Follow us on:
Hukum Lafadz “Gusti Allah” dan “Kanjeng Nabi”


bismillah,

Bagaimana hukum menyebut Allah ‘Azza wa Jalla dengan “Gusti Allah” dan juga menyebut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Kanjeng Nabi”? Berikut ini adalah jawaban dari asatidzah tentang permasalahan tersebut.

Jawaban dari Al Ustadz Dzulqarnain hafizhahulah

Pemberitaan tentang Allah ‘Azza wa Jalla terbagi tiga:
1. Pemberitaan dalam bentuk Penamaan.
2. Pemberitaan dalam bentuk Pensifatan.
3. Pemberitaan dalam bentuk Pengkabaran.

Bentuk penamaan dan pensifatan harus terbatas pada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Ada pengabaran tentang Allah tidak diingkari oleh para ulama sepanjang mengandung makna kesempurnaan, tidak ada bentuk kekurangan dan tidak ada dalil yang melarang. Seperti Allah `Azza wa Jalla dikabarkan tentangnya dengan lafazh Asy-Syai’ (sesuatu), Al-Maujûd (yang ada) dan Al-Ma’lûm (yang diketahui). Akan tetapi lafazh-lafazh ini tidak tergolong dalam nama-nama Allah yang mulia dan tidak pula sifat-sifat-Nya yang sempurna karena tidak ada nash dalil yang menyebutkannya.
Tapi perlu diingat bahwa bab pengabaran hendaknya terbatas pada apa-apa yang dibicarakan oleh para ulama salaf dan ulama yang kokoh di atas keilmuan. Demikian kaidah dalam hal ini.

Silakan mengukur kata “Gusti”, apakah layak dalam bentuk pengabaran atau tidak dari sisi penggunaan bahasa orang yang menggunakannya.

Tapi yang bisa saya pastikan bahwa harus meninggalkan penggunaannya dan menggantinya dengan pemberitaan yang mempunyai nash dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta dikenal di kalangan ulama Salaf.

Dalam bahasa Indonesia,

Gusti berarti:

1. Sebutan bangsawan : Ke mana pun ____ pergi hamba akan ikut.

2. Sebutan untuk Tuhan (atau yang dianggap Tuhan) : Aduh ____ , saya mohon ampun, saya bertobat. [1]
Dan untuk Nabi shollahu ‘alaihi wa sallam juga saya pandang kurang layak, karena dalam kamus Bahasa Indonesia,

Kanjeng berarti:

Pangkat atau gelar yang diberikan oleh Sultan Yogyakarta atau Sunan Surakarta kepada orang yang kedudukannya sepangkat bupati : Ia dianugerahi pangkat Bupati Anom di samping mendapat gelar ____ Raden Tumenggung.
____ gusti gelar dimiliki oleh Mangkunegara di Surakarta dan Paku Alam di Yogyakarta.

____ pangeran harya gelar yang diberikan kepada keluarga dekat raja-raja di Jawa. [2]
Wallahu ‘A’lam. [3].

Jawaban dari Al Ustadz ‘Abdul Mu’thi Al Maidany hafizhahulah

Oleh karena itu kita tidak boleh menetapkan sebuah nama bagi Allah kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan Al Hadits, karena kita tidak tahu apakah nama itu mengandung makna yang mencapai puncak keindahan atau tidak.
Yang tahu bahwa nama itu mengandung makna yang mencapai puncak keindahan atau tidak hanyalah Allah, yang kemudian diwahyukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka kalau ingin menetapkan sebuah nama bagi Allah harus ada dalilnya dari Al Qur’an dan Al Hadits. Oleh karena itu kita tidak menyematkan sebuah sebutan bagi Allah kecuali dengan adanya dalil.

Seperti kita mengatakan “Gusti Allah”, apakah “Gusti” ini mengandung makna yang mencapai puncak keindahan? Yang seperti ini sebaiknya kita menjaga diri, tidak menetapkannya bagi Allah. Supaya kita tidak menetapkan kepada Allah sesuatu yang tidak tepat bagi Allah. Supaya kita tidak masuk ke dalam perbuatan berucap atas nama Allah tanpa ilmu.

Sehingga kalau kita ingin menetapkan suatu sebutan atau nama bagi Allah, maka harus memiliki dalil dari Al Qur’an dan Al Hadits. Karena nama-nama Allah itu adalah nama-nama yang mencapai puncak daripada keindahan.

Kalau ada yang mengatakan, “Tapi kan niatnya baik insya Allah, bukan ingin melecehkan Allah. Dan sebutan itu sebagai pengagungan kepada Allah.” Maka kita katakan, “Niatan baik itu tidak cukup.” Berkata ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

“Dan betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” [4].

Jawaban dari Al Ustadz Abu Karimah Asykari hafizhahulah

Arti “Gusti” kalau tidak salah adalah “Sayyid (seorang yang utama, mulia, agung, berkedudukan tinggi, pemimpin umat)”, wallohu a’lam sebaiknya kalau seseorang sudah mengerti hendaknya kata-kata ini dihilangkan saja. Alhamdulillah kita sudah mendapatkan ilmu, sehingga lebih berhati-hati, dikhawatirkan terjatuh di dalam perkara Al Ilhad (memalingkan dari nama-nama Allah yang sebenarnya). Allohu a’lam.
_______________________
[1] http://groups.yahoo.com/group/nashihah/message/67
[2] http://m.artikata.com/arti-329362-gusti.html
[3] http://m.artikata.com/arti-332838-kanjeng.html
[4] HR. Ad Darimi no. 204. Husain Salim Asad mengatakan sanad hadits ini jayyid, riwayat ini dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 2005.
Maroji’:
1. Kajian kitab Syarh Lum’atil I’tiqad Al-Hadi ila Sabili Ar-Rasyad Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin bersama Al Ustadz ‘Abdul Mu’thi hafizhahullah.
Bagaimana dengan Lafadz “Nabi Besar”
Assalamu’alaykum. Bagaimana dengan penyebutan “Nabi besar” untuk Rasululloh Muhammad sholallohu ’alayhi wasallam?
Jawab:
Wa’alaykumussalam warahmatullah.
Berikut jawaban dari Al Ustadz ‘Abdul Mu’thi Al Maidany dan Al Ustadz Hamzah Rifa’i ketika ditanya: Bagaimana hukum menyebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Nabi besar atau Nabi agung”?
Jawaban:
“Tidak mengapa insya Allah selama tidak mengandung keyakinan yang menyekutukan beliau dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Allohu a’lam.” [Ustadz 'Abdul Mu'thi]
“Wallohu a’lam, secara zhohir diperbolehkan karena semakna dengan sayyidul mursalin (pemimpin para nabi).” [Ustadz Hamzah Rifa'i]
Sumber: http://farisna.wordpress.com/2011/06/19/penyebutan-gusti-allah-dan-kanjeng-nabi/.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)

Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.

“Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]

Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.

Kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.

Allah berfirman tentang orang-orang yang beriman,

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung’.” (Ali ‘Imran: 173).

penyakit hati yang tidak bisa dirasakan seketika itu. Penyakit inilah yang menjadikan hati sebagai qalbun maridh. Dan jenis ini jauh lebih berbahaya dari jenis penyakit hati yang pertama, namun karena rusaknya, hati yang mengidap penyakit ini tidak bisa merasakannya. Hal itu karena hawa nafsu dan kebodohan yang memabukkan telah menghalangi antara hati ini dengan rasa sakit yang ditimbulkan.

Penyakit hati ini yang banyak disebutkan oleh Allah dalam al-Qur`an. Di antaranya, Allah berfirman,

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (al-Baqarah: 10).

Bahwa kita tidak bisa beragama hanya dengan mengikuti begitu saja apa yang kita dengar dari kiyai2 kita, guru2 kita, orang2tua kita, atau masyarakat kita.. Karena Islam di negeri kita ini telah banyak dicampuri oleh adat, tradisi dan budaya..

semoga bermanfaat

Hukum Wanita Melihat Ustadz Di Video Dalam Rangka Ta’lim


bismillah,

Pertanyaan:

Apa hukum wanita melihat pengajian para masyaikh yang berupa video?

Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah menjawab:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد

Allah Ta’ala berfirman:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An Nuur: 31)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini: “Firman Allah Ta’ala (yang artinya) Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya maksudnya terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah untuk dilihat selain suami-suami mereka. Oleh karena itu banyak para ulama yang berpendapat bahwa wanita tidak diperbolehkan memandang lelaki yang bukan mahram dengan syahwat, demikian juga jika tanpa syahwat hukum asalnya adalah haram. Kebanyakan para ulama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi yaitu hadits Az Zuhri dari Nabhan, pembantu Ummu Salamah, ia berkata bahwa Ummu Salamah pernah berkata kepadanya:

أنها كانت عند رسول الله صلى الله عليه وسلم وميمونة قالت: فبينما نحن عنده أقبل ابن أم مكتوم فدخل عليه، وذلك بعدما أمرنا بالحجاب، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “احتجبا منه” فقلت يا رسول الله: أليس هو أعمى لا يبصرنا ولا يعرفنا؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أوعمياوان أنتما؟ ألستما تبصرانه

Ketika itu Ummu Salamah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Maimunah, lalu Ibnu Ummi Maktum hendak masuk ke rumah. Itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab (setelah turun ayat hijab). Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Kalian berdua hendaklah berhijab darinya’. Ummu Salamah berkata: ‘Wahai Rasulullah, bukankan Ibnu Ummi Maktum itu buta tidak melihat kami dan tidak mengenali kami?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?’ . At Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih.

Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita boleh melihat lelaki non-mahram tanpa syahwat. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

جعل ينظر إلى الحبشة وهم يلعبون بحرابهم يوم العيد في المسجد، وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم حتى ملّت ورجعت

Rasulullah melihat orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari Id. ‘Aisyah Ummul Mu’minin juga melihat mereka dari balik tubuh Rasulullah. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah, sampai akhirnya ‘Aisyah bosan dan enggan melihat lagi”

[Sampai sini nukilan dari Tafsir Ibni Katsir, 3/375]

Singkat kata, tidak diperbolehkan bagi wanita untuk memandang lelaki yang bukan mahram dengan adanya syahwat, berdasarkan kesepakatan para ulama. Hukumnya haram bagi mereka.

Adapun wanita memandang lelaki yang bukan mahram tanpa syahwat, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Yang rajih, hukumnya boleh, terlebih jika ada kebutuhan. Termasuk jenis ini (ada kebutuhan), wanita yang ber-istifadah dengan rekaman-rekaman pelajaran dari para masyaikh dalam bentuk video. Walaupun demikian, yang lebih utama adalah tetap menundukkan pandangan ketika sedang mengambil pelajaran dari video tersebut. Mendengarkan suaranya saja sudah cukup, ini dalam rangka menjauh dari hal-hal yang memunculkan syubhat. Wallahu’alam.

semoga bermanfaat

FENOMENA KILATAN PETIR DAN GELEDEK DALAM KACAMATA ISLAM


bismillah,

Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan biasanya disebut kilat yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar sering disebut guruh atau geledek. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya. Cahaya merambat lebih cepat (186.000 mil / 299.338 kilometer per detik) bila dibandingkan suara (sekitar 700 mil / 1.126 kilometer per jam, bervariasi tergantung temperatur, kelembapan dan tekanan udara). Sehingga suara gemuruh biasanya terdengar beberapa saat setelah kilatan terlihat.

Petir merupakan gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, di mana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap netral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage). Petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), di mana salah satu awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif.

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.[1]

Kilatan Petir dan Geledek dalam Kacamata Syari’at Islam

Ada tiga istilah untuk kilatan petir dan geledek yaitu ar ro’du, ash showa’iq dan al barq. Ar ro’du adalah istilah untuk suara petir atau geledek. Sedangkan ash showa’iq dan al barq adalah istilah untuk kilatan petir, yaitu cahaya yang muncul beberapa saat sebelum adanya suara petir.[2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Dalam hadits marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) pada riwayat At Tirmidzi dan selainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang ar ro’du, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ مَعَهُ مخاريق مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ

”Ar ro’du adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah.”[3]

Disebutkan dalam Makarimil Akhlaq milik Al Khoro-ithi, ’Ali pernah ditanya mengenai ar ro’du. Beliau menjawab, ”Ar ro’du adalah malaikat. Beliau ditanya pula mengenai al barq. Beliau menjawab, ”Al barq (kilatan petir) itu adalah pengoyak di tangannya.” Dan dalam riwayat lain dari Ali juga,” Al barq itu adalah pengoyak dari besi di tangannya”.”

Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan lagi, ”Ar ro’du adalah mashdar (kata kerja yang dibendakan) berasal dari kata ro’ada, yar’udu, ro’dan (yang berarti gemuruh, pen). … Namanya gerakan pasti menimbulkan suara. Malaikat adalah yang menggerakkan (menggetarkan) awan, lalu memindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dan setiap gerakan di alam ini baik yang di atas (langit, pen) maupun di bawah (bumi, pen) adalah dari malaikat. Suara manusia dihasilkan dari gerakan bibir, lisan, gigi, lidah, dan dan tenggorokan. Dari situ, manusia bisa bertasbih kepada Rabbnya, bisa mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Oleh karena itu, ar ro’du (suara gemuruh) adalah suara yang membentak awan. Dan al barq (kilatan petir) adalah kilauan air atau kilauan cahaya. … ”[4]

Ketika menafsirkan surat al Baqarah ayat 19, As Suyuthi mengatakan bahwa ar ra’du adalah malaikat yang ditugasi mengatur awan. Ada juga yang berpendapat bahwa ar ro’du adalah suara malaikat. Sedangkan al barq (kilatan petir) adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat untuk menggiring mendung.[5]

Kesimpulan:

Ar ro’du kadang dimaknakan dengan malaikat yang ditugasi mengatur awan. Ada pula yang berpendapat bahwa ar ro’du (geledek) adalah suara malaikat. Sedangkan al barq atau ash showa’iq adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat yang digunakan untuk menggiring mendung.

Karena apa yang diperbuat oleh malaikat ini termasuk ranah ghoib, maka kewajiban kita hanyalah mengimaninya saja, dan tidak boleh mengingkari.

Do’a Ketika Mendengar Petir

Dari ‘Ikrimah mengatakan bahwasanya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tatkala mendengar suara petir, beliau mengucapkan,

سُبْحَانَ الَّذِي سَبَّحَتْ لَهُ

”Subhanalladzi sabbahat lahu” (Maha suci Allah yang petir bertasbih kepada-Nya). Lalu beliau mengatakan, ”Sesungguhnya petir adalah malaikat yang meneriaki (membentak) untuk mengatur hujan sebagaimana pengembala ternak membentak hewannya.”[6]

Apabila ’Abdullah bin Az Zubair mendengar petir, dia menghentikan pembicaraan, kemudian mengucapkan,

سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ

“Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih” (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya). Kemudian beliau mengatakan,

إِنَّ هَذَا لَوَعِيْدٌ شَدِيْدٌ لِأَهْلِ الأَرْضِ

”Inilah ancaman yang sangat keras untuk penduduk suatu negeri”.[7]

Jadi, do’a yang bisa dibaca ketika mendengar geledek atau suara petir adalah bacaan: “Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih” (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya).

Insya Allah, berikutnya kita masuk pada pembahasan beberapa keringanan yang diperoleh seorang muslim ketika hujan turun.

Semoga Allah mudahkan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com/

[1] Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Petir dan http://id.wikipedia.org/wiki/Guruh

[2] Lihat penjelasan para ulama selanjutnya. Mengenai makna istilah ar ro’du dan ash showa’iq, silakan lihat Rosysyul Barod Syarh Al Adab Al Mufrod, Dr. Muhammad Luqman As Salafi, hal. 381, Dar Ad Da’i, cetakan pertama, Jumadil Ula, 1426 H.

[3] HR. Tirmidzi no. 3117. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 24/263-264.

[5] Tafsir Al Jalalain, surat Al Baqarah ayat 19, Mawqi’ At Tafasir.

[6] Lihat Adabul Mufrod no. 722, dihasankan oleh Syaikh Al Albani.

[7] Lihat Adabul Mufrod no. 723, dishohihkan oleh Syaikh Al Albani.


semoga bermanfaat

Adab Memuji


bismillaah,

Salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah lisan. Lisan laksana pedang bermata dua. Lisan dapat menjadi sarana ketakwaan kepada Allah, sekaligus lisan juga dapat menjadi alat untuk mengikuti kehendak syaithan. Oleh karena itu, lisan memiliki dua bahaya besar, yaitu: mengucapkan perkara yang bathil dan tidak dipergunakan untuk mengungkapkan kebenaran. Maka lisan wajib dijaga dan dikendalikan, karena jika tidak dia akan menjadi ‘alat pembunuh’ yang berbahaya akibat apa yang keluar darinya.

Sebagaimana perkataan seorang penyair:

يموت الفتى من عثرة بلسانه
وليس يموت المرء من عثرة الرجل
فعثر ته بلسانه تذهب رأسه
وعثرته بر جله تبراء على مهل

Karena ketergelinciran lisan, seorang bisa mati
Seorang tak akan mati karena tergelincir kaki
Tergelincir lisan sebabkan kepala tiada
Sedangkan tergelincir kaki akan sembuh tanpa luka

Salah satu ‘produk’ lisan adalah pujian. Pujian adalah ungkapan kekaguman terhadap orang lain karena kelebihan yang dimilikinya, baik itu berupa kecantikan atau ketampanan, kekayaan, kepintaran, dan sebagainya. Manusia pada dasarnya senang dipuji dan dikagumi, karena pujian diisyaratkan sebagai suatu bentuk perhatian orang lain terhadap dirinya. Akan tetapi Islam telah mengatur tata cara dan adab memuji terhadap orang lain yang mengandung banyak kebaikan.

Pujian terbagi menjadi pujian yang tercela dan pujian yang diperbolehkan,

Pujian yang tercela

Yang dimaksud dengan pujian yang tercela adalah pujian yang berlebihan dan pujian yang dapat menyebabkan orang yang dipuji merasa bangga diri (‘ujub).

Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa ada orang yang memuji temannya yang ada disamping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ويلك قطعت عنق صا حبك, قطعت عنق صا حبك

“Celakalah engkau, kau telah menggorok leher saudaramu. Kau telah meggorok leher saudaramu!”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya beberapa kali. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من كان منكم مادحا أخاه لا محالة فليقل: أحسب فلانا والله حسيبه ولا أزكي على الله أحسبه كذا وكذا إن كان يعلم ذلك منه

“Barang siapa yang terpaksa harus memuji saudaranya, maka katakanlah: ‘Aku kira si fulan demikian dan demikian, tetapi Allah-lah yang menilai (keadaan sebenarnya). Aku tidak mau menilai atas nama Allah (kepada seseorang) demikian dan demikian, jika memang kelebihan itu ada pada dirinya.” [Hadits shahih, riwayat Bukhari (III/158) dan Muslim (IV/2297)]

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ada orang yang memuji saudaranya dengan sangat berlebihan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أهلكتم أو قطعتم ظهر الرجل

“Kalian telah mematahkan punggung saudara kalian (kalian telah membinasakannya).” [Hadits shahih, riwayat Bukhari (III/158 dan Muslim (IV/2297)]

Ibnu Baththal menyimpulkan bahwa larangan itu diperuntukkan bagi orang yang memuji orang lain secara BERLEBIHAN dengan pujian yang tidak layak dia terima. Dengan pujian ini orang yang dipuji tersebut, dikhawatirkan akan merasa bangga diri, karena orang yang dipuji mengira bahwa dia memang memiliki sifat atau kelebihan tersebut. Sehingga terkadang dia menyepelekan atau tidak bersemangat untuk menambah amal kebaikan karena dia sudah merasa yakin dengan pujian tersebut.

Oleh karena itu, para ulama menjelaskan bahwa makna hadits: ‘Taburkanlah debu ke muka orang yang memuji orang lain!’[1] adalah berlaku untuk orang yang memuji orang lain namun dengan cara yang berlebihan.[2]

Pujian yang dibolehkan

Tidak diragukan lagi bahwa memuji orang lain adalah termasuk penyakit lisan, jika menyebabkan orang yang dipuji merasa bangga diri atau jika pujian tersebut dilakukan secara serampangan atau melampaui batas, yakni berlebih-lebihan. Namun, JIKA pujian itu tidak mengandung hal-hal tersebut di atas, maka hukumnya diperbolehkan.

Imam Bukhari rahimahullahu Ta’ala memberi judul untuk salah satu bab dalam kitab Shahih beliau: “Bab Orang yang Memuji Saudaranya Berdasarkan Fakta yang Diketahui”. Imam Bukhari menyebutkan bahwa Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak pernah kudengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut kepada seseorang yang berjalan di muka bumi ini sebagai calon penghuni Surga kecuali hanya kepada ‘Abdullah bin Salam.” [Hadits shahih, riwayat Bukhari (VII/87), lihat juga al-Fath (X/478)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melukiskan sifat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sebagai berikut,

ما لقيك الشيطان سا لكا فجا إلا سلك فجا عير فجك

“Jika syaithan berpapasan denganmu pada suatu jalan, niscaya dia akan mencari jalan lain selain jalan yang engkau lalui.” [Hadits shahih, riwayat Muslim (IV/1864) dan al-Fath (X/479)]

Pujian yang DIPERBOLEHKAN untuk diberikan kepada saudara kita adalah pujian yang TIDAK berlebihan dan orang yang dipuji tidak dikhawatirkan merasa bangga diri, maka pujian seperti ini diperbolehkan. Oleh karena itu, pujian dengan sesuatu yang SESUAI fakta dan dengan sewajarnya sajalah yang diperbolehkan. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun dipuji dalam syair, khutbah, dan pembicaraan. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menaburkan debu ke muka orang yang memujinya dengan pujian yang wajar tersebut.[3]

Apa yang harus dikatakan ketika memuji?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

إذا رأى أحدكم من أخيه مـا يعجبه, فليدع له بالبركة

“Jika salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, maka hendaklah dia mendo’akannya agar diberikan keberkahan kepadanya.” [Hadits shahih, riwayat Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (II/716 no.2), Ibnu Majah dalam Shahih-nya (II/265) dan Ahmad dalam Musnad-nya (III/447)]

Do’a mohon keberkahan saat mendapati (melihat) sesuatu yang menakjubkan dirinya pada saudaranya,

مـا شـا ء الله لا قوة إلا بـالله, أللـهـم بارك عليه

“Maasyaa Allaah (atas kehendak Allah), tidak ada kekuatan melainkan hanya dengan (pertolongan) Allah. Yaa Allah, berikanlah berkah padanya.”[4]

Imam Nawawi rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwa dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, banyak sekali hadits yang berisi pujian kepada seseorang. Berdasarkan hal itu, para ulama mengatakan bahwa cara mengkompromikan antara hadits-hadits yang kelihatan bertentangan itu adalah dengan memaknai larangan itu berlaku untuk pujian yang berlebihan, pujian yang ditambah-tambahi dengan kedustaan atau pujian yang dikhawatirkan akan muncul rasa bangga diri di dalam diri orang yang dipuji. Namun, jika tidak dikhawatirkan akan terjadi hal demikian, maka diperbolehkan memuji meskipun dihadapan orang tersebut. Hal ini dikarenakan kesempurnaan ketakwaan, keteguhan akal dan kemantapan ilmu yang dimiliki oleh orang yang dipuji. Bahkan hukumnya menjadi sunnah apabila dengan pujian, maka dia akan termotivasi untuk senantiasa berbuat kebaikan, menambah amal kebaikan, dan memberikan teladan yang baik kepada orang lain.[5]

Allah lebih mengetahui akan hal ini.

Wallahu a’lam.

_____________

Catatan kaki:

[1] Hadits shahih, riwayat Muslim (IV/2297).
Dari Hammam bin al-Harits radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita bahwa ada seseorang yang memuji Utsman radhiyallahu ‘anhu. Miqdad lalu duduk berlutut. Al-Miqdad radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang bertubuh besar. Beliau pun akhirnya menaburkan batu kerikil kepada orang tadi. Utsman lalu berkata, ‘Apa yang sedang kamu lakukan?’ al-Miqdad berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jikalau kalian melihat ada orang yang memuji orang lain maka taburkanlah debu ke mukanya.’

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menaburkan debu ke muka orang yang memuji dengan berlebihan.

[2] Fat-hul Baari (X/477).

[3] Idem.

[4] Ad-Du’aa’ wal ‘Ilaaj bir Ruqaa minal Kitaab was Sunnah, Syaikh Sa’ad bin ‘Ali bin Wahf al-Qaththani, hal. 105.

[5] Syarah Imam Nawawi fii Shahih Muslim (XVIII/126), lihat juga Afaatul Lisaan fii Dhau’il Kitaab was Sunnah, Syaikh Sa’ad bin ‘Ali bin Wahf al-Qaththani.

penulis: Ibnu Isma'il Al-Muhajirin

posted : Jalan yang Lurus by De Blackdwarf

semoga bermanfaat

YES I KNOW


Bismillahir Rahmanir Rahim

Pernahkan kita menghadapi seseorang yang menyampaikan kepada kita suatu hadits, dimana hadits tersebut sangatlah telah familiyar ditelinga kita?

Bagaimana sikap kita yang benar kepadanya, apakah kita katakan ?

''Saya udah tau ko hadits itu (sambil memotong pembicaraannya)" ?

Ya Ikhwah Fillah..

Bukan seperti itu adab mendengarkan yang benar, melainkan kita tetap mendengarkannya dan seakan- akan kita belum pernah mendengarnya, walaupun padahal kita sudah pernah mendengar apa yang ia sampaikan jauh sebelum ia mengatakannya. Selain menjaga adab, hal ini juga menjaga perasaan saudara kita..

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan sanadnya sampai Mu'adz bin Sa'id Al-A'war, dia berkata: "Aku pernah duduk di sisi 'Atha bin Abi Rabah. Seorang lelaki kemudian menyampaikan sebuah hadits, lalu ada seorang dari kaum itu yang ikut mengucapkannya." Mu'adz berkata: "Atha pun marah.

Dia berkata: 'Sikap macam apa ini ? Sungguh aku benar-benar mendengarkan hadits itu dari orang ini, padahal aku lebih tahu tentang hadits itu. Namun aku tampakkan kepadanya seakan- akan aku tidak tahu apa-apa.'

Dia berkata juga: 'Sesungguhnya seorang pemuda menyampaikan sebuah hadits lalu aku mendengarkannya seakan-akan aku belum mengetahuinya.Padahal aku benar-benar telah mendengar hadits itu sebelum dia dilahirkan." [Raudhatul 'Uqala, hal. 72, Tadzkiratus Sami', hal. 105]

Wallahu a'lam bishshawab

semoga bermanfaat

50 Indikasi Muslimah/Muslim Terjangkiti Virus Film/Aktor/Artis Korea

by Syeh Abdullah Akiera Van As-samawiey -Hafizhahullah- on Wednesday, October 17, 2012 at 12:59am


Berikut 50 indikasi seorang muslimah ataupun muslim terjangkiti virus-virus artis korea:
  1. Meng-like page/halaman salah satu artis/aktor korea.
  2. Luapan kekaguman dipublikasikan via status.
  3. Lagu-lagu korea, meskipun tak dipahami, dijadikan dzikir di lisan
  4. Mengganti foto profile dengan foto-foto mereka.
  5. Mempelajari bahasa korea tanpa tujuan yang jelas.
  6. Mengikuti perkembangan berita mereka.
  7. Mengoleksi foto-foto mereka, apalagi yang beredar di Facebook.
  8. Membayangkan atau menghayal menjadi pasangan mereka.
  9. Hati begitu bahagia menatap wajah mereka. Ini diikuti senyum tak jelas.
10.  Menangis jika acara/film mereka terlewatkan
11.  Begitu setia menonton film mereka walaupun menghabiskan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan puluhan episode.
12.  Mengikuti konser mereka.
13.  Tiket konser, walaupun mahal dengan harga yang variasi, akan laris dan akan segera habis.
14.  Begitu ridha dan ikhlas menanti di antrian pembelian tiket walaupun suasana membludak.
15.  Histeris dan meneteskan air mata bahagia melihat wajah sang aktor yang terlihat tampan.
16. Tak sedikit adegan foto sang aktor sedang berciuman dengan pemain wanita. Lantas para muslimah akan bertutur dengan penuh harap: “seandainya aku.”
17.  Mata mereka lebih berbinar cerah memandang wajah sang aktor.
18.  Nama akun facebook menggunakan nama sang aktor atau istilah-istilah dalam bahasa korea.
19.  Tiada hari tanpa gosip tentang mereka.
20.  Judul-judul film mereka menjadi hafalan di luar kepala.

21.  Pada tahap ngefans yang akut, ada yang yang melakukan operasi plastik agar wajah lebih mirip tampilan korea.
22. Begitu juga mode pakaian termasuk topi, switer, menjadi incaran walaupun harus mencarinya di rombengan.
23. Berlangganan majalah/tabloid yang khusus membicarakan tentang artis/aktor korea.                           
24. Mode-mode yang mereka gunakan akan menjadi tren dan menjadi buruan karena dianggap standar kemewahan.
25. Termasuk dalam mode tersebut adalah celana. Bagi laki-laki dan wanita di zaman ini, celana pensil adalah lambang “gaul”.
27. Gaya rambut baik style maupun warna pun diteladani.
28. Begitu pula dengan gaya jalan. Para artis/aktor memiliki gaya khas dalam berjalan sesuai dengan peran mereka masing-masing dalam drama korea. Ini juga yang ditiru anak muda.
29. Cara mereka berfose ketika di depan kamera. Ini pun ditiru.
30. Status-status facebook yang dipenuhi bahasa korea namun tidak dipahami.

31. Foto-foto mereka dari koran/majalah/tabloid dikumpulkan lalu dirangkai menjadi sebuah kliping.
32. Foto-foto mereka yang tersebar di internet akan di print kemudian dijadikan album dan dipampang di kamar-kamar. Ini menjadi pelipur hati bagi muslimah.
33. “Cium jauh.” Jemari muslimah akan mengelus-ngelus foto mereka, bahkan mencium foto mereka. Didekaplah di dada.
34. Mengikuti kontes-kontes maupun lomba atau sejenisnya dengan hadiah bertemu sang idola baik di Indonesia maupun di Korea.
35. Semakin memburu alat-alat kosmetik agar kulit tubuh maupun wajah lebih “cingklong” seperti sang idola.
36. Terkadang keinginan bertemu dengan mereka terbawa sampai alam mimpi.
37. Lebih senang mendengar lagu korea.
38. Mengoleksi film-film korea? Tentu saja.
39. Lebih sering ikut fitnes biar badan lebih kekar dan tinggi.
40. Handphone di-setting menggunakan bahasa korea.

41. Begitu pula nada dering atau nada tunggu, menggunakan lagu korea.
42. Melakukan diet agar tampil langsing seperti artis idola.
43. Majelis gosip? Kapan sih wanita tak pernah bergosip ria. “eh, di film yang kemarin dia gagah lho, tapi kok di film ini kurang macoo y?”
44. Hati tak sabar menanti episode demi episode.
45. Hati tak tenang menunggu serial terbaru dirilis.
46. Memantau jadwal tayang di bioskop.
47. Tertarik untuk melakoni pacaran.
48. Memanggil nama pacar dengan nama sang aktor.
49. Menghayal tingkat tinggi karena tersihir senyuman manis sang aktor. Mereka menghayalkan sang artis mendatangi mereka lalu mengecup keningnya.
50. Menghayal menjadi artis/aktor dan ikut bermain peran film bersama sang idola. Bahkan karena melihat cantik sang artis, mereka menghayal melepaskan jilbabnya agar kecantikan diekspos.

Ini menandakan parahnya kualitas cinta. Slogan mencintai Allah dan Rasul-Nya tetap ada namun mulai terkikis dan lenyap oleh deretan nama-nama sang aktor. Inilah bius-bius cinta yang menyihir. Secara perlahan atau cepat akan mengikis kualitas iman apalagi pada saat yang sama banyak kewajiab syar’i terbengkalai dan menumpuknya pelanggaran etika syar’i.


>>Engkau yang Begitu Kucintai

‘Umar bin Al-Khaththab, begitu besar cintanya untuk sang Nabi. Suatu ketika, ia beranikan diri katakan cinta kepada beliau. Ungkapannya terekam apik dalam Shahih Al-Bukhari:

يا رسول الله لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي

“Wahai Rasulullah, demi Allah, setelah diriku sendiri, engkau benar-benar orang yang paling kucintai dari segalanya.”

Dengarlah dendang cinta ‘Umar. Dia bersumpah. Dia bersumpah. Dia bersumpah dengan nama Allah bahwa Rasulullah adalah pihak kedua yang paling ia cintai setelah ia mencintai dirinya sendiri. ‘Umar memposisikan Rasululllah pada urutan cinta nomor dua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menukas:

لا يا عمر حتى أكون أحب إليك من نفسك

“Tidak, wahai ‘Umar, mestinya akulah yang paling engkau cintai melebihi cintamu kepada diri sendiri.”


Segeralah ‘Umar menata kembali urutan cintanya. ‘Umar bertutur:

والذي بعثك بالحق لأنت أحب إلي من نفسي.
“Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran. Kini, engkaulah yang paling aku cintai melebihi kecintaanku pada diriku sendiri.” 


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun membenarkannya dengan berkata:

الآن يا عمر

“Sekarang, benarlah engkau wahai ‘Umar.”[1]


Allahu Akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Inilah gemuruh cinta ‘Umar di samudera hatinya. Ia dendangkan cinta yang jujur nan berkekuatan. Cinta ini begitu tulus. Cinta ini begitu lembut. Sejuk hati mendengarnya. Sejuk hati mengutarakannya. ‘Umar, dalam waktu sekejap, mampu memindahkan sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi orang yang paling ia cinta.

‘Umar tak butuh waktu lama. Ia tak butuhkan proses berpikir untuk menimbang dan mengambil keputusan. Ia mampu menggeser dan mengenyampingkan kecintaan terhadap diri sendiri di bawah kecintaan tulusnya untuk sang Nabi. Sekali lagi, begitu berkekuatannya cinta yang berkelas ini.

Apakah para muslimah mampu mengubah kekagumannya dan menjadikan sang Nabi sebagai idola/panutan pada rank teratas lalu mengubur kekaguman terhadap wajah-wajah lelaki tampan itu??


>>Aqidah Cinta yang Salah Arah


Ada sebuah cinta yang tak banyak diketahui oleh muslimah umumnya saat ini yaitu kecintaan kepada Sahabat Nabi.  Para Sahabat Nabi diberikan keistimewaan oleh Allah berupa ilmu dan keyakinan yang benar. Mereka adalah manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang tak pernah ada sebelumnya dan tidak akan pernah ada setelahnya. Para Sahabat Nabi adalah orang-orang pilihan pada generasi pilihan pula. Mereka adalah umat yang dimuliakan oleh Allah.

Allah berfirman tentang kaum Muhajirin dan Anshar beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik:

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” 


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

“Manusia terbaik adalah pada masaku ini kemudian (ada) pada masa setelahnya (masa tabi’in) dan kemudian (ada) pada masa setelahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).”[2]

Tak hanya memberikan pujian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun memberikan kecaman kepada siapapun yang mencaci para Sahabat. Beliau bertutur:

لا تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ، ولا نصيفه.

“Janganlah kalian membenci sahabatku! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sekiranya kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud maka ini tak akan mampu mencapai nilai infaq yang mereka keluarkan walau satu Mudd [sepenuh dua telapak tangan] dan tak juga mencapai separuhnya.”[3]


Inilah salah satu aqidah yang harus dipegang teguh dan dilakoni. Ahlussunnah waljama’ah menetapkan bahwa wajib mencintai sahabat Nabi.

Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili mengungkapkan:

“Diantara pokok Ahlussunnah wal jama’ah adalah adalah mencintai Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ridha dan berloyalitas kepada mereka, mendoakan dan meminta ampun untuk mereka, meyakini keutamaan mereka melebihi umat lain, berlepas diri dari pihak yang menghujat dan mencaci sahabat baik (sekte) Rafidhah maupun Nawaashib.”[4] 


Kecintaan terhadap Sahabat Nabi terkomposisi dalam dua hal[5]:
  1. Kecintaan terhadap mereka sebagai seorang muslim/mukmin secara umum.
  2. Kecintaan terhadap mereka sebagai sosok-sosok yang menemani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Cinta pada poin ke-dua ini disarikan dari nash-nash Al-Qur’an dan Hadits beserta penjelasan para ulama seperti kutipan nash-nash di atas.
Poin ke-dua inilah yang merupakan salah satu pokok penting dalam Islam dan dibahas oleh para ulama dalam kitab-kitab aqidah maupun manhaj. Inilah salah satu cinta yang benar dan terarah nan berbuah pahala. Inilah salah satu rel-rel cinta yang mesti dilalui karena ia ‘kan berujung bahagia.


>>Saling Mewarisi Cinta

Dahulu, para salaf saling mewarisi kecintaan. Mereka ajarkan anak-anak mereka untuk mencintai Abu Bakr dan Umar, sebagaimana mereka mengajarkan al-Qur’an kepada sang buah hati. Imam malik bertutur:

كان السلف يعلمون أولادهم حب أبي بكر و عمر كما يعلمون السورة من القرآن

“Dahulu para salaf mengajarkan anak-anak mereka mencintai Abu Bakr dan Umar sebagaimana mengajarkan surat dalam Al-Qur-an.”[6]

Inilah mereka mewarisi aqidah cinta untuk anak-anak mereka sehingga kelak mereka tumbuh dalam naungan cinta teruntuk para Sahabat Nabi.

Apakah aqidah cinta ini telah diarahkan dengan benar oleh para muslimah? Atau terarahkan dengan sempurna menuju wajah-wajah lelaki cantik itu?
Apakah para muslimah saling mewarisi aqidah cinta ini ataukah mereka saling mewarisi gossip tentang aktor idola?

Apakah cinta mereka kepada sang artis/aktor akan membuahkan keimanan? Akankah ia mendatangkan pahala?

Akankah cinta ini mampu melabuhkan mereka berada di taman-taman surga? Jika tidak maka mereka telah berkubang dan terbius cinta semu: cinta yang menjadikan pemiliknya menghayal dan membuahkan maksiat.


>>Kebersamaan Cinta


Cinta mengharuskan raga bersama orang-orang yang dicintai. Begitu gersang rasanya hati jika yang dicinta berada jauh dari pandangan mata.

Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya kepada beliau:

يا رسول الله كيف تقول في رجل أحب قوما ولم يلحق بهم

“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang seorang pemuda yang mencintai suatu kaum namun mereka tak bertemu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

المرء مع من أحب

“Seseorang akan bersama orang yang cintai.”[7]


Bisa jadi dan sangat mungkin mereka tak akan mengakui bahwa mereka tak mencintai sang aktor namun indikasi-indikasi cinta ini ada dan terlihat nyata. Kelak, kecintaan kepada sang aktor korea dan aktor-aktor lainnya akan menjadikan mereka, sang pecinta, bersama pihak-pihak yang mereka cintai yaitu pihak-pihak yang menjadi muara persembahan cinta.

Sebaliknya, mereka yang membuktikan cinta tulusnya kepada sang Nabi beserta Sahabatnya, kelak akan berbahagia. Mereka akan menikmati pada episode kehidupannya selanjutnya di Surga. Insya Allah.


Para Wanita, Artis Korea dan Dajjal

Para artis korea telah mampu membius muslimah. Mereka, para artis korea itu, memiliki kelebihan-kelebihan yang sifatnya manusiawi. Artinya, ketampanan, wajah yang imut, suara yang merdu, dan tetek bengek lainnya sangat mungkin dan bahkan dimiliki pula oleh orang lain di lain tempat dan waktu. Walaupun demikian, wanita-wanita muslimah telah terpesona, terpukau dan tersihir.

Lantas, hubungannya dengan Dajjal?

Dajjal adalah fitnah (ujian) yang paling besar semenjak Allah ‘azza wajalla menurunkan nabi Adam ‘alaihissalam hingga menjelang hari kiamat. Dajjal memiliki kelebihan di luar batas kemampuan manusia.

Atas izin Allah, Dajjal mampu memerintahkan langit untuk menurunkan hujan lalu menumbuhkan tetanaman yang segera menghijaukan bumi pertiwi. Pada saat yang sama pula, dia mampu menjadikan musim semi itu menjadi musim kemarau yang tiada berhujan karena memang dia juga mampu menahan hujan hingga tetumbuhan dan hewan-hewan akan mati di masa-masa kedatangannya di akhir zaman.

Dajjal mampu menghidupkan manusia yang ada di kuburan maupun orang-orang yang dibunuhnya. Dia mampu mengeluarkan kekayaan dari perut bumi yang membuat manusia terpukau dan terpesona. Lebih dari itu, ia membawa dua sungai di tangannya, sungai bermata air jenih dan sungai api. Ia mampu terbang dengan kecapatan yang luar biasa untuk mengelilingi dan menyinggahi seluruh pelosok bumi kecuali Mekkah dan Madinah yang dijaga para malaikat.

Dengan kelebihan itulah manusia terhipnotis, tersihir, terpukau sehingga menjadi pengikut Dajjal, terlebih dari kalangan para wanita. Iya, para wanita, adik-adik, kakak-kakak, istri-istri kaum muslimin kecuali mereka yang dirahmati Allah.

“Kebanyakan pengikut Dajjal,” tutur Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl dalam kitabnya Asyratus Sa'ah, “adalah orang-orang Yahudi, orang Ajam (non arab), orang Turki, dan banyak lagi manusia dari berbagai bangsa dan golongan yang kebanyakan dari orang-orang Arab dusun dan kaum wanita.”

Ucapan di atas bukanlah omong kosong belaka karena memang didasarkan sebuah hadits Ibnu Umar radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Dajjal akan turun di lembah air Murqonah' ini, maka orang yang datang kepadanya kebanyakan kaum wanita, sehingga seseorang akan pergi menemui sahabat karibnya, ibunya, anak perempuanya, saudara perempuannya, dan kepada bibinya untuk meneguhkan hatinya karena khawatir mereka akan pergi menemui Dajjal."
(Musnad Ahmad VII: 190 dengan tahqiq Ahmad Syakir, dan beliau berkata, "Isnadnya shahih.”)

Kembali mencermati hadits dan ucapan diatas, kami melihat kesamaan antara artis korea dan Dajjal yang walaupun perbedaannya begitu mencolok. Kedua-duanya memiliki satu titik kemiripan: sama-sama mampu merebut hati para wanita.

Menutup catatan ini, ada sebuah pertanyaan besar yang harus menjadi cambuk hati bagi wanita-wanita muslimah.  

“Dengan bekal apa mereka menghadapi dahsyatnya fitnah Dajjal sementara di zaman ini mereka telah terbius dengan fitnah artis-artis korea?”


***

Abdullah Akiera Van As-Samawiey

Lantai 3 Masjid 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Mataram, Rabu 01 Dzulhijjah 1433 /17 Oktober 2012 M


Senarai Inspirasi:
  1. Kitab Al-Jawaab al-Kaafiy Liman Sa-ala ‘anid Dawa-i asy-Syaafi oleh Imam Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, diterbitkan oleh Markaz al-‘Urwah al-Watsq Lilbahts al-‘Ilm.
  2. kitab Mahdhu Al-Ishabah fiy Tahriiri ‘Aqiidati Ahli As-Sunnah wa Mukhalifiihim fiy Ash-shahaabati karya syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili  hafidzahullah, terbitan Dar Al-Imam Ahmad, Al-Qaahirah. 
  3. Al-Maktabah Asy-Syamilah.
  4. Buku Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah oleh Ustadz Yazid bin abdul Qadir Jawas, terbitan Pustaka Imam Syafi’i, Bogor, cetakan ke-7.
  5. Artikel kami yang berjudul "Pencuri Hati Bidadari Bumi"


End Notes:

[1] HR al-Bukhari no. 6632
[2] Muttafaq ‘alaihi
[3] Hadits riwayat al-Bukhari (3673), Muslim (2541), dan yang lainnya.
[4] Dikutip dari kitab Mahdhu Al-Ishabah fiy Tahriiri ‘Aqiidati Ahli As-Sunnah wa Mukhalifiihim fiy Ash-shahaabati karya Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili  hafidzahullah, terbitan Dar Al-Imam Ahmad, Al-Qaahirah, hal 13.
[5] Ibid,
[6] Syarah Ushul I’tiqad Ahlussunnah, Juz 7 hal. 1240.
[7] HR al-Bukhari no. 6169

semoga bermanfaat

source 

Islam Memandang Syair

bismillaah,


Allah Ta’ala berfirman:

وَالشُّعَرَاء يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ. أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ. وَأَنَّهُمْ يَقُولُونَ مَا لا يَفْعَلُونَ. إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ
كَثِيرًا وَانتَصَرُوا مِن بَعْدِ مَا ظُلِمُوا

“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah. Dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman.” (QS. Asy-Syu’ara`: 224-227)

Ubay bin Ka’ab telah mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ الشِّعْرِ حِكْمَةً

“Sesungguhnya di antara syair itu ada yang merupakan hikmah.” (HR. Al-Bukhari no. 6145)

Dari Al-Bara` bin ‘Azib radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Hassan bin Tsabit pada perang Quraizhah:

اهْجُ الْمُشْرِكِينَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ مَعَكَ

“Seranglah kaum musyrikin (dengan syairmu), karena Jibril bersamamu.” (HR. Al-Bukhari no. 6153 dan Muslim no. 2486)

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ أَحَدِكُمْ قَيْحًا يَرِيهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا

“Sesungguhnya perut salah seorang di antara kalian penuh dengan nanah hingga merusak ususnya, itu lebih baik daripada perutnya penuh dengan syair (sajak).” (HR. Al-Bukhari no. 6154 dan Muslim no. 2258)

Penjelasan ringkas:

Syair adalah suatu ucapan dalam bentuk sajak, yang jika isinya baik maka dia adalah kebaikan dan jika isinya jelek maka dia adalah kejelekan. Karenanya jika isi syair tersebut mengandung suatu keutamaan atau dorongan untuk berakhlak dengan akhlak yang mulia, maka itu adalah syair yang terpuji dan dianjurkan. Akan tetapi jika isinya selain daripada itu, seperti mengandung celaan kepada seorang muslim, atau mengolok-olok kaum muslimin, atau mengajak kepada perbuatan kefasikan dan kebejatan hawa nafsu, maka itu adalah syair yang tercela, yang telah ditahdzir oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

source: http://al-atsariyyah.com/islam-memandang-syair.html


Bagaimana hukumnya mengaqiqahkan anak yang sudah wafat

bismillaah,
 
Tanya: Bagaimana hukumnya mengaqiqahkan anak yang sudah wafat? Apakah kewajiban orang tua belum gugur? Mohon dijawab terima kasih. Wassalamualaikum. (Ardiansyah Permadi)

Jawab:

Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah washshalatu wa
ssalamu 'alaa rasulillah.

Aqiqah termasuk sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dianjurkan. Berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda;

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya: "Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan kambing pada hari ke-7, dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’iy, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abdul Haq, lihat at-Talkhis 4/1498 oleh Ibnu Hajar)

Maksud tergadaikan di sini adalah tertahan dari suatu kebaikan yang seharusnya diperoleh jika ia diaqiqahi. Karena seorang bisa kehilangan memperoleh kebaikan karena perbuatannya sendiri atau karena perbuatan orang lain. (Lihat Tuhfatul Maudud,Ibnul Qayyim hal.122-123, tahqiq: Syeikh Salim al-Hilali)

Berdasarkan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits diatas maka tidak selayaknya meninggalkan aqiqah jika mampu. Bahkan kebiasaan para salaf mereka senantiasa melaksanakan aqiqah untuk anak-anak mereka.

Yahya al-Anshori rahimahullahu mengatakan: “Aku menjumpai manusia dan mereka tidak meninggalkan aqiqah dari anak laki-laki maupun perempuan”. (Al-Fath ar-Robbani, Ibnul Mundzir 13/124, lihat Ahkam al-Maulud hal.51, Salim bin Ali Rosyid as-Sibli dan Muhammad Kholifah Muhammad Robah)

Berhubungan dengan mengaqiqahi orang yang sudah meninggal maka tidak lepas dari tiga keadaan;

Pertama: Orang tua mengaqiqahi anak yang telah meninggal. Jika anak tersebut meninggal ketika sudah terlahir ke dunia, tetap disyariatkan untuk diaqiqahi.

Dan jika meninggalnya masih dalam kandungan dan sudah berusia 4 bulan maka disyariatkan aqiqah, jika kurang dari 4 bulan maka tidak disyariatkan.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Apabila janin itu keguguran setelah ditiupkannya ruh maka janin tersebut dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur di pekuburan kaum muslimin, serta diberi nama dan diaqiqahi. Karena dia sekarang telah menjadi seorang manusia, maka berlaku pula baginya hukum orang dewasa”. (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyyah hal.90, Ibnu Utsaimin)

Kedua: Anak mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal. Hukumnya tidak disyariatkan, karena perintah aqiqah ditujukan kepada orang tua bukan kepada anak.

Ketiga: Mengaqiqahi seorang manusia yang telah meninggal. Jika ada seseorang yang meninggal dan dia semasa hidupnya belum diaqiqahi, maka tidak disyariatkan bagi ahli warisnya untuk mengaqiqahinya. Allohu A’lam. (Faedah ini kami dapat dari Syaikhuna Saami bin Muhammad as-Shuqair, murid senior dan menantu Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin, Jazaahullohu Khoiron)

source: situsbermanhajsalaf

APA TUJUAN IBADAH QURBAN ?


Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin رحمه الله

Pertanyaan:
Apa maksud dari berkurban dalam tinjauan syari'at ?

Jawab:
Maksudnya adalah pendekatan diri kepada اللّهُ dengan melakukan kurban yang telah اللّهُ gandengkan bersama shalat di dalam firman-Nya:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ


“Maka dirikanlah shalat demi Rabbmu dan MENYEMBELIHLAH.”(QS. Al Kautsar: 2)

Demikian pula firman-Nya:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ* لا شَرِيكَ لَهُ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, SEMBELIHANKU, hidupku, dan matiku adalah untuk اللّهُ Rabb alam semesta. Tak ada sekutu bagi-Nya.” (QS. Al An’am: 162-163)

Dengan demikian itu, kita mengetahui KEDANGKALAN ORANG YANG MENDUGA bahwa yang dimaksud dengan berkurban adalah mengambil kemanfaatan dengan dagingnya.

Maka sesungguhnya yang demikian ini adalah PRADUGA YANG DANGKAL DAN LAHIR DARI KEBODOHAN.

Maka yang dimaksud adalah MENDEKATKAN DIRI KEPADA اللّهُ DENGAN MENYEMBELIH.

Ingatlah mengenai firman اللّهُ Ta’ala:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ


“Daging² dan darahnya itu se-kali² tidak dapat mencapai (keridhaan) اللّهُ, tetapi KETAKWAAN dari kalianlah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)

Sumber :
[Silsilah Liqa`Babil Maftuh, oleh Asy Syaikh Ibnu Utsaimin, dengan nomor kaset: 228]


#BENARKAH HEWAN QURBAN AKAN MENJADI TUNGGANGAN KITA KETIKA MENYEBERANGI JEMBATAN (SHIRAT) NERAKA?#

bismillaah,

Disebagian tempat, kita sering mendapati mubaligh atau da'i yang mengatakan bahwa hewan qurban akan menjadi kendaraan kita ketika menyeberangi jembatan shirat di akherat nanti.

benarkah demikian?

Ternyata hadits yang di bawakan oleh para Da'i itu TIDAK SHAHIH.

Mereka memabawakan hadits2 ini :

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

عَظِّمُوا ضَحَايَاكُمْ فِإِنَّهَا عَلَى الصِّرَاطِ مَطَايَاكُمْ

“Besarkanlah/gemukkanlah hewan-hewan qur ban kalian, karena sesungguhnya hewan-hewan qurban itu adalah tunggangan kalian di atas shirath (jembatan di atas neraka).“

HADITS INI TIDAK ADA ASALNYA (laa ashla lahu) DENGAN LAFAZH INI. 

 
Ibnush Shalah berkata: “Hadits ini tidak dikenal, dan tidak tsabit”. Dalam hadits lain dengan lafazh (istafrihuu) sebagai ganti (‘azhzhimuu) akan tetapi sanadnya sangat dha’if.(Ahkamul Udh-hiyyah hal. 64, karya Abu Sa’id Bal’id bin Ahmad)

Dalam lafazh lainnya :

اسْتَفْرِهُوْا ضَحَايَاكُمْ، فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلىَ الصِّرَاطِ

“Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia adalah tunggangan kalian di atas shirath. ”

 
Hadits ini lemah sekali (dha’if jiddan). Dalam sanadnya ada Yahya bin Ubaidullah bin Abdullah bin Mauhab Al-Madani, dia bukanlah rawi yang tsiqah, bahkan matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan oleh para ulama). Juga ayahnya, Ubaidullah bin Abdullah, adalah seorang yang majhul. Lihat Adh-Dha’ifah karya Al-Albani rahimahullahu (2/14, no. hadits 527, dan 3/114, no. hadits 1255), Dha’iful Jami’ (no. 824). (Ahkamul Udh-hiyyah hal. 60 dan 62, karya Abu Sa’id Bal’id bin Ahmad), (lihat; As-Silsilah Dhaifah, 74)


Sahabat


Harapan Doa Dari Para Sahabat yang Kan Kutinggalkan…

Disampaikan oleh : أُسْتَاذُ Firanda Andirja, MA

سَوْفَ يَمضِي بِنَا مَركبٌ لِلْوَداع
يَسْتَحِثُّ الخُطى والدُّموع الشِّراع
عَالَمٌ لم يــزلْ يَسْتَلِذُّ الْمَتَاع
أنْتُمُ إخْـوَتِي خَيْرُ هَذَا الْمَتَاع

Kita akan diangkut oleh ‘kendaraan perpisahan’ (baca: keranda kematian)

Yang harus diusung dg langkah kaki dan derasnya air mata kesedihan…
(Meski) dunia terus mengajak untuk menikmati keindahannya
Maka kalianlah sahabat-sahabatku, sebaik-baik keindahannya

آهٍـ يَا إخْوَتِي بُـعدُكم لا يُراد
كيف أنسى أخي كيف يحلو الرقاد

Aaahhh….Sahabat-sahabatku… Jauhnya kalian tidaklah aku harapkan

Bagaimana kan kulupakan sahabatku, bagaimana pula tidur indah kan kunikmati

دمْعُ عَيْنِي جرَى واستطَالَ السَّوَاد
يا إلَهَ الوَرَى اُلْطُفَنْ بِالعِـبَاد

Linangan air mataku terus mengalir (karenanya), hingga hitamnya garis mata tampak memanjang

Ya Tuhan alam semesta, berilah seluruh hamba-Mu lembutnya kasih sayang

دُنْيَانَا يَالَهَا تَجْرِي مَجْرَى السَّحَاب
وَهْيَ تَسْعَى بِنَا نَحْوَ يَوْمِ الْحِسَاب

Lihatlah dunia kita, ia lari seperti larinya awan

Menyeret kita menuju hari perhitungan

إِخْوَتِي رَدِّدُوا صَوْتَكُم مُسْتَطَاب
لَسْنَا نَرْجُو سِوَى دَعْوَةً لِلصِّحَاب

Sahabat-sahabatku, teruslah dg suara kalian yg baik (dan penuh berkat)

Kami tidak mengharapkan, melainkan doa (kebaikan) untuk para sahabat kalian

إخوتي عاهِدوا اللهَ فوق السَّمَاء
أن يكونَ لنا في القريبِ لِقاء

Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg berada di atas langit
Bahwa kita akan berjumpa dalam waktu dekat

إخوتي عاهِدوا اللهَ فوقَ السماء
أن يَرى كَفَّكم ضارِعًا بالدُّعاء

Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg ada di atas langit sana

Untuk melihat tangan kalian, merendah untuk mendoakan kami

Renungan:

Kurenungi bait-baitnya dengan mendalam… ia seakan barisan ombak yg terus berdatangan dalam pendengaran… beribu angan menghampiri pikiranku… dan perasaan halus terus mengusik jiwaku…



Kutanya diriku:

benarkah ‘kendaraan perpisahan’ itu benar-benar akan menghampiriku?!

Akankah kutulis wasiat terakhir, kepada setiap orang yg kucintai, sebelum kepergianku?!


Lalu apakah isi wasiat terakhirku itu? Yang harus cepat ku tulis sebelum kutinggalkan duniaku?
Ibuku… bapakku… saudara-saudaraku… saudari-saudariku… rumahku… istriku…
sahabat-sahabat… teman-teman… rekan-rekan kerja… kenalan-kenalan… kantor… computer… internet?

Jalanan… masjid… anak-anak kecil di jalanan dan desa… detik-detik bahagia… masa-masa sedih, sakit, dan perjuangan…

Akankah kutinggalkan dunia ini, yg terus mengajakku menikmati keindahannya…
beserta semua saudara dan orang-orang tercinta yg hidup di dalamnya

Siapakah yg akan kuberi kata perpisahan ?
Siapa pula yg akan kulupakan dari sapaan salam?…
Bahkan, punyakah aku waktu yg cukup untuk menyampaikan salamku kepada semua orang yg kucinta?

Siapakah dari mereka yg sudi memaafkanku?… Siapa pula yg merasa kehilangan diriku?… Bahkan siapakah yg aku malah lebih kehilangan dia?

Canda-tawa manakah yg akan teringat dibenakku?…
Dan wajah manakah yg akan mempengaruhi raut wajahku?…

Berapakah lautan yg mencukupi mataku untuk mengucurkan tangisnya?

Bagaimana diriku akan sabar dan tahan setelah ini semua?…

Ya Tuhanku… betapa rapuhnya hati kami sebagai manusia, ketika pribadi-pribadi ini pergi bersama ruh yg bersih nan suci…

Betapa kerasnya jeritan hati, untuk orang yg dilahap oleh waktu di hadapanku, atau aku yg dilahap waktu di hadapannya…

Di masa sedih itu, betapa tingginya jeritan ‘aaaah’ di tenggorokanku yg ku sertakan bersama ruh-ruh kalian yg mulia

Maka terimalah suratku ini, yg berisi permohonan maafku, sebelum datang waktu itu…
Saat jiwa lelahku, berada diantara tubuh yg tidak kuat lagi pergi menghampirimu…

Apapun kesalahan kalian terhadapku, maka sungguh aku mempersaksikan kepada Allah, bahwa aku telah merelakan dan memaafkannya… bahkan aku telah melupakannya… dan seakan tidak pernah ada… MAKA MAAFKANLAH SALAH-SALAHKU!

Jika nantinya tanah telah menutupi jasadku… Dan alam lain telah melingkupiku… Maka ingatlah… Ingatlah, bahwa suatu hari, aku telah mengirimkan surat terakhirku ini…

Dan janganlah lupa mendoakanku dengan doa yg baik di saat ku telah tiada

Aku benar-benar yakin, bahwa jeritan hatiku untuk sahabat-sahabat dan orang-orang tercintaku ini, nantinya juga akan menghampiri jiwa-jiwa kalian yg mulia…

Dan kalian akan mengirimkannya kepada setiap orang yg kalian cintai…

Kepada setiap orang yg kalian hargai…
Kepada setiap orang yg kalian hormati

Harapan-tertinggiku…
Apabila sampai suratku ini…
Balaslah surat ini dengan empat kata :

"AKU TELAH MEMAAFKANMU SAHABATKU…"

(Ust. Musyaffa' MA hafidzohulloh)

---- END ----

Sabar Membawa Keberhasilan

(
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah)

Sabar adalah akhlak yang sangat mulia. Ia menjadi hiasan para nabi untuk menghadapi berbagai tantangan dakwah yang menghadang. Berhias diri dengan sabar hanyalah akan membuahkan kebaikan.

“Bersabarlah!”

Demikian perintah Allah terhadap Rasul-Nya Muhammad shallallahu alaihi wasallam di dalam Al Qur`an. Hal ini menunjukkan betapa besar kedudukan sabar kaitannya dengan keimanan kepada Allah dan kaitannya dengan perwujudan iman tersebut dalam kehidupan dan terlebih sebagai pemikul amanat dakwah. Tentu jika Anda menyambut seruan tersebut niscaya Anda akan berhasil sebagaimana berhasilnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, keberhasilan di dunia dan di akhirat.

Allah berfirman:

“Maka bersabarlah kamu sebagaimana bersabarnya orang-orang yang memiliki keteguhan dari para rasul.” (Al-Ahqaf: 35)

Sabarnya Ulul ‘Azmi

Siapakah yang dimaksud oleh Allah dengan ulul ‘azmi yang kita diperintahkan untuk mencontohnya?

1.    Nabi Nuh alaihissalam sebagai rasul yang pertama kali diutus ke muka bumi ini adalah salah satu dari ulul ‘azmi. Beliau diutus kepada kaum yang pertama kali menumbuhkan akar kesyirikan di muka bumi. Tahukah Anda bagaimana besar tantangan yang dihadapi? Coba Anda renungkan ketika seseorang ingin mencabut sebuah pohon yang sangat besar yang akarnya telah menjalar ke segala penjuru, sungguh betapa berat pengorbanannya. Allah sendiri telah memberitahukan kepada kita dengan firman-Nya:
“Dan demikianlah Kami menjadikan bagi setiap para nabi seorang musuh berupa setan baik dari kalangan manusia maupun jin.” (Al-An’am: 112)

Yang pertama kali dari sederetan kaumnya yang menghadang dakwah beliau adalah keluarga yang paling dekat: anak dan isterinya. Dengan perjuangan yang panjang dan berat, beliau dengan kesabaran bisa meraih kemenangan di dunia dan di akhirat.

Allah mengatakan tentang beliau, yang artinya :

“Sesungguhnya dia adalah hamba-Ku yang bersyukur.” (Al-Isra`: 3)

2.    Nabi Ibrahim alaihissalam sebagai bapak orang-orang yang bertauhid juga merupakan salah satu ulul ‘azmi. Mendobrak keangkaramurkaan yang dilakukan oleh bapaknya sendiri dan kaumnya yang dipimpin oleh seorang raja yang dzalim. Bagaimanakah perasaan Anda jika Anda diusir dari belaian kasih sayang dan perlindungan bapak Anda? Bapaknya yang Allah jadikan sebagai penghadang dakwah beliau, berada di bawah cengkeraman raja yang mengaku diri sebagai tuhan. Dia harus menelan pil pahit angkara murka kaumnya yang dengan tega melempar Nabi Ibrahim alaihissalam ke dalam kobaran api yang sangat dahsyat. Namun apa yang bisa mereka perbuat terhadap jasad beliau? Sia-sialah perbuatan mereka.

Di sisi lain beliau harus juga menerima ujian yang lebih pahit yaitu amanat dari Allah untuk menyembelih putra yang disayangi dan diharapkan sebagai calon penerusnya. Bisakah Anda membayangkan hal yang demikian itu? Kesabaranlah yang menyelamatkan dari semua ujian dan cobaan yang menimpa beliau.

3 & 4.   Nabi Musa alaihissalam dan ‘Isa alaihissalam adalah dua rasul yang diutus kepada Bani Isra`il dan sekaligus sebagai ulul ‘azmi. Tantangan yang dihadapi beliau berdua, tentu tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya dari kalangan para rasul Allah. Siapa yang tidak mengenal Fir’aun si raja kufur yang menobatkan dirinya sebagai Rabb semesta alam, raja tak berperikemanusiaan yang membunuh anak-anak yang menurutnya akan bisa menggoyahkan tahta kekuasaannya? Kesabaranlah yang menjadi kuncinya sehingga beliau berdua dibebaskan dari segala bentuk tantangan dan ujian yang sangat dahsyat.

5.    Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai nabi penutup dan imam para rasul juga termasuk salah satu dari ulul ‘azmi. Beliau diutus kepada semua umat yang berada di atas dekadensi moral, kejahiliyahan dan keberingasan. Tentu tantangan yang beliau hadapi tidak kalah hebat dengan para rasul pendahulu beliau. Para rasul pendahulu beliau hanya diutus kepada kaum tertentu sedangkan beliau diutus kepada seluruh umat. Ini menggambarkan betapa besar tantangan yang beliau harus hadapi. Allah menjadikan keluarganya yang dekat sebagai penjegal perjalanan dakwah beliau. Mereka tidak berbeda dengan kaum sebelumnya dalam memusuhi para rasul Allah. Kesabaranlah yang menjadi kunci semua perjuangan beliau.

Anda pasti menginginkan keberhasilan dalam setiap usaha yang Anda lakukan. Maka dari itu jadikanlah seluruh para Nabi dan Rasul Allah sebagai suri teladan Anda dalam kesabaran sehingga Anda akan mendapatkan keberhasilan seperti apa yang mereka telah dapatkan.

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam tafsir beliau: “Adapun orang yang Allah telah berikan taufiq untuk bersabar ketika ditimpa ujian, sehingga dia menahan dirinya untuk tidak benci terhadap ketentuan tersebut baik dengan ucapan dan perbuatan dan berharap pahala dari Allah, dan dia mengetahui bahwa apa yang dia dapatkan dari pahala karena kesabaran tersebut atas musibah yang menimpanya, bahkan baginya ujian itu menjadi nikmat karena telah menjadi jalan terwujudnya sesuatu yang lebih baik, maka sungguh dia telah melaksanakan perintah Allah dan berhasil meraih ganjaran yang besar dari sisi-Nya.”

Macam-macam Sabar dan Keutamaannya

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau Madarijus Salikin (2/156) berkata: “Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menahan diri dari bermaksiat kepada Allah dan sabar dalam menghadapi ujian.”

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsir beliau menukilkan ucapan Sahl bin Abdillah At-Tasturi:

“Sabar ada dua macam yaitu sabar dari bermaksiat kepada Allah maka ini adalah seorang mujahid; dan sabar dalam ketaatan kepada Allah ini yang dinamakan ahli ibadah.”

Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab beliau Madarijus Salikin (2/155) mengatakan: “Sabar dalam keimanan bagaikan kepala pada jasad; dan tidak ada keimanan tanpa sabar sebagaimana jasad tidak akan berfungsi tanpa kepala.”

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata: “Kami menjumpai kebaikan hidup ada bersama kesabaran.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Kepemimpinan dalam agama akan didapati dengan yakin dan sabar.”

Allah  berfirman, yang artinya :

“Dan Kami jadikan dari mereka sebagai pemimpin yang berjalan di atas perintah Kami ketika mereka bersabar dan mereka yakin kepada ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada satupun pemberian kepada seseorang yang lebih baik daripada sabar.” (Shahih, HR. Muslim).

Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda pula:  “Sabar adalah cahaya.” (Shahih, HR. Muslim)

Allah  berfirman, yang artinya :

“Dan Kami benar-benar akan membalas mereka yang bersabar dengan balasan yang lebih baik daripada apa yang mereka telah lakukan.” (An-Nahl: 96)

Wallahu a’lam.

Blog Archive