Follow us on:
PERINTAH BAGI PARA IBU UNTUK MENYUSUI ANAKNYA


by Al-Ukhti Nesreen Ray -hafizhahallah-

Alloh ‘azza wa jalla berfirman :

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]

Lafadz ayat : [وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنّ...َ], bentuknya adalah khobar (pengabaran) tapi bermakna perintah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arob (8/125), as-Sa’di dalam tafsirnya (hal. 103), dll.

Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/633) : “Ini merupakan petunjuk dari Alloh ta’ala kepada para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan penyusuan yang sempurna yaitu 2 tahun, maka tidak dianggap sebagai ‘menyusu’ jika lebih dari itu. Oleh karena itu Alloh berfirman : [لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ] “yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan“, dan kebanyakan para imam berpendapat bahwa persusuan tidaklah menjadikan mahrom kecuali jika usia yang disusui masih di bawah 2 tahun, sehingga jika seorang anak menyusu sedangkan umurnya sudah lebih dari 2 tahun maka hal itu tidak menjadikannya mahrom.” –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-

***

PEMBERIAN ASI SECARA SEMPURNA SAMPAI DISAPIH MERUPAKAN JASA KEDUA ORANG TUA

Alloh ta’ala berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, danmenyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.“ [QS Luqman : 14]

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Wahai Robb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” [QS al-Ahqof : 15]

Faidah :
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (7/280): “Dan ‘Ali rodhiyallohu anhu telah berdalil dengan ayat ini bersama ayat dalam surat Luqman :

وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
“…dan menyapihnya dalam dua tahun…” [QS luqman : 14]

Dan juga firman Alloh :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” [QS al-Baqoroh : 233]

Bahwa lama kehamilan minimal adalah 6 bulan, dan ini adalah istimbath yang kuat dan shohih. Dan ‘Utsman dan sekelompok shohabat menyepakati pendapatnya tersebut, radhiyallohu anhum. –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-

Dan al-Hafidz Ibnu Katsir juga membawakan tafsir ayat ini dari Ibnu ‘Abbasrodhiyallohu anhuma dari riwayat Ibnu Abi Hatim. Beliau berkata (7/280): Berkata Ibnu Abi Hatim:

Haddatsana Ayahku (Abu Hatim, pent), Haddatsana Farwah bin Abil Maghro’, haddatsana Ali bin Mishar, dari Dawud bin Abi hind, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Jika seorang wanita melahirkan pada usia kehamilan 9 bulan, maka cukup bagi anaknya menyusu selama 21 bulan. Jika ia melahirkan pada usia kehamilan 7 bulan, maka cukup bagi anaknya menyusu selama 23 bulan. Dan jika ia melahirkan pada usia kehamilan 6 bulan, maka 2 tahun
penuh.
Karena Alloh ta’alaberfirman :
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا
“Dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” [QS. Al-Ahqof : 15] –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-

***

DIBOLEHKANNYA MENCARI IBU SUSUAN UNTUK MEMBERIKAN ASI KEPADA BAYI

وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى

“Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah dicerai) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.“[QS ath-Tholaq : 6]

Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir (8/153) :
أي: وإن اختلف الرجل والمرأة، فطلبت المرأة أجرة الرضاع كثيرًا ولم يجبها الرجل إلى ذلك، أو بذل الرجل قليلا ولم توافقه عليه، فليسترضع له غيرها فلو رضيت الأم بما استؤجرت عليه الأجنبية فهي أحق بولدها.

“Yakni : jika seorang laki-laki berselisih dengan seorang wanita (istri yang dicerai yang sudah melahirkan bayi, pent), lalu wanita itu meminta upah penyusuan yang banyak dan laki-laki itu tidak setuju dengan itu, atau laki-laki tersebut cuma mau mengeluarkan sedikit upah dan wanita tersebut tidak setuju dengannya, maka hendaknya laki-laki tersebut mencari wanita lain yang mau menyusui bayinya selain wanita tadi. Seandainya ibu bayi tersebut telah ridho (untuk menyusui anaknya) dengan besar upah yang diberikan kepada wanita lain itu, maka ia lebih berhak terhadap anaknya.”

Dan di sini tidak disebut ataupun disindir sama sekali tentang susu-susu lain selain ASI jika ibu bayi tersebut tidak bisa menyusuinya, akan tetapi yang disebutkan adalah ASI dari ibu susu sebagai pengganti ASI ibu bayi tersebut. Ini menandakan ASI adalah makanan terbaik bagi bayi.
Dan ayat-ayat di atas juga merupakan dalil tentang bolehnya ibu susu mengambil upah atas persusuannya.

***

KISAH NABI MUSA

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara perempuan Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?” Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.“[QS al-Qoshosh : 12-13]

***

FAIDAH DARI KISAH WANITA AL-GHOMIDIYYAH

Dalam kisah wanita al-Ghomidiyyah yang mengaku berzina dan minta dirajam terdapat faidah tentang pentingnya menyusui bagi anak. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menunda hukuman rajamnya sampai ia melahirkan dan menyapih anaknya. Kami nukilkan kisahnya secara ringkas dari hadits Buroidah rodhiyallohu anhu:

فَجَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى قَالَ إِمَّا لَا فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ قَالَ اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ فَدُفِعَ الصَّبِيُّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا

“Lalu datang seorang wanita al-Ghomidiyyah, ia berkata : “wahai Rosululloh, aku telah berzina, maka sucikanlah aku!” Dan Rosululloh menolaknya. Ketika keesokan harinya, wanita itu berkata : “Wahai Rosululloh, mengapa engkau menolakku? Mungkin engkau menolakku sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz, maka demi Alloh aku ini hamil!” Rosululloh berkata : “Tidak, pergilah sampai engkau melahirkan.” Ketika ia sudah melahirkan, ia mendatangi Rosululloh dengan membawa bayinya pada sebuah kain, ia berkata : “Ini aku sudah melahirkan.” Rosululloh berkata : “Pergilah dan susuilah ia sampai engkau menyapihnya!” Ketika ia telah menyapihnya, ia mendatangi Rosululloh dengan bayinya yang membawa remukan roti di tangannya, maka ia berkata : “Ini wahai Nabi Alloh, aku sudah menyapihnya dan ia sudah makan makanan.” Maka anak itu diserahkan kepada seseorang dari kaum muslimin, kemudian beliau memerintahkan untuk merajamnya, maka digalikan untuknya lubang sedalam dadanya lalu beliau memerintahkan orang-orang, kemudian mereka merajamnya.”

[HR. Muslim no. 1695, Abu Dawud no. 4442, Ahmad no. 22999, Ibnu Abi Syaibah no. 28809, dll dari jalan Abdulloh bin Buroidah, dari Buroidah]

Dalam riwayat lain Rosululloh berkata :
إِذًا لَا نَرْجُمُهَا وَنَدَعُ وَلَدَهَا صَغِيرًا لَيْسَ لَهُ مَنْ يُرْضِعُهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ إِلَيَّ رَضَاعُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ فَرَجَمَهَا
“Kalau begitu kita tidak bisa merajamnya sedangkan kita biarkan anaknya yang masih kecil tanpa ada yang menyusuinya.” Lalu bangkit seorang dari Anshor, ia berkata : “aku yang akan menanggung persusuannya wahai Nabi Alloh.” Buroidah berkata : lalu wanita itu dirajam.

[HR. Muslim no. 1695 dari jalan Sulaiman bin Buroidah, dari Buroidah]

Al-Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (11/202) : “Dan Ketahuilah! Bahwa madzhab asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan yang masyhur dari madzhab Malik : bahwa seorang wanita boleh tidak dirajam sampai didapatkan orang lain yang menyusui bayinya, dan jika tidak didapatkan maka wanita itu sendiri yang menyusuinya sampai disapih, baru kemudian dirajam.”

Seandainya menyusui bayi dengan ASI adalah perkara yang sepele atau tidak penting bagi bayi tersebut, tentu Rosulullohshollallohu alaihi wa sallam tidak akan menunda hukum rajam tersebut.

***

PERSUSUAN MENJADIKAN MAHROM

Dalam hadits ‘Aisyah :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَهَا وَأَنَّهَا سَمِعَتْ صَوْتَ رَجُلٍ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرَاهُ فُلَانًا لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنْ الرَّضَاعَةِ قَالَتْ عَائِشَةُ لَوْ كَانَ فُلَانٌ حَيًّا لِعَمِّهَا مِنْ الرَّضَاعَةِ دَخَلَ عَلَيَّ فَقَالَ نَعَمْ الرَّضَاعَةُ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ الْوِلَادَةُ

Ketika Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berada di rumahnya, ia (Aisyah) mendengar suara laki-laki minta izin (untuk masuk) di rumah Hafshoh. Aisyah berkata : lalu aku katakan : “wahai Rosululloh, laki-laki ini minta izin di rumahmu” Nabi shollallohu alaihi wa sallam berkata : “aku melihat ia adalah si Fulan, paman susunya Hafshoh” Aisyah berkata : “seandainya si Fulan masih hidup (paman susunya Aisyah) ia boleh masuk menemuiku?” Rosululloh berkata : “ya, persusuan menjadikan mahrom sebagaimana seseorang menjadi mahrom karena sebab kelahiran.”
[HR. al-Bukhori no. 2503, 2938 & 4811, Muslim no. 1444, dll]

***

ASI MENUMBUHKAN TULANG DAN DAGING

Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata :
لارضاع إلا ما شد العظم وأنبت اللحم
“Tidaklah dikatakan persusuan kecuali apa-apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.”
[HR. Abu Dawud no. 2059, dishohihkan al-Albani (yakni secara mauquf dengan syawahid-nya pada riwayat Ahmad, ad-Daruquthni dan al-Baihaqi)]

***

ASALNYA WANITA ADALAH DI RUMAH

Allah berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Tetaplah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian berhias sebagaimana orang-orang jahiliyyah dahulu berhias” [QS. al-Ahzab : 33]

Salah satu hikmah dari perintah ini adalah agar mereka dapat menyusui anak-anaknya dengan sempurna. Berbeda dengan para wanita karir yang sibuk bekerja di luar rumah, sehingga kebanyakan anak-anak mereka menyusu dengan susu formula.
Dari Ibnu Umar rodhiyallohu anhuma, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallambersabda :

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Ketahuilah! Setiap dari kalian adalah orang yang diberi amanah, maka setiap kalian akan ditanya tentang amanahnya. Seorang amir (pemimpin suatu negri, pent) yang memimpin manusia adalah orang yang diberi amanah, dan ia akan ditanya tentang mereka. Dan seorang laki-laki adalah orang yang diberi amanah terhadap keluarganya, dan ia akan ditanya tentang mereka. Dan seorang wanita adalah orang yang diberi amanah terhadap rumah dan anak suaminya, dan ia akan ditanya tentang mereka. Dan seorang budak adalah orang yang diberi amanah terhadap harta majikannya, dan ia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah! Setiap dari kalian adalah orang yang diberi amanah, maka setiap kalian akan ditanya tentang amanahnya.” [HR. al-Bukhori no. 2416, Muslim no. 1829, dll]

Kata [رَاعٍ] dalam hadits di atas biasanya diterjemahkan “pemimpin”, akan tetapi kami terjemahkan dengan “orang yang diberi amanah” karena arti [رَاعٍ] dalam hadits ini adalah [حافِظٌ مُؤْتَمَنٌ] / “penjaga yang diberi amanah“, sebagaimana dijelaskan dalam an-Nihayah fi Ghoribil Atsar (2/581) dan Lisanul Arob (14/325).

***

IBROHIM PUN MENYEMPURNAKAN PERSUSUANNYA DI SURGA

Ibrohim di sini adalah anak Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dari Mariyyah al-Qibthiyyah yang meninggal ketika masih bayi.
Dari al-Barro’ rodhiyallohu anhu:
لَمَّا مَاتَ إِبْرَاهِيم قَالَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ لَهُ مُرْضِعًا فِي الْجَنَّة
Ketika Ibrohim meninggal, Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Ia memiliki ibu susu di surga.”
[HR. al-Bukhori no. 1316, 3082 & 5842, dll]

Dalam lafadz lainnya Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ لَهُ مُرْضِعًا يُتِمُّ رَضَاعَهُ فِيْ الْجَنَّةِ
“Ia memiliki ibu susu yang menyempurnakan persusuannya di surga.”
[HR. Ahmad no. 18647 & 18727]

Ibnu Hajar dalam al-Fath (10/579) berkata :
لِأَنَّهُ لَمَّا مَاتَ كَانَ اِبْن سِتَّة عَشَرَ شَهْرًا أَوْ ثَمَانِيَة عَشَرَ شَهْرًا عَلَى اِخْتِلَاف الرِّوَايَتَيْنِ ، وَقِيلَ إِنَّمَا عَاشَ سَبْعِينَ يَوْمًا
“…karena ia (Ibrohim) ketika meninggal adalah pada usia 16 bulan atau 18 bulan dengan adanya khilaf antara dua riwayat, dan dikatakan bahwa ia hanya hidup selama 70 hari.”
Akan tetapi, kami belum menemukan pendapat para ‘ulama tentang masalah apakah menyempurnakan persusuan di surga ini khusus bagi Ibrohim saja ataukah juga berlaku bagi bayi-bayi lainnya yang meninggal sebelum disapih? Wallohu A’lam.

***

RUKHSHOH BAGI IBU YANG MENYUSUI UNTUK MENINGGALKAN PUASA

Terdapat rukhshoh (keringanan) dalam syari’at bagi para ibu yang sedang menyusui untuk meninggalkan puasa Romadhon dengan membayar fidyah sebagai gantinya (dan masalah mengganti puasa ini ada khilaf dan bukan sekarang waktu untuk membahasnya). Hal ini disebabkan adanya masyaqqoh (kesulitan) untuk menyusui sambil berpuasa, dimana ibu menyusui butuh untuk minum dan makan yang mencukupi agar dirinya tetap kuat menyusui dan juga agar produksi ASI tetap lancar. Hal ini juga menunjukkan

pentingnya menyusui anak dengan ASI. Karena seandainya tidak penting, bisa saja syari’at menentukan ibu menyusui tetap wajib berpuasa dan bayinya diberi minum dari susu-susu lain seperti susu sapi, dll. Sebagaimana dalam sebuah Mandhumah (syair):
الدين جاء لسعادة البشر **** ولانتفاء الشر عنهم والضرر
Ad-Diin datang untuk kemashlahatan manusia
………. Dan untuk menolak keburukan dan madhorot dari mereka
Dari Anas bin Malik al-Ka’bi rodhiyallohu anhu, ia berkata :
أَغَارَتْ عَلَيْنَا خَيْلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدْتُهُ يَتَغَدَّى فَقَالَ ادْنُ فَكُلْ فَقُلْتُ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ ادْنُ أُحَدِّثْكَ عَنْ الصَّوْمِ أَوْ الصِّيَامِ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْحَامِلِ أَوْ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوْ الصِّيَامَ وَاللَّهِ لَقَدْ قَالَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِلْتَيْهِمَا أَوْ إِحْدَاهُمَا فَيَا لَهْفَ نَفْسِي أَنْ لَا أَكُونَ طَعِمْتُ مِنْ طَعَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kuda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam lari kepada kami, lalu aku datangi Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam, aku mendapatinya sedang makan pagi, beliau berkata : “Mendekat dan makanlah!” Aku katakan : “aku sedang puasa”, lalu beliau berkata : “mendekatlah, aku akan mengabarkan kepadamu tentang puasa, sesungguhnya Alloh ta’ala telah menggugurkan puasa dan setengah sholat bagi musafir, dan juga puasa bagi wanita hamil atau menyusui.” (Anas berkata) Demi Alloh! beliau telah mengucapkan keduanya atau salah satunya, aduhai sesalnya diriku tidak makan makanannya Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam.
[HR. at-Tirmidzi no. 715, Abu Dawud no. 2408, an-Nasa'i no. 2276, dll. Dishohihkan al-Albani dalam Shohih Abi Dawud no. 2107]


**

MENYUSUI SETELAH ANAK BERUSIA LEBIH DARI 2 TAHUN

Menyusui yang sempurna adalah sampai anak berusia 2 tahun sebagaimana dalam al-Baqoroh ayat 233, atau 30 bulan sejak masa kehamilan sebagaimana dalam al-Ahqof ayat 15, dan inilah yang utama.

Al-Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya meriwayatkan perkataan seorang tabi’in:
حدثنا بن مهدي وأبو أسامة عن سفيان عن الأعمش عن إبراهيم أن علقمة مر بامرأة وهي ترضع صبيا لها بعد الحولين فقال لا ترضعيه بعد ذلك
Haddatsana Ibnu Mahdi dan Abu Usamah, dari Sufyan, dari al-A’masy, dari Ibrohim, bahwa Alqomah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menyusui bayinya setelah 2 tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia setelah itu”. [Mushonnaf Ibni Abi Syaibah no. 17060]

Alqomah di sini adalah Alqomah bin Qois an-Nakho’i, salah seorang murid senior Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu.
Perkataan beliau ini bukanlah pengharaman tapi merupakan nasihat agar tidak menyusui lebih dari 2 tahun, karena itu yang lebih utama.
Adapun jika menyusui lebih dari itu maka boleh karena tidak ada dalil yang melarang, sebagaimana dalam difatwakan oleh syaikh Muqbil dalam kitab Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah lil Imam al-Wadi’iy rohimahullohu ta’ala halaman 238, berikut ini terjemahannya:

Pertanyaan :
Bolehkah bagi wanita menyusui anaknya setelah lebih dari 2 tahun?

Jawaban :
Aku tidak mengetahui larangan dalam hal ini. Adapun firman Alloh ta’ala :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” [QS. Al-Baqoroh : 233]

Maka ini kebanyakannya (orang-orang dalam menyapih bayinya, pent) dan inilah yang utama. Akan tetapi jika seorang bayi tersebut tidak mau berhenti dan ingin menambah dalam menyusu satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, maka aku tidak mengetahui adanya larangan.

Wallohul musta’an. -Selesai nukilan fatwa-

***

http://ummushofi.wordpress.com/2010/03/14/air-susu-ibu-asi-dan-keutamaannya-dalam-al-quran-dan-as-sunnah/



foto by Nesreen Ray at

Aqidah Thinah* (Aqidah sesat syi'ah)

 by Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah

Aqidah Thinah ini merupakan salah satu wacana syiah yang tersembunyi dan termasuk salah satu diantara aqidah yang harus sangat dirahasiakan khususnya kepada orang-orang awam syiah. Karena seandainya mereka mengetahui aqidah ini maka mereka akan melakukan hal-hal yang sifatnya merusak dengan satu keyakinan bahwa balasannya di akherat kelak akan ditanggung oleh orang lain.1)

Pada awalnya memang aqidah ini merupakan hal yang ditolak di kalangan cendekiawan syiah yang terdahulu, seperti Murtadho dan Ibn Idris. Dikarenakan menurut pandangan mereka – meskipun beberapa riwayat telah berhasil menyusup ke dalam buku-buku syiah – akan tetapi hal itu merupakan hadits ahad (tunggal) yang menyelisihi Kitab dan Sunnah dan juga Ijma', oleh karena itu wajib ditolak.2)

Akan tetapi sejalan dengan waktu, akhbar tentang hal ini semakin banyak sehingga berkata syeikh mereka Ni’matullah Al Jazairi (wafat 1112 H): ”

Sesungguhnya ulama-ulama kami telah meriwayatkan tentang hal ini dengan sanad yang sangat banyak, maka sudah tidak ada alasan lagi untuk menolaknya. Dan tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa status riwayatnya adalah ahad, akan tetapi sudah menjadi khobar yang mutawatir (banyak jalan periwayatannya)."3)

Al Jaza’iri mengatakan ini sebagai bantahan terhadap mereka yang menolak mempercayai aqidah ini.

Kemudian yang tampak mempelopori aqidah ini adalah Syeikh mereka yang bernama Al Kulaini yang menulis sebuah bab tersendiri dalam bukunya: ”Bab: Thinatul Mukmin wal Kafir”. Yang terangkum di dalamnya tujuh hadits4). Kemudian hadits tentang ini semakin banyak sepeninggal Kulaini, hingga Mulla Baqir Majlisi dalam Biharul Anwar mengutip 67 hadits tentang thinah dalam bab yang berjudul “Bab: Thinah dan Perjanjian”5). Barangkali para pembaca ingin sekali mengetahui lebih lanjut tentang aqidah yang membuat seorang syiah mempunyai berkeyakinan apabila mereka melakukan perbuatan dosa sekecil apapun maka dosanya akan ditanggung oleh ahlussunnah, dan setiap amal saleh yang dikerjakan ahlus sunnah maka pahalanya akan diberikan kepada orang syiah. Oleh karena itu kalangan ulama syiah menyembunyikan hal ini dari orang awam syiah karena satu kekhawatiran apabila hal ini diketahui maka akan banyak terjadi kerusakan di muka bumi (karena kaum syiah akan merasa bebas berbuat apa saja, selama dosanya akan ditanggung oleh ahlussunnah).

Penjelasan terlengkap mengenai aqidah ini ada dalam kitab “Ilalu Asysyara’i” karangan Ibnu Babawaih Al Qummi yang memuat penjelasan ini dalam kitabnya sebanyak 5 halaman sekaligus menjadikan bahasan ini sebagai penutup kitabnya6). Sementara itu sebagian ulama syiah yang hidup pada saat ini memuji penjelasan Ibnu Babawaih dan menyebutnya sebagai penutup yang baik bagi kitabnya7)

Ringkasan keyakinan itu adalah bahwasanya kaum syiah diciptakan dari tanah liat* khusus dan orang sunni diciptakan dari tanah liat yang lain. Maka terjadilah percampuran antara keduanya. Jadi apabila terjadi kemaksiatan di kalangan syiah adalah dikarenakan percampurannya dengan thinah sunni, dan apabila dijumpai kebaikan dan amanah yang ada di kalangan sunni merupakan pengaruh dari thinah syiah. Maka nanti dihari kiamat segala keburukan yang dilakukan oleh kaum syiah, akan ditanggungkan kepada orang sunni, dan kebaikan kaum sunni akan diberikan kepada kaum syiah.

Barangkali bisa disimpulkan sebab timbulnya keyakinan semacam ini adalah dikarenakan adanya pertanyaan dan keluhan-keluhan yang dilontarkan kepada para pemuka mereka. Kaum syiah mengeluhkan kaum mereka yang tenggelam dalam kemaksiatan dan dosa-dosa besar dan juga adanya muamalah yang tidak baik yang terjadi di antara mereka serta banyak kegelisahan dan kebimbangan yang tidak diketahui sebabnya. Akan tetapi para ulama syiah berdalih bahwa hal ini disebabkan karena percampuran antara thinah syiah dan thinah sunni pada penciptaan pertama.

Untuk itu marilah kita lihat sebagaian di antara pertanyaan ini yang mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada masyarakat syiah, Ibn Bawabaih meriwayatkan dengan sanadnya dari ibn Ishaq Al Laitsi berkata:

”Saya bertanya kepada Abu Ja’far Muahmmad ibn Ali Al Baqir Alaihis salam: 'Wahai putra Rasulullah, beritahukan kepada kami tentang seorang mukmin yang benar8), apabila dia sampai pada puncak makrifah dan sempurna mungkinkah dia berzina ?' Dia berkata: 'Tidak.' Saya berkata: 'Mungkinkah minum khomer?' Dia berkata: 'Tidak.' Saya bertanya: 'Mungkinkah melakukan salah satu dari dosa besar atau salah satu dari hal yang keji.' Dia berkata: ' Tidak.' Saya berkata: 'Wahai putra Rasulullah sesungguhnya saya dapati orangorang syiah kita meminum khomer, melakukan perampokan di jalan dan menjadi hantu di jalanan, berzina dan melakukan homosex, memakan riba, melakukan perbuatan keji, meremehkan sholat, puasa dan zakat, memutuskan hubungan sillaturrahmi dan banyak memperbuat dosa-dosa besar9), bagaimana hal ini bisa terjadi pada syiah dan sangat berbeda dengan keadan orang sunni?' Dia berkata: 'Wahai Ibrahim adakah sesuatu yang lain yang masih bergejolak dalam hatimu ?' Saya berkata: 'Wahai putra Rasulullah ! ada beberapa hal yang lebih besar dari itu semua !' Dia berkata: 'Apa itu wahai Abu Ishaq?' Berkata : 'Kemudian saya berkata: 'Wahai putra Rasulullah, saya dapati musuh-musuh kalian10), justru mereka banyak melakukan sholat, puasa dan mengeluarkan zakat. Mereka juga begitu giat melakukan ibadah haji dan umrah, bersemangat melakukan jihad, kebaikan, menyambung sillaturrahmi, memenuhi hak saudaranya, meringankan beban derita mereka dengan harta, menjauhi minuman keras, zina dan homosex serta segala perbuatan keji, bagaimana hal ini bisa terjadi pada mereka dan terjadi sebaliknya pada syiah ? Tolong jelaskan hal ini semua kepadaku dengan sejelasjelasnya. Sungguh hal ini telah banyak memakan fikiranku, membuat aku tidak bisa tidur dan dadaku menjadi sempit11).’"

Ini merupakan salah satu pertanyaan kegelisahan yang mengungkap kebobrokan masyarakat syiah yang penuh dengan kemaksiatan bila dibandingkan dengan kenyataan para salaf dan ulama ahlussunnah dan sebagian besar mereka yang dihiasi dengan ketakwaan, amanah dan kebaikan. Pertanyaan ini dijawab dengan jawaban “aqidah Thinah”, yaitu bahwa segala kemaksiatan yang diterjadi di kalangan syiah bersumber dari kaum sunni, sebaliknya kebaikan dan amal saleh yang dilakukan kaum sunni adalah karena tanah liat “milik kaum syiah”.

Seorang penanya lain bernama Ishaq Al Qummi bertanya pada Abu jJ’far: “

Wahai Abu Ja’far, saya melihat seorang mukmin yang sependapat denganku12), dan mengakui wilayah ahlul bait, dan saya tidak mempunyai masalah dengannya, selalu minum khomer, berzina, melakukan homosex13), dan jika saya datang kepadanya untuk meminta bantuan maka saya dapati dia murung mukanya, mencerminkan wajah kebencian dan ketidaksenangan, lagi berlambat-lambat dalam membantu keperluanku, tapi sebaliknya, aku melihat seorang nasibi14) yang berbeda pendapat denganku bahkan tahu jika aku berbeda mazhab dengannya, jika aku mendatanginya untuk meminta bantuan, aku dapati wajahnya berseri-seri, nampak dari wajahnya kegembiraan, dan bersemangat dalam membantuku, merasa gembira dengan membantuku. Dia banyak melakukan sholat, puasa, sedekah dan mengeluarkan zakat, serta jika diberi amanah maka dia menyampaikannya."15)

Penanya barusan lebih banyak keluhannya tentang buruknya perlakuan antara penganut syiah, sifat tidak amanat yang ada pada mereka sedangkan dia melihat kaum sunni yang notabene adalah musuhnya ternyata lebih baik akhlaknya dari kaum syiah yang notabene adalah temannya sendiri, lebih senang membantu keperluannya dan lebih baik amal ibadahnya.

Seseorang lagi mengeluh pada Abu Abdillah Ja’far Assodiq tentang perasaan gelisah yang tidak diketahui sebabnya:

"Dari Abu Bashir dia berkata: 'Saya masuk menemui Abu Abdillah bersama seseorang dari teman kami (syiah) lalu aku berkata: 'Wahai Abu Abdillah, saya selalu merasa gelisah dan sedih tanpa kuketahui sebabnya…"16)

Rupanya penyebab kegelisahan ini adalah ajaran syiah yang tidak memiliki kejelasan dan penuh kontradiksi, yang diyakini oleh syiah. Tetapi sang imam hanya menejelaskan semua itu dengan aqidah thinah ini.

Pertanyaan di atas dan lainnya masih banyak17), mencerminkan betapa mereka membangun aqidah mereka, muamalah mereka dan akhlak serta agama mereka. Akan tetapi para imam mereka dan pemuka agama mereka berusaha mengelabui pertanyaan dan keluhan-keluhan ini dengan berdalih pada satu aqidah yang mereka namakan dengan thinah.

Untuk itu marilah kita lihat jawaban para imam mereka.

Berkata Imam mereka:

”Wahai Ishaq (perowi berita ini) bukankah kamu mengetahui dari mana kamu diciptakan ?" Saya berkata: ”Demi Allah saya tidak tahu, kecuali kamu memberitahukan hal itu kepadaku." Berkata: ”Wahai Ishaq! Sesungguhnya Allah Ta’ala ketika menyendiri dengan keesaan-Nya, Dia memulai sesuatu dengan tanpa apapun, kemudian Dia mengalirkan air yang segar pada tanah yang baik selama tujuh hari tujuh malam, kemudian memisahkan tanah itu dari air. Kemudian Allah mengambil satu genggaman dari tanah yang bersih itu satu genggam tanah (thinah) yang kemudian Dia jadikan thinah kita, Thinah ahlul bait. Kemudian Dia ambil dari bawahnya satu genggaman (thinah) dan menjadikannya menjadi thinah syiah. Kalaulah Allah Ta’ala membiarkan thinah syiah tadi sebagimana adanya, niscaya tidak ada salah seorang diantara mereka yang berzina, minum khomer, mencuri, homosex dan juga tidak akan melakukan seperti apa yang kamu sebutkan tadi. Akan tetapi Allah Ta’ala mengalirkan air yang asin pada tanah yang terlaknat selama 7 hari, lalu memisahkan air dari tanah itu, lalu Dia mengambil segenggam dari tanah itu, yaitu thinah yang terlaknat berwarna hitam dan berbau busuk, yaitu thinah musuh kita. Dan kalaulah Allah Ta’ala membiarkan thinah ini sebagaimana dia mengambilnya. Niscaya kamu tidak akan melihat mereka berakhlak seperti manusia dan tidak akan bersyahadat, mereka tidak akan puasa, tidak akan sholat dan juga tidak akan melakukan haji. Akan tetapi Allah Ta’ala mencampur kedua air tadi, maka apabila kamu melihat dari saudarakamu perkataan yang tidak baik, mereka melakukan zina, atau apapun seperti yang kamu sebutkan, mulai dari minum khomer dan yang lainnya, hakekatnya hal itu bukan dari asli mereka dan juga bukan dari iman mereka. Akan tetapi pada hakekatnya hal itu adalah pengaruh dari kaum Nasibi (orang sunni) yang melakukan keburukan sebagaimana yang kamu sebutkan. Adapun kebaikan-kebaikan yang dilakukan kalangan sunni, mulai dari akhlak yang baik, sholat , puasa, shodaqah, atau haji pada hakekatnya bukan merupakan asli mereka, akan tetapi merupakan pengaruh keimanan yang mereka dapatkan."

Kemudian saya berkata: ”Lantas bagaimana nanti di hari akhir ?" Dia berkata kepadaku: ”Wahai Ishaq, adakah Allah akan mengumpulkan kebaikan dan keburukan dalam satu tempat ? Apabila datang hari kiamat maka Allah akan mengambil berkas keimanan dari mereka kemudian dikembalikan kepada pemiliknya yang asli. Dan segala sesuatu akan kembali pada unsurnya yang pertama..." Kemudian saya bertanya: ”Apakah kebaikan mereka akan diambil dan dikembalikan kepada kita ? Dan apakah keburukan kita akan dikembalikan kepada mereka ?" Berkata: ”Ya, demi Allah yang tidak ada Ilah kecuali Dia."18)

Inilah aqidah Thinah. Dan pada bagian akhir dituliskan:

”Ambilah pengertian ini bersamamu wahai Abu Ishaq, demi Allah sesungghnya dia adalah termasuk orang yang menyembunyikan rahasia kita. Dan pergilah dan jangan diceritakan kepada siapapun kecuali seorang mukmin yang mustabshir19) karena jika kamu sebarkan kepada manusia artinya kamu akan mendatangkan bencana bagi diri kamu sendiri, pada harta, keluarga dan anak kamu sekalian.“20)

Maka hal ini sebagaimana kita saksikan merupakan aqidah yang sangat rahasia, maka apakah akan terlintas di benak pencetus aqidah ini bahwasanya akan terkuak di tangan kaum sunni kemudian menyebarluaskannya pada khalayak sebagai sebuah kebusukan...?

Bantahan terhadap keyakinan ini :

- Pertama: Riwayat yang saling bertentangan, sebagaimana anda lihat dalam pertanyaan dan keluhan di atas, bahwasanya orang syiah adalah kaum yang tenggalam dalam kemaksiatan dan kemungkaran, mempunyai muamalah yang buruk dan akhlak yang bejat, lantas bagaiamana mungkin dia merupakan makhluk yang diambilkan dari thinah yang bersih dan merupakan ciptaan yang paling suci ?

- Kedua: Allah Ta’ala telah menciptakan manusia semuanya berada pada fitrah Islam berfirman Allah ta’ala:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

”Maka hadapkanlah wajahmu pada din yang hanif ini, yang merupakan fitrah dari Allah yang telah diberikan kepada kepada manusia. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah dan itulah agama yang lurus.” (QS. Arrum 30:30)

- Ketiga: Dalam masalah thinah ini, syiah berarti telah memakai faham bahwa manusia terikat atas apa yang dikerjakannya dengan sebuah takdir, manusia tidak memiliki pilihan. Yang mana perbuatan manusia berdasarkan thinah awalnya. Padahal madzhab mereka menyatakan bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya sendiri sebagaimana madzhab Mu’tazilah.

- Keempat: Riwayat-riwayat tentang thinah ini menyatakan bahwa keburukan dan kemaksiatan yang dilakukan kalangan syiah akan dibebankan dosanya kepada kaum sunni dan kebaikan yang telah dikerjakan kamu muslimin pahalanya akan diberikan kepada kaum syiah. Hal ini jelas sekali bertentangan dengan keadilan Allah dan juga berlawanan dengan akal sehat dan fitrah manusia. Dan sangat berlawanan dengan ayat-ayat berikut:

وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

Artinya: ”Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.“ (QS. Al An’am 6:164)

كُلُّ نَفْسٍ بِمَاكَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya: ”Setiap jiwa dengan apa yang telah dikerjakannya terikat.” (QS. Al Mudatsir 74:38)
فَمَنيَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ۝ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍشَرًّا يَرَهُ

Artinya: "Barangsiapa yang beramal kebaikan seberat biji sawi maka Allah akan melihatnya, dan barangsiapa yang melakukan keburukan seberat biji sawi, maka Allah akan mengetahui." (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Artinya: "Pada hari ini akan dibalas setiap diri dengan apa yang telah diperbuatnya , tidak ada kezaliman pada hari itu."

Makalah ini menyatakan tentang kebusukan mereka, cukup menggambarkan bagaimana kerusakan aqidah mereka, madzhab Syiah Imamiyah. Sampai sekarang kaum syiah tidak malu untuk menyatakan tentang aqidah ini maka bisa didapati hal ini dalam buku mereka “Biharul Anwar” dan dalam "Al Anwar Nu’maniyah” yang dikomentari oleh pakar syiah yang menyatakan keridhoannya terhadap aqidah sesat ini.

Kita selalu menanti bantahan resmi dari Hauzah Ilmiyah di Qum maupun Najaf, bahwa syiah tidak meyakini keyakinan yang dijelaskan di atas. Karena hanya Hauzah Ilmiyah lah yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas untuk membantahnya, bukannya orangorang yang baru masuk syiah 7 atau 10 tahun yang lalu.

Catatan kaki:

*) thinah berarti tanah liat, Allah menciptakan manusia dari tanah liat. Jadi tanah liat syiah dantanah liat sunni berbeda.

1 Al Anwar Annu’maniyyah jilid 1 hal 295
2 Al Anwar Annu’maniyyah jilid 1 hal 293
3 Al Anwar Annu’maniyyah jilid 1 hal 293
4 Usulul Kafi , jilid 2 hal 2-6
5 Biharul Anwar jilid 5 hal 225-
6 Ilalu Asysyara’i’ hal 606-610
7 Biharul Anwar jilid 5 hal 233 (Footnote)
8 Maksudnya adalah orang penganut syiah
9 Inilah ciri-ciri “pengikut ahlul bait”
10 Maksudnya adalah penganut Ahlussunnah
11 Ilalusyara’i’ hal 606-607 Biharul Anwar jilid 5 hal 228-229
12 Maksudnya bermazhab syiah.
13 Rupanya perbuatan-perbuatan di atas sudah menjadi kebiasaan “pengikut ahlul bait” sejak jaman Imam Abu Ja’far Muhammad Al Baqir.
14 Maksudnya adalah orang yg bermazhab sunni
15 Ilalusysyara’i’ hal 489-490, Biharul Anwar jilid 5 hal 246-247
16 Biharul Anwar jilid 5 hal 242 yang menyandarkan riwayat ini pada Ilalusyara’i’ hal 42.
17 Bisa anda lihat di buku Al Kafi dan Biharul Anwar dalam bab: Thinah
18 Ilalusyara’i’ hal 490-491, Biharul Anwar jilid 5 hal 247-248
19 maksudnya adalah orang syiah
20 Ilalusyara’i’ hal 610, Biharul Anwar jilid 5 hal 233

Sumber: http://www.hakekat.com/


source  

Benarkah Syiah Mengikuti Ahlul Bait?

by Inilah Bukti Kesesatan Syi'ah

bismillaah,


Syiah selalu menukil hadits tsaqalain, demi menegaskan wajibnya mengikuti ahlulbait. Tapi apakah syiah konsekuen dengan ucapannya sendiri? Ini yang perlu kita teliti.

Mengikuti Al-Qur’an adalah dengan mengikuti perintah yang ada di dalamnya, dan menjauhi larangannya. Itulah mengikuti. Begitu juga dengan mengikuti ahlulbait, dengan mengikuti perintah mereka, dan menjauhi apa yang mereka larang.

Al-Qur’an ada di depan kita, dapat kita baca setiap hari. Dengan mudah kita mengakses perintah dan larangan. Tetapi ahlulbait, mereka telah pergi meninggalkan kita. 11 imam telah pergi menghadap Allah, sementara yang ke 12 malah pergi bersembunyi, meninggalkan tugasnya untuk menjaga syareat, meninggalkan fungsinya sebagai penerus Nabi Muhammad SAW. Bagaimana caranya mengakses perintah ahlulbait?

Kitab syiah memiliki kitab-kitab yang memuat riwayat dari para imam mereka. Dengan kitab-kitab itulah mereka bisa mengikuti ahlulbait.

Tentunya tidak semua riwayat bisa diterima begitu saja, tapi harus ada proses penelitian mengenai validitas perawi, apakah cacat atau valid. Dari situ bisa diketahui mana riwayat yang shahih maupun yang dhaif.

Jika sebuah riwayat dari seorang imam terbukti shahih, maka harus diikuti, karena riwayat itu memuat sabda imam yang maksum –menurut syiah–, imam yang terbebas dari salah dan lupa. Sabdanya memiliki kekuatan hukum yaitu wajib diikuti. Inilah inti hadits tsaqalain, yaitu perintah untuk mengikuti ahlulbait.

Tetapi apa yang terjadi?

Ketika sebuah riwayat shahih dari imam maksum menyelisihi pendapat ulama syiah, mereka mengambil pendapat ulama syiah dan meninggalkan riwayat dari imam maksum. Seolah-oleh yang maksum di sini adalah para ulama syiah, bukan 12 imam ahlulbait. Ahlulbait tidak lagi maksum ketika ada sabdanya yang menyelisihi ulama syiah.

Al Isytahardi menyatakan dalam Taqrirat Fi Ushulil Fiqh – Taqrir Bahts Al Burjuwardi, hal 296 :
Dari sini terkenal sebuah kaedah, bahwa ketika sebuah riwayat semakin shahih, maka derajatnya semakin dhaif dan meragukan ketika riwayat itu ditinggalkan oleh ulama kami, dan sebaliknya, ketika riwayat semakin dhaif tapi diamalkan oleh ulama kami, maka akan semakin kuat, seperti dalam masalah yang ditunjukkan…

Kesimpulannya, ucapan para imam ditentukan oleh sikap ulama syiah terhadap riwayat itu. Ketika sabda para imam menyelisihi keinginan ulama syiah, maka yang harus diikuti adalah keinginan ulama syiah, bukan lagi sabda imam ahlulbait. Apakah berarti ahlulbait sudah keluar dari tsaqalain yang harus diikuti, dan digantikan oleh ulama syiah?

Mirza Al-Qummi dalam kitab Ghana’imul Ayyam jilid 1 hal 414 menyatakan:

Riwayat-riwayat ini, ketika semakin banyak jumlah, sanad dan dilalahnya, ketika ditinggalkan oleh kebanyakan ulama kami, maka akan semakin bertambah dhaif (lemah), apalagi ketika para ulama malah mengamalkan hadits yang jumlahnya lebih sedikit, sanadnya dan dilalahnya lebih sedikit.

Sementara Sayyid Al-Kalbaikani dalam kitab Durr Al-Mandhud jilid 1 hal 330-331 mengatakan:

Tetapi pendapat yang dikenal dan digunakan oleh kebanyakan ulama, dan kami pun memegang pendapat itu, yaitu sebuah riwayat tidak lagi digunakan karena hal tadi, dan telah masyhur bahwa ketika hadits semakin shahih sanadnya, maka akan bertambah lemah karena tidak digunakan oleh kebanyakan ulama, semakin sebuah hadits lemah sanadnya, maka akan semakin kuat karena diamalkan oleh kebanyakan ulama.

Dalam Kitab At Thaharah jilid 3 hal 597, Sayyid Al Khomeini menyatakan: “Mencegah kita untuk memaksakan pendapat karena terpesona oleh riwayat yang shahih lagi banyak, dalam konteks ini dikatakan: semakin riwayat itu banyak dan shahih, maka semakin lemah.”

Dalam kitab Muntahal Ushul jilid 2 hal 154, Hasan bin Ali Asghar Al Musawi Al Bajnawardi menyatakan: “Dan begitu juga, ketika ulama mengabaikan dan tidak mengamalkan riwayat, maka ini membuat dalil itu tidak lagi dijadikan hujjah, meski riwayat itu shahih, sampai ulama syiah mengatakan : semakin riwayat itu shahih, maka semakin lemah, inilah maksud ucapan para ulama: ketika ulama meninggalkan sebuah riwayat, itu membuat sanad riwayat itu tidak dipercaya, dan mematahkan riwayat itu, meski riwayat itu sanadnya kuat.

Begitu pula dalam kitab Al Yanabi’ Al Fiqhiyyah jilid 35 hal 441, Ali Asghar Marwarid mengatakan : Al-Murtadha mengatakan : “Riwayat ini shahih, tetapi ketenaran itu sendiri adalah riwayat dan fatwa, bahkan ijma’ pun menentang riwayat itu.”

Lalu apa lagi gunanya ada penelitian hadits, jika hadits yang shahih bisa digugurkan oleh ulama?

Sebenarnya siapa yang menjadi panutan syiah? Imam maksum atau ulama syiah yang tidak maksum?

Apa gunanya imam maksum jika ucapannya dapat digugurkan oleh ulama-ulama syiah yang tidak maksum?

Syiah selalu berdalil dengan hadits tsaqalain, namun di saat yang sama syiah membuangnya jauh-jauh.

[hakekat/syiahindonesia.com].


source 

Reasons For Misguidance

by Foodie Fahoodie

bismillaah,

بـسـم الله والحـمـد لله والـصلاة والـسـلام عــلى رسـول الله، وبـعـد

SHIRK:


The greatest sin a person can commit against Allaah is shirk. Unfortunately, a lot of people cannot define what shirk is and how to protect against it. Mostly, they think that shirk is limited to idol worship. Whereas, it is more than that; shirk can be committed by physical acts, including grave worship, tying a black thread around one’s arm/leg etc. It can be done by speech, e.g. taking oath by other than Allaah, or by elevating someone above Allaah by one’s speech etc. It can also be done by one’s thought or inner feelings like believing that other than Allaah can benefit or harm you; fearing other than Allaah etc.

No matter whatever way it is, Shirk is the number one cause for the people’s deviation from the truth.


﴿فَأَىُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالاٌّمْنِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ - الَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَـنَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الاٌّمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُونَ﴾
{It is those who believe (in the Oneness of Allaah and worship none but Him Alone) and confuse not their Belief with Zulm (wrong, i.e. by worshipping others besides Allaah), for them (only) there is security and they are the guided.} [Surah Al-An`aam (6):82]


﴿إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـلاً بَعِيداً﴾
{Verily, Allaah forgives not (the sin of) setting up partners (in worship) with Him, but He forgives whom He wills, sins other than that, and whoever sets up partners in worship with Allaah, has indeed strayed far away (from the truth).} [Surah Al-Nisaa’ (4):116]


DESIRES:

The moment a person follows his desires, the path of sins open up. A person, who sins but then sincerely repents, is forgiven by Allaah. But, in present day world, the truth is disbelieved, and the falsehood is openly supported. If this is not misguidance then what is? Humiliation is the end of those who follow their desires in disobedience to Allaah:

﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَـهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَـوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ ﴾
{Have you seen him who takes his own lust (vain desires) as his ilaah (god)? And Allaah knowing (him as such), left him astray, and sealed his hearing and his heart, and put a cover on his sight. Who then will guide him after Allaah? Will you not then remember?} [Surah Al-Jaathiyah (45): 23]


﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـلاً مُّبِيناً ﴾
{It is not for a believer, man or woman, when Allaah and His Messenger [صلى الله عليه وسلم], have decreed a matter that they should have any option in their decision. And whoever disobeys Allaah and His Messenger [صلى الله عليه وسلم], he has indeed strayed into a plain error.} [Al-Ahzaab (33): 36]


﴿فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ﴾
{So follow not the lusts (of your hearts), lest you avoid justice;} [Surah Al-Nisa (4):135]


﴿يدَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَـكَ خَلِيفَةً فِى الاٌّرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدُ بِمَا نَسُواْ يَوْمَ الْحِسَابِ ﴾
{O Daawood (David)! Verily, We have placed you as a successor on the earth; so judge you between men in truth (and justice) and follow not your desire – for it will mislead you from the path of Allaah. Verily, those who wander astray from the path of Allaah (shall) have a severe torment, because they forgot the Day of Reckoning.} [Surah Saad (38): 26]


﴿وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى - فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِىَ الْمَأْوَى﴾
{But as for him who feared standing before his Lord, and restrained himself from impure evil desires and lusts. Verily, Paradise will be his abode.} [Surah Al-Naziaat (79): 40]


﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّـلِمِينَ﴾
{And who is more astray than one who follows his own lusts, without guidance from Allaah? Verily, Allaah guides not the people who are Zaalimoon (wrong doers, disobedient to Allaah, and polytheists).} [Surah Al-Qasas (28): 50]


NEGLIGENT PARENTS:

No doubt that obedience to the parents is enjoined upon every human being. It is one of the greatest acts after the worship of Allaah. But there are certain limitations to that. As long as the parents are not forcing you to disobey Allaah, you have no other option but to obey them; but if they do, then you should not obey them:


﴿وَوَصَّيْنَا الإِنْسَـنَ بِوَالِدَيْهِ حُسْناً وَإِن جَـهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَآ﴾
{And We have enjoined on man to be good and dutiful to his parents; but if they strive to make you join with Me (in worship) anything (as a partner) of which you have no knowledge, then obey them not.} [Surah al-`Ankaboot (29):8]

If the parents are going to celebrate Christmas, Halloweens, New Years Eve, birthdays and other pagan festivals, what positive example are they going to be for their children?

Narrated Abu Hurairah رضي الله عنه: Allaah's Messenger صلى الله عليه وسلم said: “No child is born except on Al-Fitrah (Islaam) and then his parents turn him into a Jew, Christian or Magian – like an animal which produces a perfect young animal; do you see any part of its body amputated?" Then he recited: {The religion of pure Islamic Faith (Hanifa),(i.e. to worship none but Allaah), The pure Allaah's Islamic nature with which He (Allaah) has created mankind. Let There be no change in Allaah's religion (i.e. to join none in Allaah's worship). That is the straight religion; but most of men know not...}” [Surah al-Room (30): 30] [Reported by Bukhari & Muslim]


﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ اللَّهُ قَالُواْ بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُونَ﴾
{When it is said to them: "Follow what Allaah has sent down." They say: "Nay! We shall follow what we found our fathers following." (Would they do that!) even though their fathers did not understand anything nor were they guided?} [Surah al-Baqarah (2):170]

The best example of this is the story of Abu Taalib, the uncle of the Prophet صلى الله عليه وسلم who supported him dearly but did not accept Islaam because of his unwillingness to let go of the religion of his father.

Sa`eed Ibn Musayib said that his father informed him that when Abu Taalib was dying, the Prophet صلى الله عليه وسلم entered upon him and found Abu Jahl and Abdullaah bin Abi Umayyah already present. The Prophet صلى الله عليه وسلم said to Abu Taalib, “O my uncle! Say Laa ilaaha ilallaah a word (with which) I will plea for you with Allaah (on the Day of Judgement).” So, Abu Jahl and Abdullaah bin Abi Umayyah said, “O Abu Taalib! Do you wish to abandon the religion of (your father) Abdul Muttalib.” The Prophet repeated his words, and they too kept repeating their words till Abu Talib’s last words were, “Upon the religion of Abdul Muttalib”, and he refused to say Laa ilaaha ilallaah. The Prophet said, “I will invoke Allaah for forgiveness for you, as long as I am not prohibited from doing so.” So, the following verse was revealed, {It is not (proper) for the Prophet and those who believe to ask Allaah's forgiveness for the Mushrikeen, even though they be of kin, after it has become clear to them that they are the dwellers of the Fire.} [Surah Al-Tawbah (9): 113 (Ibn Katheer)]


WIFE, CHILDREN & WEALTH:

How many times has it happened that a man has been distracted from obeying Allaah by his wife or his children or his wealth because of his indulging in them excessively?


﴿يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَلُكُمْ وَلاَ أَوْلَـدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْخَـسِرُونَ ﴾
{O you who believe! Let not your properties or your children divert you from the remembrance of Allaah. And whosoever does that, then they are the losers.} [Surah al-Munaafiqoon (63):9]


﴿يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ إِنَّ مِنْ أَزْوَجِكُمْ وَأَوْلـدِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُواْ وَتَصْفَحُواْ وَتَغْفِرُواْ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ - إِنَّمَآ أَمْوَلُكُمْ وَأَوْلَـدُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ ﴾
{O you who believe! Verily, among your wives and your children there are enemies for you (who may stop you from the obedience of Allaah); therefore beware of them! But if you pardon (them) and overlook, and forgive (their faults), then verily, Allaah is Oft-Forgiving, Most Merciful.} [Surah al-Taghaabun (64): 14-15]

“They might direct the man to sever his relation or disobey his Lord. The man, who loves his wives and children, might obey them in this case.” Ibn Abi Haatim recorded that Ibn `Abbaas said to a man who asked him about this Aayah, {O you who believe! Verily, among your wives and your children there are enemies for you; therefore beware of them!} "There were men who embraced Islaam in Makkah and wanted to migrate to Allaah’s Messenger . However, their wives and children refused to allow them. Later when they joined Allaah’s Messenger, they found that those who were with him (the Companions) have gained knowledge in the religion, so they were about to punish their wives and children. Allaah the Exalted sent down this Aayah, {But if you pardon (them) and overlook, and forgive, then verily, Allaah is Oft-Forgiving, Most Merciful.}” [Ibn Katheer - Tirmidhee collected this Hadeeth and said that it is Hasan Saheeh.]

And similarly a righteous woman is put into trials by her disobedient husband.


EVIL FRIENDS:

And how many times it has happened that a good man has been led astray by his friends? The friends – those who share with him cigarettes, drugs and all the other evils; the simplest of man is addicted to the deadliest of habits because of his friends.

The worst company is of those who are disobedient to Allaah, and worse still are those who are upon innovations while thinking that they are doing good:

Narrated Abu Hurayrah رضي لله عنه: The Prophet صلى الله عليه وسلم said: “A man follows the religion of his friend; so each one should consider whom he makes his friend.” [Sunan Abu Dawood (4833) and Tirmidhee (2378), and graded as “Hasan” (good) by Shaikh al-Albaanee]


﴿وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَآءُ بِالْغَمَـمِ وَنُزِّلَ الْمَلَـئِكَةُ تَنزِيلاً - الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَـنِ وَكَانَ يَوْماً عَلَى الْكَـفِرِينَ عَسِيراً - وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّـلِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً - يوَيْلَتَا لَيْتَنِى لَمْ أَتَّخِذْ فُلاَناً خَلِيلاً - لَّقَدْ أَضَلَّنِى عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَآءَنِى وَكَانَ الشَّيْطَـنُ لِلإِنْسَـنِ خَذُولاً ﴾
{And (remember) the Day when the heaven shall be rent asunder with clouds, and the angels will be sent down, with a grand descending. The sovereignty on that Day will be the true (sovereignty) belonging to the Most Gracious (Allaah), and it will be a hard Day for the disbelievers (those who disbelieve in the Oneness of Allaah – Islaamic Monotheism). And (remember) the Day when the Zaalim (wrong doer, oppressor, polytheist) will bite at his hands, he will say: "Oh! Would that I had taken a path with the Messenger (Muhammad [صلى الله عليه وسلم]). "Ah! Woe to me! Would that I had never taken so-and-so as a Khaleel (an intimate friend)! "He indeed led me astray from the Reminder (this Qur'aan) after it had come to me. And Shaitaan (Satan) is to man ever a deserter in the hour of need.} [Surah al-Furqaan (25): 25-29]


ELDERS & PEOPLE:

We should respect our elders, and treat them kindly. But we should only obey them as long as they do not oppose Allaah’s Book or the Prophet’s Sunnah.

﴿إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَـفِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيراً - خَـلِدِينَ فِيهَآ أَبَداً لاَّ يَجِدُونَ وَلِيّاً وَلاَ نَصِيراً - يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِى النَّارِ يَقُولُونَ يلَيْتَنَآ أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولاَ - وَقَالُواْ رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلاْ - رَبَّنَآ ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْناً كَبِيراً ﴾
{On the Day when their faces will be turned over in the Fire, they will say: "Oh, would that we had obeyed Allaah and obeyed the Messenger (Muhammad [صلى الله عليه وسلم])." And they will say: "Our Lord! Verily, we obeyed our chiefs and our great ones, and they misled us from the (Right) “Way. "Our Lord! Give them double torment and curse them with a mighty curse!} [Surah al-Ahzaab (33): 64-68]


GENERAL MAJORITY:

Majority is nothing but a group of individuals. No matter how many people are there, it is still based on individual desires; unless they have evidence for it from the Book of Allaah سبحانه وتعالى and the Sunnah of His Prophet صلى الله عليه وسلم. If majority was the factor in deciding what is good or bad, we would all have been kaafirs or mushriks or gays or lesbians, Allaah protect us from this, because this is what the majority of the world individuals are preferring.

Since the majority of the world population is non-Muslim, it simply rules out that we cannot follow them. Then how can we justify the innovations which we find amongst the Muslims, by saying that, “O the majority of them do it!”? If the majority of the Muslims are upon innovation, it will still be an innovation – there is no justification for that. Our simple stance is what the Qur’aan says and what the Sunnah says.


﴿وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِى الاٌّرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ﴾
{And if you obey most of those on the earth, they will mislead you far away from Allaah's path. They follow nothing but conjectures, and they do nothing but lie.} [Surah al-An`aam (6): 116]


﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُّشْرِكُونَ﴾
{And most of them believe not in Allaah except that they attribute partners to Him (i.e. they are Mushrikoon, i.e. polytheists.} [Surah Yusuf (12): 106]


IGNORANTS POSING AS SCHOLARS:

The below mentioned Ayaat and Ahaadeeth are sufficient to explain the evils of the ignorant “scholars”.

﴿اتَّخَذُواْ أَحْبَـرَهُمْ وَرُهْبَـنَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ﴾
{They (Jews and Christians) took their rabbis and their monks to be their lords besides Allaah.} [Surah at-Tawbah (9): 31]

Imam Ahmad, At-Tirmidhi and Ibn Jarir At-Tabari, and Baihaqi recorded a Hadith via several chains of narration, from `Adi bin Hatim, may Allaah be pleased with him, who became Christian during the time of Jahiliyyah. When the call of the Messenger of Allaah reached his area, `Adi ran away to Ash-Sham, and his sister and several of his people were captured. The Messenger of Allaah freed his sister and gave her gifts. So she went to her brother and encouraged him to become Muslim and to go to the Messenger of Allaah. `Adi, who was one of the chiefs of his people (the tribe of Tai') and whose father, Hatim At-Ta'i, was known for his generosity, went to Al-Madinah. When the people announced his arrival, `Adi went to the Messenger of Allaah wearing a gold cross around his neck. The Messenger of Allaah recited this Ayah; {They took their rabbis and their monks to be their lords besides Allaah}. `Adi commented, "I said, `They did not worship them.''' The Prophet said, “Yes they did. They (rabbis and monks) prohibited what was allowed (by Allaah) for them (Christians and Jews) and allowed what was prohibited (by Allaah), and they (the people) obeyed them (the scholars). This is how they worshipped them.”

Since the rabbis and monks made halaal what was made haraam by Allaah, and they made haraam of what was made halaal by Allaah, and the people followed them blindly – the Prophet صلى الله عليه وسلم called it an act of worship. These people have disobeyed the Creator (Allaah) and obeyed the creation (humans).

Narrated `Abdullaah bin `Amr: I heard the Prophet صلى الله عليه وسلم saying, “Allaah will not deprive you of knowledge after he has given it to you, but it will be taken away through the death of the religious learned men with their knowledge. Then there will remain ignorant people who, when consulted, will give verdicts according to their opinions whereby they will mislead others and go astray.” [Bukhari & Muslim]

Abu Hurairah رضي الله عنه narrated that the Messenger of Allaah صلى الله عليه وسلم said: “There will come to the people years of treachery, when the liar will be regarded as honest, and the honest man will be regarded as a liar; the traitor will be regarded as faithful, and the faithful man will be regarded as a traitor; and the Ruwaibidhah will decide matters.” It was said 'Who are the Ruwaibidhah?' He صلى الله عليه وسلم said: “Vile and base men who will speak in the affairs of the people.” [Sunan Ibn Maajah (4036). Shaikh al-Albaanee graded it as “Hasan li shawaahidihee” (Good due to other supporting chains) in “al-Saheehah” (1887). Shaikh Muqbil also graded it as “Hasan li ghairihee” in “Saheeh Dalaail al-Nubuwwah” (568)]

The Companion, `Abdullaah ibn Mas'ood laments, “How will it be when the trials overcome you, in which the young grow old and the old grow senile. And the people take the bid`ah as the Sunnah, and when it changes they say: the Sunnah has changed.” It was said: “when will this be O Abu Abdul-Rahmaan?” He replied: “When your speakers are many and your scholars are few, and the wealthy ones are plenty and the trustworthy ones are few, and the dunya is pursued with the actions of the Hereafter.” [ad-Daarimee (186), Shaykh al-Albaanee graded one of the chain as “Saheeh” and the other as “Hasan” in his books “Salaat al-Taraaweeh” and “Qiyaam Ramadhaan” and Saheeh al Targheeb (111)]


JEWS & CHRISTIANS:

﴿وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَـبِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِن بَعْدِ إِيمَـنِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ﴾
{Many of the people of the Scripture (Jews and Christians) wish that if they could turn you away as disbelievers after you have believed, out of envy from their own selves, even after the truth (that Muhammad [صلى الله عليه وسلم] is Allaah's Messenger) has become manifest to them.] [Surah al-Baqarah (2): 109]


﴿وَدَّت طَّآئِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَـبِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ﴾
{A party of the people of the Scripture (Jews and Christians) wish to lead you astray.} [Surah Aali-`Imraan (3): 69]


﴿وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَـبَ بِكُلِّ ءَايَةٍ مَّا تَبِعُواْ قِبْلَتَكَ وَمَآ أَنتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا بَعْضُهُم بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم مِّن بَعْدِ مَا جَآءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذَا لَّمِنَ الظَّـلِمِينَ ﴾
{And even if you were to bring to the people of the Scripture (Jews and Christians) all the Ayaat (proofs, verses, evidences, lessons, signs, revelations, etc.), they would not follow your Qiblah (prayer direction), nor are you going to follow their Qiblah (prayer direction). And they will not follow each other's Qiblah (prayer direction). Verily, if you follow their desires after that which you have received of knowledge (from Allaah), then indeed you will be one of the Zaalimoon (polytheists, wrongdoers).} [Surah al-Baqarah (2): 145]

Narrated Abu Sa`eed Al Khudree رضي الله عنه: The Prophet صلى الله عليه وسلم said: “You will follow the ways of those nations who were before you, span by span and cubit by cubit (i.e., inch by inch) so much so that even if they entered a hole of a mastigure, you would follow them.” We said, "O Allaah's Apostle! (Do you mean) the Jews and the Christians?" He صلى الله عليه وسلم said: “Whom else?” [Saheeh al-Bukhaaree]


SHAITAAN:

We have been warned numerous times in the Qur’aan that Shaitaan is our open enemy, and that we have to treat him as our enemy. But unfortunately, we have made him our friend. Allaah protect us from the accursed Shaitaan:

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَـدِلُ فِى اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَـنٍ مَّرِيدٍ - كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَن تَوَلاَّهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ ﴾
{And among mankind is he who disputes concerning Allaah, without knowledge, and follows every rebellious (disobedient to Allaah) Shaitaan (devil) (devoid of every kind of good). For him (the devil) it is decreed that whosoever follows him, he will mislead him, and will drive him to the torment of the Fire.} [Surah al-Hajj (22): 3-4]


﴿وَيُرِيدُ الشَّيْطَـنُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَـلاً بَعِيداً﴾
{But Shaitaan (Satan) wishes to lead them far astray.} [Surah al-Nisaa’ (4): 60]


SINS:
﴿إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِى مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ﴾
{Verily, Allaah guides not one who is a Musrif (a polytheist, or a murderer who shed blood without a right, or those who commit great sins, oppressor, transgressor), a liar!} [Surah Ghaafir (40): 28]


﴿وَاللَّهُ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّـلِمِينَ ﴾
{And Allaah guides not the people, who are Zaalimoon (wrong doers).} [Surah al-Baqarah (2): 258]


﴿كَيْفَ يَهْدِى اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُواْ بَعْدَ إِيمَـنِهِمْ وَشَهِدُواْ أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجَآءَهُمُ الْبَيِّنَـتُ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّـلِمِينَ﴾
{How shall Allaah guide a people who disbelieved after their Belief and after they bore witness that the Messenger (Muhammad [صلى الله عليه وسلم]) is true and after clear proofs had come to them? And Allaah guides not the people who are Zaalimoon (polytheists and wrong doers).} [Surah Aali-`Imraan (3): 86]


OPPOSING THE SUNNAH:


﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـلاً مُّبِيناً ﴾
{It is not for a believer, man or woman, when Allah and His Messenger have decreed a matter that they should have any option in their decision. And whoever disobeys Allah and His Messenger, he has indeed strayed into a plain error.} [Surah al-Ahzaab (33): 36]


﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَـلِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾
{And let those who oppose the Messenger's commandment, beware, lest some Fitnah should befall them or a painful torment be inflicted on them} [Surah al-Noor (24):63]

Posted by Foodie Fahoodie at 12:19
 

"iqtidaa'an bis syathoon"



video

by al Ustadz Anshari Taslim -hafizhahullah-

bismillaah,

Yang ini lebih memalukan lagi. Orang syiah ini mengaku pernah bertemu dgn seorang penulis ktab yg mengkafirkan dirinya dan syiah, lalu kemudian minta maaf dan malah shalat di belakangnya. Kemudian, sepertinya Syekh Utsman Khamis sudah mencium aroma dusta dari orang ini sehingga menanyakan siapa penulis itu dan apa judul kitab termaksud. 

Dengan terdesak dia menyebutkan nama kitab yaitu Mausu'ah Adyan wa Al Firaq. Tapi Syekh Al Khamis membantah dgn mengatakan dalam kitab itu tidak ada pengkafiran terhadp syiah. si Syiah pengen berkelit, "coba nanti anda baca lagi, anda akan temukan bahwa di kitab itu mengkafirkan syiah imamiyyah itsna asyariyyah". 
Katanya.
Pada pertemuan berikutnya Syekh Al Khamis membawakan foto copy kitab yg dimaksudkan dan membacakannya dan jelas di sana bahwa syiah imamiyyah itsna asyariyyah TIDAK DIKAFIRKAN oleh penulis kitab tersebut. Si syiah inipun kelu dan trsipu malu karena bohongnya ketahuan.
Intinya di sini orang syiah memang biasa berdusta untuk menipu penonton dan pembaca, hal yg sama seperti yg dilakukan oleh Al Musawi ketika berdusta atas nama Syaikh Al Azhar dalam kitabnya Al Muraja'aat.
buku2 Syiah karangan Muhammad Tijani seperti "Tanyalah Pada Ahlinya" yang banyak menghujat para sahabat dan ummul mukminin Aisyah dan Hafshah secara vulgar...buku itu sudah banyak beredar di TB Gramedia...
 At-Tijani itu sering dibuat keok dalam diskusi langsung, bahkan dia pernah minum dgn tangan kiri, waktu diskusi, memalukan:
source 

Syekh Utsman Khamis berhasil membuat si rafidhah ini seperti cacing kepanasan, beginilah akhlak syiah kalau kalah debat, akhirnya malah bertengkar dgn moderator.
dan betapa tenangnya Syekh Al Khamis bersama temannya (entah siapa itu) menghadapi gonggongan sang rafidhah yg sudah kehilangan akal.


Mirip Kristen, Semua Dosa Orang Syi'ah Ditanggung Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam !!!!


Sungguh benar ungkapan Imam Syafi'i tentang Syiah, beliau rahimahullah mengatakan: "Saya belum pernah menyaksikan para pengikut hawa nafsu yang paling pendusta dalam mengklaim dan lebih berani bersaksi palsu lebih dari Rafidhah"

Tak tanggung-tanggung, sampai atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasllam pun mereka berani berdusta, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasllam pernah bersabda dalam hadisnya yang sangat masyhur "Barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya di Neraka"

Dalam salah satu kitab pendeta mereka disebutkan riwayat dusta dari Nabi shallallahu 'alaihi wasllam berbincang dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, "Wahai Ali, Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta'ala telah membebankan kepadaku dosa-dosa Syiah-mu"

lihat hasil scannya berikut ini:
 

 

e-Al Qur'an


by Al-Akhi Al Fadhil Harsoyo As-Saalik -Hafizhahullah-

bismillah ....
tambahkan aplikasi ini kedalam PC/Laptop anda :
Al Qur'an lengkap dengan tafsir dan pilihan banyak bahasa, download dulu versi standar (101MB) kemudian setelah diinstall, lalu download dan install versi update (4MB) selanjutnya terserah anda..


 link utama : http://quran.ksu.edu.sa/ayat/?l=id

download versi standard disini :

 http://quran.ksu.edu.sa/ayat/?do=download&os=win&type=standard&ver=latest

 setelah download selesai lalu install ... kemudian download versi update disini, kemudian install : 

http://quran.ksu.edu.sa/ayat/?do=download&os=win&type=update&ver=1.1.1

Bundled Version with Quran recitation by Sheikh Ibrahim Al-Dosary :

http://quran.ksu.edu.sa/ayat/?do=download&os=win&type=dossary&ver=latest

Dan kl mau belajar scr total dg pembahasan perkata dlm AlQur'an, ana punya link yg sgt bagus, bhkan dg pilihan murottal utk mendengarkan bgm cara membacanya, lengkap pula dibahas dg sejarahnya.

tafaddhal rujuk dimari :

ini halaman pertama :

http://corpus.quran.com/wordbyword.jsp?chapter=1&verse=1


Dan telusuri link ini : http://www.guidedways.com/index.php, sepertinya mendukung untuk hp platform android dan JAVA...:)

Untuk BB silahkan  unduh pada link berikut : 

http://downloads.ziddu.com/downloadfile/15742031/PocketQuran-BB.zip.html

Download dulu versi standar pada link yang ana sertakan pada komentar diatas, setelah selesai, buka folder unduhan (tergantung dimana antum ngeset folder hasil unduhannya) kemudian klik dua kali pada file Ayat-v1.1.0_standard_1.exe, ikuti proses instalasinya sampai selesai, kalau sudah unduh file update-nya pada link yang juga ana sertakan diatas, klik dua kali agar bisa update aplikasinya, sampai disini aplikasi Ayat standard sudah terinstall, mudah kan :)

http://alquran-sunnah.com/ menyediakan link download untuk Tafsir Ibnu Katsir versi pdf, coba deh antum kunjungi link downloadnya :)

bisa mencoba link berikut untuk hp dengan platform JAVA :

 http://www.4shared.com/file/f_8n5d4Y/Quran_321.html

 http://www.4shared.com/file/kh7crt1O/Quran.html

 http://www.4shared.com/file/tVPVZEqH/pocketquran.html

 http://www.4shared.com/file/DsxJjA9w/Pocket804.html

 atau disini untuk seluruh platform : http://pocketquran.com/

mengaku salafy ?

Bismillah...

Tidak ada gunanya seseorang mengaku-ngaku Ahlus Sunnah, sementara ia sibuk dengan melakukan bid’ah dan hal-hal yang bertentangan dengan sunnah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : ”Sesungguhnya Rabb-mu lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia juga lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” [An Najm: 30].

Ketika anda sudah yakin berada di atas sunnah, kemudian ada yang menuduh anda ahli bid'ah. Maka jawablah dengan diam !!!

Kata orang bijak: Singa itu ditakuti meskipun dia diam. Namun anjing ditakuti ketika dia menggonggong.

ini syairnya :

قالوا سكتَّ وقد خُوصمت؟ قلت لهم ... إن الجواب لباب الشر مفتاح
والصمت عن جاهل أو أحمق شرف ... وفيه أيضا لصون العرض إصلاح
أما ترى الأسد تُخشى وهي صامتة ... والكلب يُخسى- لعمري- وهو نباح

Untuk apa mencari pengakuan orang-orang kalau anda itu Salafi ataupun Ahlusunnah? Berusahalah semampu anda untuk berada di atas sunnah.

Meskipun seluruh dunia mengatakan anda ahlussunnah. Perkataan mereka tidak ada gunanya jika anda berada di atas bid'ah.

Sebaliknya, meskipun seluruh dunia mengatakan anda ahli bid'ah. Perkataan mereka juga tidak ada gunanya jika memang benar anda berada di atas sunnah.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad رحمه اللّه menetapkan bahwa seorang mukmin adalah saksi atas perbuatan seseorang. Hal ini senada dengan firman Al
lah di dalam surah At-Taubah :

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Katakanlah (hai Muhammad) beramallah maka Allah, Rasul-Nya beserta orang-orang mukmin akan melihat amal perbuatan kalian. Dan kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang Maha Mengetahui sesuatu yang ghaib dan yang nampak, dan Dia akan mengabarkan terhadap apa yang kalian kerjakan. [At-Taubah 105]

Pada ayat ini yang menyaksikan amal perbuatan kita adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Namun siapa nantinya yang akan menentukan apakah amal perbuatan kita diterima atau tidak. Hanya Allah. Maka tidak perlu kita mencari pengakuan orang-orang kalau kita salafi.

Ikuti dan teladani para salaf semampu kita, Allah-lah nanti yang akan mengabarkan benar tidaknya amal perbuatan kita. Ini yang ana pahami,

Allahu A'lam bishshowab.

Semoga اللّه senantiasa memberi kekuatan perpegang teguh diatas manhaj salaf

آمِــــــــــيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِــــــــــيْنَ

Diriwayatkan dari shahabat Anas radhiyallaahu ‘anhu secara marfu’, “Tidak akan istiqamah (dengan sempurna, pent) keimanan seorang hamba sampai hatinya istiqamah, dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah sampai lisannya bisa istiqamah.” (HR. Ahmad).

semoga bermanfaat

source discussion :

Haidir Rahman Rz

Pujangga Miskin Al Ghuroba'

source 1
source 2
source 3


jazaakumullahu khairan yaa ikhwah fillah.

Mengenal Kucing Di Sekitar Kita


by Al-Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal -Hafizhahullah-

Alhamdulillah wa sholaatu wa salaamu ‘ala rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Maksud judul pada posting kali ini bukanlah untuk sekedar mengenal kucing, namun kita akan lebih jauh meninjau hewan yang satu ini dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga bermanfaat.

Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
 

“Kucing ini tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita. ” (HR. At Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ad Darimi, Ahmad, Malik. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 173 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Sebab Abu Qotadah menyebutkan hadits di atas telah dipaparkan sebelum penyebutan hadits ini. Dalam riwayat Abu Daud diceritakan dari Kabsyah binti Ka’ab bin Malik (dia adalah istri dari anak Abu Qotadah). Wanita ini mengatakan bahwa Abu Qotadah pernah masuk ke rumah, lalu dituangkanlah air wudhu padanya. Kemudian tiba-tiba datanglah kucing. Bejana air wudhu lantas dimiringkan, lalu kucing itu minum dari bejana tersebut. Abu Qotadah pun melihat wanita tadi merasa heran padanya. Abu Qotadah mengatakan, “Apakah engkau heran (dengan tingkahku), wahai anak saudaraku?” Wanita tersebut lantas menjawab, “Iya.” Setelah itu, Abu Qotadah menyebutkan hadits di atas.

Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari hadits di atas

Pelajaran Pertama
Kucing adalah binatang yang suci, namun haram untuk dimakan. Ada suatu kaedah:
“Segala hewan yang haram dimakan termasuk hewan yang najis.”
Namun, dalam penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, ada pula hewan yang tidak dikatakan najis yang menyelisihi kaedah tadi. Kucing memang pada asalnya najis karena kucing haram untuk dimakan. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan alasan yang tidak kita temui pada hewan lainnya yaitu karena kucing adalah hewan yang biasa kita temui di sekitar kita.
Jadi, faedah dari hadits ini:
semua hewan yang haram dimakan dihukumi najis kecuali hewan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumi suci dengan alasan yang tidak ditemui pada hewan lainnya.

Pelajaran kedua
Kucing memang tidak najis. Namun apakah ini berlaku secara umum? Jawabannya: Tidak. Kucing memang tidak najis pada: air liurnya, segala sesuatu yang keluar dari hidungnya, keringat, bekas minum dan bekas makannya. Namun, pada kotoran dan kencing dari hewan tersebut tetap dihukumi najis. Begitu pula darahnya dihukumi najis. Alasannya, karena kotoran, kencing dan darah pada hewan yang haram dimakan juga dihukumi najis. Jadi, segala sesuatu yang berasal dari bagian dalam tubuh dari hewan yang haram dimakan dihukumi najis, seperti kencing, kotoran, darah, muntahan dan semacamnya.

Pelajaran ketiga
Jika kucing minum dari suatu wadah yang berisi air –sebagaimana diceritakan sebab Abu Qotadah menyebutkan hadits ini-, maka air tadi tidak dihukumi najis, baik kucing tersebut meminumnya dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Alasannya, karena air yang ada di bejana Abu Qotadah tadi hanya sedikit yang digunakan untuk berwudhu.

Pelajaran keempat
Tidak ada beda apakah kucing tersebut memakan sesuatu yang najis (semacam bangkai) dalam jumlah yang banyak atau sedikit. Kenapa? Karena kemutlaqan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi. Nabi ucapkan dalam bentuk umum: “Kucing tidaklah najis”. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup baik kucing tadi makan sesuatu yang najis beberapa saat tadi atau sudah dalam waktu yang lama. Jadi tidak boleh dikatakan, “Tadi saya lihat kucing tersebut makan tikus, lalu sekarang minum air dari bejana tersebut. Maka air ini kita hukumi najis.” Hal ini tidak demikian.

Pelajaran kelima
Dari hadits ini, maka benarlah kaedah yang biasa disebutkan oleh para ulama:
“Al masyaqqoh tajlibut taisir (Karena adanya kesulitan, datanglah kemudahan)”.
Allah telah meniadakan najis dari kucing karena kesulitan yang diperoleh yang sulit kita hindari yaitu kucing adalah hewan yang selalu kita temui dan berada di sekitar kita. Seandainya kucing dihukumi najis padahal dia sering meminum air, susu atau memakan makanan yang ada di sekitar kita, maka ini akan sangat menyulitkan. Oleh karena itu, karena adanya kesulitan semacam ini, datanglah kemudahan yaitu kucing tidaklah najis.

Pelajaran keenam
Najis yang sulit dihindari dimaafkan jika kita terkena najis tersebut. Sebagaimana pendapat sebagian ulama yang menilai darah itu najis (padahal menurut pendapat yang lebih kuat, darah tidaklah najis), mereka mengatakan: darah yang jumlahnya sedikit selain yang keluar dari kemaluan dan dubur dimaafkan.

Pelajaran ketujuh
Tikus juga termasuk hewan yang suci, namun haram dimakan. Alasannya sama dengan kucing, karena tikus adalah hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekitar kita.

Pelajaran kedelapan
Penjelasan dalam hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah sangat menyayangi makhluk-Nya. Di saat kita mendapatkan kesulitan dan sulit dihindari, Allah akhirnya memberi keringanan kepada kita. Bisa dikatakan demikian karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini: “Kucing ini tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita”.

Jadi, syariat Islam dibangun di atas rahmat, kemudahan dan penuh toleran. Kaedah ini dapat pula kita telusuri pada firman Allah:


يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
 

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
 

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj: 78)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,


إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
 

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan.” (HR. Bukhari no. 39)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menasehati para sahabat yang ingin menghardik Arab Badui,


فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
 

“Sesungguhnya kalian diutus untuk mendatangkan kemudahan. Kalian bukanlah diutus untuk mendatangkan kesulitan.” (HR. Bukhari no. 6128)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,


يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا ، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا
 

“Berilah kemudahan, janganlah membuat sulit. Berilah kabar gembira, janganlah membuat orang lari.” (HR. Bukhari no. 69)

Pelajaran kesembilan
Jika orang melihat sesuatu pada kita yang dirasa asing pada diri kita, maka hendaklah kita menghilangkan keanehan yang dia anggap sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Qotadah tadi ketika Kabsyah merasa aneh dengan apa yang dia lakukan.

Demikian apa yang kita kaji dan kita gali dari hadits ini. Semoga yang sedikit ini, bisa menambah ilmu kita dan semoga bisa membuahkan amal sholeh.
Alhamdulillallahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Faedah dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah di kitab Fathu Dzil Jalali Wal Ikrom bisyarh Bulughil Marom, hal. 107-114, terbitan: Madarul Wathon Lin Nasyr.

Pangukan, Sleman, 16 Shofar 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal

http://rumaysho.wordpress.com/2009/02/12/mengenal-kucing-di-sekitar-kita/


mengapa kucing TIDAK NAJIS dan mengapa air bekas minuman dan makanan bekas jilatan kucing tidak najis?
Karena penelitian ilmu kedokteran telah membuktikan RAHASIA SUNNAH NABI ini bahwa ternyata Tidak Ditemukan Bakteri dan Semacamnya yg berbahaya dalam Kulit, bulu, air liur, dan mulut kucing. DAN

Lidah kucing [jika ada yg pernah dijilat kucing *berdasakan pengalaman saya] pasti terasa kasar, sebab permukaan lidah kucing ALLAH setting dgn bintik2 kasar yg berfungsi utk membersihkan/menyucikan tubuhnya, tenang saja,.. lidah kucing tidak najis sebab tidak ada setetes air liurnya sedikitpun yg jatuh!! Oleh krn itu air bekas minum kucing mau byk/sedikit SAH kita pake utk brwudhu. Subhanallah...
HUKUM MENJUAL KUCING
 
hadits berikut:

أن النبي صلى الله عليه و سلم نهى عن بيع الهر

“Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan kucing.” (Riwayat Muslim)

Pada hadits lain dinyatakan:

عن أبي الزبير قال سألت: جابرا عن ثمن الكلب والسنور؟ قال: زجر النبي عن ذلك. رواه مسلم

“Abu Az Zubair, menuturkan: saya pernah bertanya kepada sahabat Jabir tentang hasil penjualan anjing dan kucing? Ia menjawab: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela hal itu.” (Riwayat Muslim)

Read more about hukum menjual kucing islam by www.konsultasisyariah.com

foto

Blog Archive