Follow us on:
^TERORISM^





bismillaah,

Dalam Keputusan Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama (Lembaga Ulama Besar) No.148 tanggal 12/1/1409 H yang dimuat oleh majalah Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy edisi 2 hal.181 dan majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah edisi 24 hal.384-387, dikeluarkan keputusan dari Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama dan kemudian keputusan ini disetujuhi oleh para anggota majelis seperti syeikh Ibnu Bazz, syeikh Ibnu ’Utsaimin, syeikh ’Abdul ’Aziz Alu Syeikh, syeikh Sholih Al-Fauzan, syeikh Sholih Al-Luhaidan dan 12 anggota yang lainnya.

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ أَجْمَعِيْنَ ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدْيِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . وَبَعْدُ:

Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama dalam sidangnya yang ke-32 yang diselenggarakan di kota Thaif dari tanggal 8/1/1409 – 12/1/1409 H, berdasarkan bukti-bukti yang kuat berkaitan dengan banyaknya aksi-aksi perusakan yang telah menelan korban yang sangat banyak dari kalangan orang-orang yang tidak berdosa dan telah rusak karenanya (sesuatu yang) banyak dari harta benda, hak-hak milik maupun fasilitas-fasilitas umum baik di negeri-negeri Islam maupun yang di negeri lain yang dilakukan oleh orang-orang yang lemah atau hilang imannya dari orang-orang yang memiliki jiwa yang sakit dan dendam. Diantaranya menghancurkan rumah-rumah dan membakarnya baik tempat-tempat umum maupun yang khusus, menghancurkan jembatan-jembatan dan terowongan-terowongan, peledakan pesawat atau membajaknya. Melihat kejadian-kejadian seperti ini, beberapa negara baik yang dekat maupun yang jauh dan karena Arab Saudi sama seperti negara-negara lainnya, memiliki kemungkinan akan diserbu oleh aksi-aksi perusakan ini. Maka Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama melihat sangat pentingnya untuk menetapkan hukuman bagi pelakunya sebagai langkah preventif untuk mencegah orang-orang dari melakukan gerakan perusakan baik gerakan tersebut dilakukan terhadap tempat-tempat umum dan sarana-sarana milik pemerintah maupun ditujukan kepada yang lainnya dengan tujuan untuk merusak dan mengganggu keamanan dan ketentraman.

Majelis telah meneliti apa yang disebutkan oleh para ulama bahwa hukum-hukum syari’at secara umum mewajibkan untuk menjaga 5 perkara pokok dan memperhatikan sebab-sebab yang menjaga kelestarian dan keselamatannya, yaitu : agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta. Dan Majelis telah memperoleh gambaran akan bahaya-bahaya yang sangat besar yang timbul akibat Jarimah (perbuatan keji) pelampauan batas terhadap Hurumat (hak-hak suci) kaum muslimin pada jiwa, kehormatan dan harta mereka dan apa-apa yang disebabkan oleh aksi-aksi perusakan ini berupa hilangnya rasa keamanan umum dalam negara, timbulnya kekacauan dan kegoncangan dan membuat takut kaum muslimin atas dirinya maupun harta bendanya.

Allah ‘Azza wa Jalla menjaga manusia ; agama, badan, jiwa, kehormatan, akal dan harta bendanya dengan disyari’atkannya hudud (hukum-hukum ganjaran) dan uqubah (hukuman balasan) yang akan menciptakan keamanan secara umum dan khusus.

Dan di antara yang menjelaskan hal tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. (QS. Al-Ma`idah : 32).

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik (secara bersilangan), atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan bagi mereka di akhirat siksaan yang besar”. (QS. Al-Ma`idah : 33).

Dan penerapan hal tersebut merupakan jaminan untuk meratakan (menyebarkan) rasa aman dan ketentraman dan mencegah orang yang akan menjerumuskan dirinya dalam perbuatan dosa dan melampaui batas tehadap kaum muslimin pada jiwa-jiwa dan harta benda mereka. Dan jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat bahwasanya hukum muharabah (memerangi pembuat kerusakan) di kota-kota dan selainnya adalah sama, dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا
“Dan berupaya membuat kerusakan di muka bumi”.

Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ الْفَسَادَ

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan membinasakan tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai perusakan”. (QS. Al-Baqarah : 204-205).

Dan (Allah) Ta’ala berfirman :

وَلاَ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya”.(QS. Al-A’raf : 56,85).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala : “(Allah) telah melarang membuat kerusakan di muka bumi dan apa-apa yang membahayakannya setelah diperbaikinya karena sesungguhnya apabila perkara-perkara berjalan di atas As-Sadad (lurus dan baik) kemudian terjadi kerusakan setelah itu maka itu adalah sesuatu yang paling berbahaya atas para hamba maka (Allah) Ta’ala melarang hal tersebut”.

Dan berkata Al-Qurthuby : “(Allah) Subhanahu Wa Ta’ala melarang setiap kerusakan sedikit maupun banyak setelah perbaikan yang sedikit maupun banyak maka hal ini (berlaku)

secara umum menurut (pendapat) yang benar dari berbagai pendapat (yang ada)”.

Berdasarkan penjelasan di atas dan karena apa yang telah lalu penjelasannya melampaui perbuatan-perbuatan para perusak yang mereka itu memiliki target-target khusus dimana mereka mengejar hasilnya berupa harta benda atau kehormatan. Dan sasaran mereka (para pelaku teror itu-pen.) adalah mengganggu keamanan dan merobohkan bangunan umat dan membongkar aqidahnya dan melencengkannya dari manhaj Rabbany (manhaj yang haq).

Maka majelis dengan sepakat memutuskan (hal-hal) sebagai berikut :

Pertama : Siapa yang terbukti secara syar’i melakukan perbuatan dari perbuatan-perbuatan terorisme dan membuat kerusakan di muka bumi yang menyebabkan gangguan keamanan dan menganiaya jiwa-jiwa dan harta benda baik milik khusus maupun yang milik umum seperti menghancurkan rumah-rumah, mesjid-mesjid, sekolah-sekolah atau rumah sakit, pabrik-pabrik, jembatan-jembatan, gudang-gudang senjata, penampungan-penampungan air, fasilitas-fasilitas umum untuk baitul mal seperti saluran-saluran/pipa-pipa minyak dan menghancurkan pesawat atau membajaknya dan yang semacamnya, maka hukumannya adalah dibunuh berdasarkan kandungan ayat-ayat di atas bahwasanya perusakan di muka bumi yang seperti ini mengharuskan penumpahan darah si perusak. Dan karena bahaya dan kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan perusakan adalah lebih besar dari bahaya dan kerusakan pembegal jalanan yang melampaui batas kepada seseorang lalu membunuh dan merampas hartanya,maka Allah telah menetapkan hukumannya dalam apa yang tersebut dalam ayat Al-Harabah (QS. Al-Ma`idah : 33 di atas-pen.).

Kedua : Bahwasanya sebelum menjatuhkan hukuman sebagaimana point di atas (yaitu dibunuh-pen), harus menyempurnakan Al-Ijra`at (urusan, administrasi) pembuktian yang lazim di Pengadilan-Pengadilan syari’at, Hai‘ah At-Tamyiz dan Mahkamah Agung dalam rangka bara`atun lidzdzimmah (pertanggungjawaban di hadapan Allah) dan kehati-hatian terhadap nyawa. Dan untuk menunjukkan bahwasanya negeri ini (Arab Saudi-pen.) terikat dengan segala ketentuan syari’at untuk membuktikan kejahatan dan menetapkan hukumannya.

Ketiga : Majelis memandang perlunya menyebarkan hukuman ini melalui media massa.
Dan salam dan shalawat semoga senantiasa terlimpahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga dan shahabatnya.

***end***

source: www.an-nashihah.com

posted : Jalan yang Lurus
 

source 


arti terorisme itu sendiri berbeda2 di tiap jaman dan di tiap2 negara, tapi intinya, tindakan terorisme itu
adalah tindakan yang meresahkan, menimbulkan kecemasan, ketakutan pd rakyat sipil (umat muslim) khususnya,

kiranya hadits berikut, cukup 'menjelaskan' apa itu 'terorisme',

diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (2/720) dan Ahmad dalam Musnad-nya (5/362) dari Abdurrahman bin Abi Laila:

قَالَ: حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ: لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

"Katanya: Para shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita kepadaku, bahwa beliau (Nabi) bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengagetkan dan membuat takut muslim lainnya."

Hadits ini shahih, Asy-Syaikh Muqbil menyebutkannya dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad mimma Laisa fish Shahihain (2/418)

jadi..

meresahkan umat muslim itu 'haram' sesuai syar'i



skr saya ingin bertanya, apakah meledakkan mall, tempat2 umum, dimana di negeri itu tidak ada peperangan, negeri yang damai, itu tidak meresahkan, membuat kaget, takut serta bisa menimbulkan efek nama Islam rusak akibat semua perbuatan tsb ...diatas?"

jika jawabannya, iya --> lantas, kenapa dilakukan ?

itu yang disebut 'tindakan2 teroris',

ngebom ga jelas, semangat tinggi, minim ilmu, salah mengambil panutan,

apakah mereka tidak tahu, syaithan menggoda manusia bukan dengan manusia yg tidak suka beribadah saja, tapi juga yang taat beribadah, maka sama syaithan akan disesatkan dgn diajak untuk 'berlebih-lebihan' dlm beragama,

ya salah satunya itu hasilnya, menjadi pelaku2 bom yang tidak bertanggung jawab dan sangat-sangat meresahkan masyarakat (umat muslim) khususnya,

pertanyaan terakhir,

apakah dgn perilaku2 mereka spt itu Islam jadi tambah jaya ?

come on..

yang ada, malah Islam makin disudutkan, ulama2 ditangkapi, disiksa, orang2 tidak bersalah menjadi korban, entah itu korban bom atau malah korban penangkapan, dan negeri pun jadi resah, belum lagi keluarga2 korban yang ditinggalkan dll dll

mereka itu 'dibutakan' oleh hawa nafsu dan kejaahilan mereka sendiri,

masa orang lagi mau shalat jum'at di bom juga ? Di dalam masjid ? ini kan sudah tidak benar namanya


Itulah pentingnya bermanhaj salafus shalih, agar umat Islam jauh dari bid'ah, syirik dan khurofat. Kebodohan + taqlid buta yang telah melatarbelakangi munculnya fitnah khowarij.

Orang-orang kafir juga banyak yang jadi teroris hanya saja tidak terlalu diekspos media massa. Hal ini tidak terlepas dari kepentingan terselubung musuh-musuh Islam.

Hati-hati dari kalimat kufur seperti "orang kafir lebih baik dari muslim" sebab kalimat itu ibaratnya telah 'menyembelih' umat Islam, hingga dapat mengandung pengertian orang kafir bisa masuk surga dan kita ke neraka, Allahul musta'an. Dari aqidah saja antara kita dan orang-orang kafir jelas bertolak belakang. Jadi kesimpulannya, sehebat apapun akhlak dan muamalah mereka, yang matinya dalam keadaan kafir maka kekal di neraka. Na'udzubillah...



DAMPAK NEGATIF TERORISME

Oleh : Abu Muawiah


Berikut ini beberapa dampak negatif dari aksi terorisme.

SATU : Penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Telah nampak dari penjelasan-penjelasan yang telah lalu bahwa segala bentuk perbuatan kerusakan, peledakan, dan aksi-aksi terorisme adalah terlarang dalam agama ini. Demikian pula menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dari kalangan muslim, kafir dzimmi, mu’ahad dan musta’man adalah haram menurut dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka siapa yang melanggar hal tersebut bersiaplah untuk menuai ancaman Allah Jalla Jalâluhu dalam firman-Nya,

“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfâl : 13)

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.” (QS. Al-Mujadilah : 20)

DUA : Keluar dari jama’ah kaum muslimin dan tidak mengikuti jalan mereka.

Juga telah dijelaskan bahwa segala bentuk perbuatan kerusakan, peledakan, dan aksi-aksi terorisme serta menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dari kalangan muslim, kafir dzimmi, mu’ahad dan musta’man adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Maka melanggar hal tersebut berarti telah keluar dari jalan kaum muslimin. Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah menegaskan,

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami akan membiarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa’ : 115)

Dan Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam bersabda,

مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ، مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Siapa yang keluar dari keta’atan dan berpisah dari Al-Jama’ah kemudian ia mati. Maka matinya adalah mati jahiliyah.[1]”

Dan beliau juga bersabda,

فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قَيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ يَرْجِعَ

“Sesungguhnya barangsiapa yang berpisah dari Al-Jama’ah walaupu sejengkal, maka sungguh ia telah melepas ikatan Islam dari lehernya.[2]

TIGA : Pembangkangan dan penghinaan terhadap penguasa.

Terjadinya aksi-aksi terorisme di negeri-negeri Islam terhitung penentangan dan penghinaan terhadap penguasa. Dan cukuplah dosa terhadapnya karena ia telah menyelisihi firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisâ` : 59)

Dan Nabi shollallaahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئاً فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْراً مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Siapa yang membenci sesuatu dari pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Karena siapa yang keluar dari kekuasaan sejengkal kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.[3]”

Dan beliau juga mengingatkan,

مَنْ أَهَانَ السُّلْطَانَ أَهَانَهُ اللهُ

“Siapa yang menghinakan penguasa, maka Allah akan menghinakannya.[4]”






EMPAT : Membuat bid’ah dalam agama.

Seluruh aksi terorisme yang terjadi di masa ini, walaupun dinisbatkan kepada Islam, namun pada hakikatnya ia adalah perkara baru dalam aga
ma yang sama sekali tidak dicontoh oleh Nabi shollallaahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wa sallam dan para shahabatnya. Dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bahwa Rasulullâh shollallaahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengadakan sesuatu yang baru dalam agama kami padahal ia tidak ada asalnya (dalam agama) maka sesuatu itu tertolak.[5]”

Dalam riwayat yang lain dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shollallaahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak termasuk dalam urusan agama kami, maka hal itu tertolak.[6]”

Dalil-dalil tentang kerusakan bid’ah dan bahayanya sangatlah banyak. Wallâhul Waliyyut Taufîq.

LIMA : Hal tersebut adalah sikap khianat dan melanggar janji.

Dan telah berlalu berbagai dalil tentang bahaya dan besarnya siksaan terhadap orang-orang yang berkhianat dan melanggar janji. Dan kami ingatkan disini dengan firman Allah Jalla Sya’nuhu,

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kalian telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (QS. Al-Anfal : 55-56)

ENAM : Melanggar perjanjian kaum muslimin.

Menyimak pembahasan-pembahasan yang telah lalu, akan nampak dengan sangat jelas bahwa kebanyakan dari aksi-aksi terorisme yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin adalah membatalkan perjanjian yang telah dijalin oleh penguasa atau bagian dari negara, baik itu berupa jaminan keamanan, perdamaian dan sebagainya. Dan renungkanlah ancaman perbuatan tersebut dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam,

ذِمَّةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَاحِدَةٌ فَمَنْ أَخْفَرَ مُسْلِماً فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلَا عَدْلٌ

“Dzimmah (tanggung jawab, perjanjian) kaum muslimin adalah satu. Barangsiapa yang membatalkan perjanjian seorang muslim maka laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia atasnya, tidak diterima darinya sedikitpun.[7]”





TUJUH : Hal tersebut adalah perbuatan zholim dan melampaui batas.

Seorang muslim yang baik dan memahami agamanya dengan benar tidaklah ragu bahwa aksi-aksi terorisme dan yang
semisalnya adalah perbuatan kezholiman dan melampaui batas. Dan telah berlalu sejumlah penjelasan tentang haramnya sikap zholim dan melampaui batas.

Berkata Masruq bin Al-Ajda’ Al-Wadi’iy rahimahullah, “Saya tidak pernah menzholimi seorang muslim pun dan tidak (pula) seorang kafir mu’ahad.[8]”

Dan berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Sesungguhnya orang yang dizholimi walaupun ia diizinkan untuk membalas kezholiman terhadap dirinya dalam firman-Nya,

“Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah terzholimi, tidak ada suatu dosapun atas mereka.” (QS. Asy-Syura : 41)

namun hal tersebut disyaratkan padanya dua syarat, salah satunya adalah punya kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dan yang kedua adalah tidak boleh melampaui batas. Adapun kalau dia tidak mampu atau pembelaan diri tersebut akan mengantar kepada penganiayaan yang lebih (berbahaya), maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Demikianlah asal larangan dari suatu fitnah.[9]”

DELAPAN : Menghambat jalan tersebarnya agama Allah.

Betapa banyak kegiatan-kegiatan dakwah Islam yang terhenti karena tindakan dan aksi terorisme yang nampak belakangan ini. Penyebaran Islam, ajakan masuk Islam, usaha mendidik kaum muslimin –khusus di negara yang kaum muslimin minoritas padanya-, pengadaan daurah atau studi ilmiyah, penyebaran buku-buku Islam, bantuan dan santunan untuk kaum muslimin, pembangunan masjid dan sekolah-sekolah Islamy dan lain-lainnya tidak terhingga dari aktifitas dakwah yang terhambat karena perbuatan-perbuatan tersebut. Maka mereka yang telah menghambat jalan Allah ini sungguh akan merugi kelak di kemudian hari.

“Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya.” (QS. An-Nisa` : 55)

“Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.” (QS. An-Nahl : 88)

“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.” (QS. At-Taubah : 9)

SEMBILAN : Membuat takut kaum muslimin.

Aksi-aksi terorisme tersebut telah meruntuhkan suatu dasar pokok dalam agama kita, yaitu penegakan keamanan yang merupakan ciri syari’at kita. Dan telah diuraikan sejumlah dalil tentang dosa dan bahaya membuat ketakutan di tengah kaum muslimin.

Namun para teroris yang menganggap diri mereka di atas tuntunan Islam itu tidak pernah sadar betapa banyak musibah dan malapetaka yang menimpa kaum muslimin akibat perbuatan mereka, dan sama sekali mereka tidak ingin mengerti betapa dihinakannya kaum muslimin di berbagai negara dari kalangan pemerintah maupun rakyat, betapa banyak pemerintah yang ditekan oleh musuh-musuh Islam dengan alasan adanya sekelompok teroris di negara mereka, dan betapa banyak kaum muslimin yang disiksa, dipenjara dan…seterusnya dari hal-hal yang harusnya seorang muslim iba dan sedih karenanya. Wallahul Musta’an.

SEPULUH : Menyebabkan terjadinya bahaya di tengah kaum muslimin.

Rasulullâh shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam besabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِيْنَ فْي الْمُسْلِمِيْنَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحْرَمْ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ فَحُرِّمَ عَلَيْهِمْ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

“Sesungguhnya muslim yang paling besar dosanya terhadap kaum muslimin adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan terhadap kaum muslimin, kemudian sesuatu tersebut diharamkan terhadap mereka karena pertanyaannya.[10]”

Perhatikan hadits di atas, kalau menghilangkan suatu hal yang halal bagi kaum muslimin karena suatu pertanyaan yang mengakibatkan hal tersebut diharamkan dalam syari’at Islam adalah suatu bahaya dan dosanya sedemikian besar, maka tentunya membuat berbagai bahaya terhadap kaum muslimin dosanya lebih besar dan lebih dahsyat. Dan Rasulullâh shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam mengingatkan tentang haramnya membuat suatu bahaya dalam bentuk apapun terhadap kaum muslimin,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak ada bahaya dan tidak yang membahayakan.[11]”

Dan dalil-dalil dalam hal ini sangatlah banyak.




SEBELAS : Berkuasanya orang-orang kafir terhadap kaum muslimin.

Harus diketahui bahwa apa yang menimpa kaum muslimin pada hari-hari ini dengan berkuasanya para musuh terhadap
mereka di sejumlah belahan negeri kaum muslimin tidak lepas dari pengaruh dan dampak negatif dari perbuatan terorisme yang sedang melanda manusia yang sama sekali tidak memperhitungkan aturan-aturan syari’at, menjaga keamanan dan penjajian dan seterusnya. Dan hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullâh shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam dalam sebuah hadits beliau yang sangat agung,

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ … وَذَكَرَ مِنْهَا : وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا فِيْ أَيْدِيْهِمْ، وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ وَيَتَخَيَّرُوْا مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ إِلَّا جَعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“Wahai sekalian kaum muhajirin, ada lima (perkara) yang kalian akan diuji dengannya dan saya berlindung kepada Allah untuk mendapati kalian…-dan beliau sebut diantaranya-, … dan tidaklah mereka membatalkan janji Allah dan janji Rasul-Nya kecuali Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka berkuasa atas mereka kemudian mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka, dan kapan para penguasa tidak berhukum dengan Kitab Allah dan merek memilih selain dari apa yang diturunkan oleh Allah kecuali Allah akan menjadikan kehancuran mereka diantara mereka (sendiri).[12]”

Hadits ini menunjukkan bahwa membatalkan perjanjian adalah sebab berkuasanya musuh terhadap kaum muslimin. Kalau membatalkan janji saja sedemikian rupa akibatnya, maka tentunya aksi-aksi terorisme dengan bobot pelanggaran yang lebih besar dari membatalkan janji tentunya lebih berbahaya dan akan lebih menyebabkan orang-orang kafir berkuasa terhadap kaum muslimin. Wallâhul Musta’ân.

DUA BELAS : Pembunuhan terhadap jiwa yang tidak bersalah.

Dan berkata Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rohimahullah, “Dan jiwa yang diharamkan oleh Allah adalah jiwa yang terjaga, yaitu jiwa seorang muslim, (kafir) dzimmi, mu’ahad dan mus`tamin.[13]”

Dan semakna dengannya sejumlah ucapan para ulama yang telah berlalu penyebutannya ketika menyinggung pembagian orang-orang kafir.

Dan tentunya sangat banyak dalil yang menjelaskan tentang bahaya menumpahkan darah orang yang tidak bersalah. Diantara adalah firman-Nya,

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Isra`il, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma`idah : 32)

“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS. Al-Furqan : 68-69)

Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan,

اجتنبوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ , قِيْلَ : يَا رسولَ اللهِ وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ باِلْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالَ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلَّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ

“Jauhilah tujuh (dosa) yang menghancurkan. Ditanyakan: “Apakah tujuh yang menghancurkan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali (membunuh) dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari pada hari pertempuran dan menuduh wanita-wanita yang suci, yang menjaga dirinya lagi beriman.”.[14]”

Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda,

لَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ فِيْ فُسْحَةٍ مِنْ دِيْنِهِ مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا

“Terus menerus seorang mukmin berada dalam kelapangan agamanya sepanjang ia tidak menyentuh darah yang diharamkan.[15]”

Dan sengaja membunuh jiwa seseorang tentu dosanya lebih besar,

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa` : 93)

Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Sungguh sirnanya dunia lebih ringan di sisi Allah dari membunuh (jiwa) seorang muslim.[16]”

Dan pembunuhan terhadap jiwa yang tidak bersalah ini semakin besar dosanya, ditinjau dari sisi lain, di mana para pelakunya telah melakukan pembunuhan kepada orang sama sekali tidak mempunyai andil dalam peperangan. Sedangkan Allah ‘Azza wa Jalla telah menegaskan,

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah : 190)

Dan juga pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak. Sedangkan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma

وُجِدَتْ امْرَأَةٌ مَقْتُوْلَةٌ فِيْ بَعْضِ مَغَازِيْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فَنَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ .

“Seorang wanita ditemukan terbunuh pada sebahagian peperangan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melarang membunuh wanita dan anak kecil.[17]”

Berkata Ibnu Rusyd (w. 595 H), “Demikian pula tidak ada silang pendapat (di kalangan para ulama) bahwa tidak boleh membunuh anak-anak kecil (orang-orang kafir) dan para perempuan, mereka sepanjang perempuan dan anak kecil tersebut tidak melakukan peperangan.[18]”

Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Dan apabila asal peperangan yang disyari’atkan adalah jihad dan maksudnya adalah supaya agama hanya milik Allah dan supaya kalimat Allah yang paling tinggi, maka siapa yang menentang (maksud) ini maka ia akan diperangi menurut kesepakatan kaum muslimin. Adapun orang yang tidak menentang dan tidak melakukan peperangan, seperti perempuan, anak kecil, ahli ‘ibadah, orang tua, orang buta dan yang semisalnya tidaklah boleh untuk dibunuh menurut kebanyakan para ulama, kecuali kalau ia mengadakan peperangan dengan ucapan atau perbuatan.[19]”



TIGA BELAS : Menyakiti kaum muslimin yang tidak berdosa.

Tidaklah terhingga berbagai kepedihan dan gangguan yang menimpa kaum muslimin -khususnya di negeri yang mereka adalah
minoritas- di belakang aksi-aksi terorisme yang terjadi. Betapa banyak linangan air mata, jerit tangis dan berbagai kengerian mewarnai kaum muslimin. Cukuplah bagi pembuat kerusakan tersebut ancaman Allah Jalla Jalaluhu dalam firman-Nya,

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 58)

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nûr : 19)

Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda,

مَنْ ضَيَّقَ مَنْزِلًا أَوْ قَطَعَ طَرِيْقًا أَوْ آذَى مُؤْمِنًا فَلَا جِهَادَ لَهُ

“Siapa yang mempersempit rumah (orang) atau memutus jalan atau mengganggu seorang mukmin maka tidak ada jihad baginya.[20]”

EMPAT BELAS : Terjadinya kerusakan di muka bumi.

Telah berlalu penyebutan berbagai dalil tentang tercelanya berbuat kerusakan di muka bumi dan larangan syari’at terhadapnya. Dan telah diterangkan bahwa Islam adalah agama yang membawa kebaikan dan menganjurkan kepada manusia untuk mengadakan perbaikan dan kemanfaatan di muka bumi.

LIMA BELAS : Menjadikan orang-orang yang komitmen terhadap agamanya sebagai bahan cercaan dan celaan.

Karena perbuatan sebagian orang, akhirnya sejumlah tuntunan syari’at dan orang-orang yang menerapkannya menjadi dihinakan. Sehingga orang yang berjenggot, laki-laki yang memakai pakaian di atas mata kaki, berpakaian islamy dan seterusnya, di kalangan sejumlah manusia telah menjadi tanda dan ciri tersendiri sebagai para teroris.

Allah Subhânahu wa Ta’la berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah kepada orang-orang yang mukmin dan mukminah kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Al-Burûj : 10)

Dan Allah ‘Azza wa Jalla menyatakan,

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak diutus sebagai penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang, bahwa sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-Muthoffifîn : 29-36)

ENAM BELAS : Merusak harta benda yang terjaga dan dilindungi dalam syari’at.

Telah dimaklumi bahwa salah satu prinsip dasar umat Islam adalah menjaga lima perkara darurat, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda[21]. Dan pada haji wadâ’, Rasulullâh shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam telah mengingatkan,

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta dan kerhormatan-kehormatan kalian adalah haram atas sesama kalian (untuk dilanggar) sebagaimana haramnya hari kalian ini (hari arafah 9 Dzulhijah) pada bulan kalian ini (Dzulhijah) pada negri kalian ini (Makkah).[22]”

Dan harta benda yang hancur dan rusak dalam berbagai aksi teror tersebut bukan hanya harta benda milik pribadi, bahkan juga milik umum dan kemashlahatan bersama.



[1] Hadits riwayat Muslim no. 1848 dan An-Nasâ`i 7/123 dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu.

[2] Hadits riwayat Ath-Thayâlisy no. 1162, Ahmad 4/130, 202, At-Tirmidy no. 2868-
2869, Ibnu Khuzaimah no. 1895, Al-Hakim 1/117-118, 421-422, Ath-Thabarâny 3/no. 3427-3431 dan Al-Baihaqy 8/157 dan dalam Syu’abul Îmân 6/59 dari Al-Hârits Al-Asy’ary radhiyallâhu ‘anhu. Dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albâny rahimahullâh dalam ta’lîq beliau terhadap Hidâyatur Ruwâh no. 3622 dan Syaikh Muqbil rahimahullâh dalam Ash-Shohîh Al-Musnad 1/204-205.

[3] Hadits Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry no. 7053, 7054, 7143 dan Muslim no. 1849.

[4] Hadits riwayat Ath-Thayâlisy no. 887, Ahmad 5/42, 48, At-Tirmidzy no. 2229, Ath-Thabarâny 6/no.7373, Al-Baihaqy 8/163 dan Al-Qadhâ’iy 1/259 dari Abu Bakrah radhiyallâhu ‘anhu. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albâny dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah 5/376.

[5] Hadits riwayat Al-Bukhâry no. 2697, Muslim no. 1718, Abu Dâud no. 4606 dan Ibnu Mâjah no. 14.

[6] Telah berlalu takhrijnya.

[7] Telah berlalu takhrijnya.

[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqôt 6/83.

[9] Al-Istiqômah hal. 41.

[10] Hadits riwayat Al-Bukhâry no. 7289, Muslim no. 2358 dan Abu Dâud no. 4610 dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh radhiyallâhu ‘anhu.

[11] Hadits Shohîh. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albâny dalam Irwâ`ul Ghalîl no. 896. Dan beliau uraikan jalan-jalannya dari hadits ‘Ubâdah bin Ash-Shômit, Ibnu ‘Abbâs, Abu Sa’îd, Abu Hurairah, Jâbir bin Abdillah, ‘Âisyah, Tsa’labah bin Abi Mâlik dan Abu Lubâbah radhiyallâhu ‘anhum.

[12] Hadits riwayat Ibnu Majah no. 4019 dan selainnya dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhu. Baca Ash-Shohîhah no. 106.

[13] Al-Qaul Al-Mufid 1/38.

[14] Hadits riwayat Al-Bukhary no. 2766, 5764, 6857, Muslim no. 89, Abu Daud no. 2874 dan An-Nasa`i 6/257.

[15] Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary no. 6862.

[16] Hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma riwayat At-Tirmidzy no. 1399, An-Nasa`i 7/ 82, Al-Bazzar no. 2393, Ibnu Abi ‘ashim dalam Az-Zuhd no. 137, Al-Baihaqy 8/22, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/270 dan Al-Khathib 5/296. Dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullah dalam Ghayatul Maram no. 439.

[17] Dikeluarkan oleh Al-Bukhary no. 3014-3015, Muslim no. 1744, Abu Daud no. 2668, At-Tirmdzy no. 1573, An-Nasa`i dalam Al-Kubro 5/185 dan Ibnu Majah no. 2841.

[18] Bidayatul Mujtahid 1/280.

[19] As-Siyasah Asy-Syar’iyyah hal. 165-166.

[20] Hadits Mu’adz bin Anas radhiyallahu ‘anhu riwayat Ahmad 3/440, Sa’id bin Manshûr dalam Sunan-nya no. 2468, Abu Daud no. 2629, Abu Ya’la no. 1483 dan dalam Al-Mafarid no. 1, Ath-Thobarany 20/no. 434-435, dan Al-Baihaqy 9/152. Dan dishohihkan oleh Al-Albany rahimahullah dalam Shohihul Jami’ no. 6378.

[21] Al-Muwâfaqôt karya Asy-Syâthiby 2/7-10.

[22] Telah berlalu takhrijnya.


foto      by De Blackdwarf