا
بِبُوَانَةَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ
كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ قَالُوا لَا
قَالَ هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ قَالُوا لَا قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْفِ بِنَذْرِكَ
فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا فِيمَا لَا
يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ
Dari Tsabit bin Adh Dhahhak ia berkata :
seorang laki-laki bernadzar pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam untuk menyembelih unta di Buwanah. Kemudian ia datang kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata : " Sesungguhnya saya
telah bernadzar untuk menyembelih unta di Buwanah. Kemudian Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Apakah padanya terdapat
berhala diantara berhala-berhala jahiliyah yang disembah?" Mereka
berkata : Tidak. Beliau berkata: "Apakah padanya terdapat hari besar
diantara hari-hari besar mereka ?" Mereka berkata : tidak. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Penuhi nadzarmu, sesungguhnya
tidak boleh memenuhi nadzar dalam bermaksiat kepada Allah, dalam perkara
yang tidak dimiliki anak Adam." ( HR Imam Abu Daud ) (4)
Berkata
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ketika menjelaskan hadits
ini : " Larangan dari menyerupai kaum musyrikin didalam id mereka
walaupun tidak bertujuan demikian ( untuk menyerupai - pent ) ( Kitabut
Tauhid hal 23)
Maksudnya adalah : bahwa para shahabat
radhiallahu anhum tidaklah memaksudkan menjadikan tempat yang diagungkan
kaum musyrikin untuk dijadikan tempat bagi mereka ( untuk nadzar - pent
), bersamaan dengan itu Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
melarangnya, dikarenakan gambaran dari perbuatan tersebut menyerupai
perbuatan kaum musyrikin walaupun mereka ( shahabat - pent ) tidak
meniatkannya.
Begitu pula Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam melarang shalat pada saat matahari terbit hingga meninggi,
dikarenakan waktu tersebut adalah waktu sujudnya kaum kufar(5) dan telah
maklum bahwa kaum muslimin tidaklah mereka sujud kepada matahari ketika
shalat pada saat tersebut, akan tetapi dikarenakan gambaran dari
perbuatannya adalah sama maka hal tersebut dilarang oleh Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam.
Seperti inilah dalam masalah
perayaan ulang tahun, walaupun seseorang tidak meniatkan untuk tasyabuh,
sesungguhnya tasyabuh tersebut akan didapatkan sama saja dia meniatkan
atau tidak.
Bantahan Keempat :
Berkata Syaikh ( Salman Al Audah - pent ) : " Sesungguhnya penamaan hari kelahiran seseorang tidaklah dinamakan dengan id."
Aku
( Syaikh Sulaiman - pent ) katakan : " Sebagaimana perbuatan kesyirikan
yang dilakukan oleh sebagian manusia tidaklah dinamakan oleh mereka
sebagai kesyirikan akan tetapi dinamakan oleh mereka dengan tabaruk atau
tawasul, sebagaimana perbuatan dosa besar dinamakan oleh sebagaian
manusia dengan selain namanya semisal khamr dinamakan dengan minuman
pembangkit stamina dan ruh, menamakan riba dengan faidah.
Maka
tidak terdapat dalil yang memperbolehkan melakukan perayaan ulang tahun
walaupun tidak dinamakan id, karena sesunguhnya id memiliki makna
secara istilah dan syariat.
Dikatakan didalam Lisanul Arab
: " Dinamakan id karena manusia kembali setiap tahunnya untuk berkumpul
dan bergembira. " ( Lisanul Arab 3/318-319 karya Ibnu Manzhur )
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : " Id adalah nama yang
menunjukkan berkumpulnya secara umum dan bersengaja, dan id bisa terjadi
dalam jangka tahunan(6), pekanan atau bulanan, atau semisalnya." (
Iqtidha 1/441 )
Maka perayaan ulang tahun :
- Dilakukan setiap tahun
- Waktunya tertentu
- Dan bermaksud untuk dzatnya yaitu dikerjakan diwaktu hari dia dilahirkan.
Dan
didalamnya ada perbuatan, perkumpulan, kegembiraan dan apa - apa yang
ada pada Id yang disyariatkan, maka jadilah perayaan ulang tahun sebagai
bid'ah idhafiyyah didalam kehidupan kaum muslim yang tidak Allah
subhanahu wa ta'ala idzinkan.
Bantahan Kelima :
Berkata
Syaikh ( Salman Al Audah - pent ) : " Dan sebagiannya melakukan
perayaan hari ulang tahun ini tidak diharinya, melainkan sebelumnya atau
sesudahnya "
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
berkata : " Id adalah nama jenis yang masuk kedalamnya hari, atau tempat
yang mana manusia berkumpul dan setiap amalan yang diada-adakan didalam
tempat atau waktu tersebut, larangan ini tidak tertuju khusus untuk
harinya saja, bahkan kepada pengagungan semua waktu dan tempat yang
tidak ada asalnya dalam agama Islam, dan apa saja yang diada - adakan
masuk kedalamnya, pengharaman ini juga menyangkut sebelum atau sesudah
hari Id tersebut. " ( Iqtidha 2/512 )
Bantahan Keenam :
Yang
saya khawatirkan bahwa dari ucapan Syaikh ( Salman Al Audah - pent )
akan berkonsekuensi membolehkannya Maulid Nabi secara khusus, apabila
didalamnya tidak ada unsur peribadahan kepada Allah subhanahu wa ta'ala (
hanya perayaan saja - pent ) karena sesungguhnya ( berdasarkan
konsekuensi ini - pent ) perayaan kelahiran Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam, tidaklah tersembunyi - lebih utama daripada merayakan hari
ulang tahun seseorang atau kemerdekaan suatu negara.
Penutup :
Apabila
Syaikh Salman dan yang selain beliau dari para dai yang menghendaki
kebaikan dengan mempersatukan kalimat, maka tidak tersembunyi bahwasanya
bid'ah adalah salah satu penyebab terbesar dari berpecah belahnya
ummat, karena Allah subhanahu wa ta'ala telah menjadikan kebenaran hanya
satu sedangkan kebatilan berbilang, sebagaimana Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
" Dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." ( QS Al An'am :
153 )
Sebagai penutup saya bawakan fatwa - fatwa ulama kita terkait dengan masalah ini :
Ditanya Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah, beliau menjawab :
"
Perayaan hari kelahiran tidak ada asalnya dari syariat yang suci ini,
bahkan dia termasuk perbuatan bid'ah sedangkan Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa
mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami
tidak perintahkan, maka hal itu tertolak." ( HR Imam Al Bukhari no 2697
dan Imam Muslim no 1718 ) ( Majmu Fatawa Syaikh ibn Baaz 4/283 )
Ditanya
Syaikh Utsaimin rahimahullah tentang hukum mengerjakan perayaan
kelahiran anak atau ulang tahun pernikahan beliau menjawab : " Tidak ada
didalam Islam hari Id selain hari Jum'at yang dia adalah id pekanan,
atau id diawal bulan Syawal ( Idul Fitri - pent ) dan hari kesepuluh
dari bulan Dzulhijjah ( Idul Adha - pent ) dan dikatakan hari Arafah
adalah id - nya orang yang sedang berkumpul di Arafah, juga hari tasyriq
adalah Id yang bersamaan dengan Idul Adha, adapun hari kelahiran
seseorang atau anak, atau hari ulang tahun pernikahan dan semisalnya
semuanya tidaklah disyariatkan, dan perbuatan ini adalah bid'ah. " (
Majmu Fatawa Syaikh Utsaimin )
Syaikh Sulaiman berkata: "
Aku meminta kepada Allah Ta'ala agar ditampakkan kepadaku kebenaran dan
diberikan kekuatan untuk mengikutinya dan ditampakkan bahwa kesalahan
adalah kesalahan dan diberi kekuatan untuk menjauihinya dan tidak
menjadikan pada diriku tersamar diantaranya sehingga aku tersesat."
Diterjemahkan dan diringkas oleh
Abu Asma Andre
Ciangsana - Cileungsi - Depok
12 Syaban - 7 Ramadhan 1433 H
Janganlah kalian haramkan berdoa kepada Allah ta'ala untuk diriku dan kaum muslimin.
سبحانك اللهم وبحمدك اشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
-----
Catatan Kaki :
1.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Iqtidha 1/234 :
" Sanadnya jayyid." , berkata Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah dalam
ta'liq beliau terhadap Bulughul Maram halaman 788 : " Dikeluarkan oleh
Ahmad dengan sanad yang hasan. ", dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh
Al Albani rahimahullah dalam Shahih Jami'us Shaghir 5/ 270 )
2. Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Bulughul Maram hal 99 dan Fathul Bari 2/513 : " Sanadnya hasan. "
3.
Tarikh Az Zaidiyyah hal 432 karya Muhammad An Nashir Shidiqi dan
Dirasat Mu'ashirah Fii Al Ahdi Al Jadiid hal 299 karya Dr Muhammad bin
Ali Al Barr.
4. HR Imam Abu Daud ( Tahdzib 4/382 no 3172 ), berkata Al Hafidz Ibnu Hajar : " Sanadnya shahih " ( Talkhisul Khabir 4/180 )
5. HR Imam Muslim dari shahabat 'Amru bin Abasyah radhiallahu anhu. ( An Nawawi 6/116 )
6.
Saya ( Abu Asma Andre ) katakan : " Kalau dinegeri kita ini biasa
diistilahkan Haul untuk perayaan tahunan kematian atau Milad untuk
perayaan tahunan ulang tahun suatu organisasi atau partai, wallahu
musta'an."
sumber tulisan ini adalah
http://islamlight.net/index.php?option=content&task=view&id=17075&Itemid=48&fb_source=message
source
***
HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN
Tanya :
assalamu'alaikum..
afwan ustadz, ana minta tolong dijelaskan tentang hukum mengucapkan
“selamat ulang tahun” pada hari kelahiran, serta memberikan ucapan
“selamat (met milad” kepada orang lain yang pada saat itu sedang ulang
tahun. Karena setau ana merayakan ulang tahun itu haram, lantas
bagaimana dengan mengucapkannya?
barokallohufiykum
Abdillah
Jawab :
Wa'alaikumussalam warahmatullah..
Ulang tahun termasuk di antara hari-hari raya jahiliah dan tidak pernah
dikenal di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tatkala
penentuan hari raya adalah tauqifiah (terbatas pada dalil yang ada),
maka menentukan suatu hari sebagai hari raya tanpa dalil adalah
perbuatan bid’ah dalam agama dan berkata atas nama Allah tanpa ilmu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu :
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي
الْجَاهِلِيَّةِ,وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا:
يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Saya terutus kepada kalian
sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di
dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya
untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr
(idul Adh-ha) dan hari Fithr (idul Fithri)”. (HR. An-Nasa`i (3/179/5918)
dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4460)
Maka hadits ini menegaskan bahwa hari raya tahunan yang diakui dalam Islam hanyalah hari raya idul fithri dan idul adh-ha.
Kemudian, perayaan ulang tahun ini merupakan hari raya yang dimunculkan
oleh orang-orang kafir. Sementara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
telah bersabda dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَمِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari
golongan mereka”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Hukum minimal yang
terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka
(orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang
yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha`hal. 83
Dan pada
hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama
berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas
orang-orang non muslim”.
Karenanya tidak boleh seorang muslim
mengucapkan selamat kepada siapapun yang merayakan hari raya yang bukan
berasal dari agama Islam (seperti ultah, natalan, waisak, tahun baru dan
semacamnya), karena mengucapkan selamat menunjukkan keridhaan dan
persetujuan dia terhadap hari raya jahiliah tersebut. Dan ini
bertentangan dengan syariat nahi mungkar, dimana seorang muslim wajib
membenci kemaksiatan.
Wallahu a’lam...
www.al-atsariyyah.com
source
Hukum Mengucapkan Selamat Ulang Tahun (= Perkataan Sia-sia)
oleh Sukpandiar Idris Advokat Assalafy pada 06 Agustus 2011 jam 0:45
Di antara perbuatan yang harus kita hindari dalam berpuasa ( tidak puasa juga-SI)adalan perbuatan yang sia-sia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Puasa
bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu menahan diri
dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu,
katakanlah: Aku sedang puasa, aku sedang puasa.” [Hadits Riwayat Ibnu
Khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya SHAHIH, ulama ahli hadits
menshahihkannya).
Ada kalimat yang masih banyak di
antara sahabat kita yang mengucapkan dan atau menerima ucapan "SELAMAT
ULANG TAHUN" alasan mereka toh ucapan tersebut bukan yang berupa
hura-hura atau pesta, atau apa salahnya men doa kan teman kita?!/ Itu
lah syubhat. Sekarang kita akan tinjau dari segi sejarah Uang Tahun.
SEJARAH ULANG TAHUN
* Menurut Scwbische Zeitung, April 1981, hal 4, mengatakan:
“Berbagai
kebiasaan yang dilakukan orang-orang dewasa ini dalam merayakan hari
ulang tahun mereka, mempunyai sejarah yang panjang. Asal-usulnya ialah
dari alam gaib dan agama. Kebiasaan memberikan ucapan selamat,
memberikan hadiah dan merayakannya, lengkap dengan lilin-lilin yang
dinyalakan pada zaman purba, dimaksudkan untuk melindungi orang yang
berulang tahun dari hantu-hantu dan guna menjamin keselamatannya untuk
tahun mendatang."
* Menurut The Lore of Birthdays (New York, 1952), Ralph dan Adelin Linton, hal 8,18-10, mengatakan
“Orang-orang
Yunani percaya bahwa setiap orang mempunyai roh pelindung atau daemon
yang hadir pada setiap kelahirannya dan menjada dia selama hidupnya.
Roh ini mempunyai hubungan mistik dengan tuhan (dewa) yang hari
kelahirannya sama dengan orang yang merayakan hari ulang tahun itu.
Orang-orang Romawi juga menganut gagasan ini. Gagasan ini dibawa serta
dalam kepercayaan dan dicerminkan sebagai malaikat pelindung, peri yang
menjadi wali ibu (godmother) dan santo pelindung.
Kebiasaan
menyalakan lilin pada kue dimulai oleh orang-orang Yunani. Kue-kue
madu yang bulat seperti bulan dan diterangi dengan lilin-lilin kecil
ditaruh pada altar dari kuil ARTEMIS. Lilin ulang tahun dalam
kepercayaan rakyat, mengandung kegaiban istimewa yang dapat mengabulkan
permohonan. Lilin-lilin kecil yang dinyalakan dan api persembahan
mempunyai makna mistik yang istimewa sejak manusia pertama kali
mendirikan altar-altar untuk ilahnya (dewa-dewa).
Di Adaptasi dalam Injil
Pada masa Herodeslah acara ulang tahun dimeriahkan sebagaimana tertulis dalam
Injil Matius 14:6;
Tetapi
pada HARI ULANG TAHUN Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan,
Herodiaz, ditengah-tengah meraka akan menyukakan hati Herodes.
(Matius14 : 6)
Dalam Injil Markus 6:21
Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada HARI ULANG TAHUNNYA mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. (Markus 6:21).
Apakah
dalam perayaan tersebu tak ada ucapan "Selamat Ulang Tahun". Abu Hada
berkata ada, karena ana sendiri sekolah SMA di sekolah Protestan. Lebih
gamblangnya yaitu " Selamat Natal" = Selamat Ultah/ selamat Milad/
Selamat Harla/ Maulid dan semacamnya yang merpakan rangkaian dari
perayaan Ulang Tahun.
Bagaimana dengan niat Mendoakannya?.
SI berkata, sungguh tak ada dalam assunah megkhususkan waktu berdoa
kepada orang yang berulang tahun. Jika mau doa kanlah sesama muslim
setiap saat , bahkan sangat afdol jika yang di doa kan itu tidak tahu
kita yang mendoakannya,
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ
رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ
الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“
Do’a
seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya
adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang
bertugas mengaminkan do’anya kepada saudarany). Ketika dia berdo’a
kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau
akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim no. 2733)
- Dari
Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata: “Rasululah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: ‘Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk
ke dalam lubang dhob (sejenis biawak), niscaya kalianpun akan masuk
kedalamnya.’ Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah
mereka kaum Yahudi dan Narsani?’ Sabda beliau: “Siapa lagi.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi sampai
umatku mengikuti apa yang terjadi pada kurun-kurun sebelumnya,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang
bertanya: “Wahai Rasulullah, seperti bangsa Parsi dan Romawi?” Sabda
beliau: “Manusia siapa lagi kalau bukan mereka.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ibnu Taimiyah menyatakan: “Kekafiran kaum Yahudi
berpangkal dari sikap tidak mau melaksanakan hal-hal yang telah mereka
ketahui. Mereka tidak mau mengamalkan kebenaran dan tidak mau
mengikutinya, baik dalam ucapan maupun perbuatan.”
Kekafiran kaum
Nasrani berpangkal dari sikap mereka yang suka beramal tanpa ilmu.
Mereka suka melakukan berbagai macam ibadah yang tidak ada
tuntunannya dari syari‘at Allah, mereka suka berdusta atas nama Allah
atas hal-hal yang tidak mereka ketahui. Dalam hal ini, Sufyan bin
‘Uyainah salah seorang kaum salaf menyatakan: “Kerusakan ulama kita
serupa dengan kerusakan yang terjadi pada kaum Yahudi, sedangkan
kerusakan kalangan awam kita serupa dengan yang terjadi pada kaum
Nasrani.”
Syubhat lain > Tapi niat mengucapkan Ultah kan baik, SI katakan> niat baik tidak akan menyelisihi sunnah!.
Jadi
jangan sia-sia kan puasa anda dengan mengucapk selamat ulang tahun
atau senang di beri ucapan tersebut. Ironisnya yang sudah ngaji salaf (
sahabat ana di darat dan dunia maya) senang di ucapin selamat ulang
tahun, ho ho. Selesai!
source
Jalan yang Lurus
bismillahirrohmaanirrohiim,
alhamdulillah..
sejak
mengenal manhaj yg lurus ini (manhaj salaf), saya pribadi pelan2 mulai
tahu dan paham satu persatu mengenai apa2 yg diperbolehkan dan apa2 yang
dilarang oleh DIEN ini, dan salah satunya adalah :
"merayakan ulang tahun"
dalam Islam,
tidak
dikenal perayaan ulang tahun ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam tidak pernah melakukannya, begitu juga para shahabat radhiyallahu
anhum, tabi'in, tabi'ut tabi'in, generasi selanjutnya, dan orang2 yang
mengikuti mereka dengan baik, mereka semua tidak pernah melakukan
perayaan ini,
lantas pertanyaannya adalah, "darimana perayaan ini berasal ?"
kalau Islam tidak mengenalnya, maka jelas sudah bahwasanya perayaan ini berasal dari yang bukan Islam, padahal..
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “
"barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.”
(HR. Abu Dawud)
“Kamu
telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam
lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya : Wahai
Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi
dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa
lagi?”
(HR. Bukhari Muslim)
jadi..
jika kita 'mengaku beragama Islam', jelas bahwasanya hukum merayakan ultah adalah haram, dan otomatis berdosa bila merayakannya,
mungkin sebagian dr kalian akan berkata,
"kan kita cuma ucapin selamat, mendo'akannya panjang umur, kita cuma kumpul2, berdo'a dan makan2.. kenapa tidak boleh?"
--> maka saya akan menjawab,
"memang
benar berdo'a, makan2, itu adalah perkara2 yg dibolehkan, tapi ketika
berdo'a dan makan2 itu dikaitkan/ dilakukan/ dikhususkan pada saat
seseorang berulang tahun, maka itu terkena hukum haram (ber-tasyabbuh
bil kuffar/ menyerupai orang kafir)" --> disini telah bertemu 2
hukum, yaitu halal dan haram,
lalu, bagaimana kaidah syara' mengenai permasalahan ini ?
“idza
ijtama’a al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala.” = “jika
bertemu halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan
yang halal.”
nah..
berdasarkan kaidah syar'i diatas, maka merayakan ulang tahun masuk kategori perkara yang diharamkan,
Allah subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai
pertanggungjawabannya.”
(QS.al-Isra':36)
mungkin itu saja dari aku,
jadi..
untuk
semua teman2 yang sudah meluangkan waktunya utk memberikan ucapan
selamat via postingan di wall, inbox, sms, telf dll dll, saya ucapkan
jazaakumullahu khairan atas perhatiannya, dan mungkin dengan postingan
ini saya bisa 'membalas' kebaikan kalian serta 'meluruskan' sesuatu yang
selama ini kita anggap benar tapi pd hakikatnya itu adalah sebuah
kekeliruan bahkan masuk kategori bid'ah (apabila diniatkan utk ibadah,
dan meniru kaum kafir bila diniatkan hanya utk merayakannya, karena dlm
Islam, perkara yg diada-adakan dlm urusan beribadah kpd Allah adalah
bid'ah/ sesat, dan Islam hanya mengenal 2 perayaan/ hari raya)
itu saja dari aku..
subhaanakallaahumma wabihamdika asyadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa'atuubu ilaika..
wassalamu'alaikum wa rahmatullaahi wa baarakaatuh
by
Al-Akh De Blackdwarf -hafizhahullah-
semoga bermanfaat