Follow us on:

PENCETUS PERTAMA MAULID NABI

by Orcela Puspita -hafizhahallah- 

Siapa Orang Pertama Yang Mengadakan Maulid Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- Dalam Sejarah Islam?

Para Ulama yang mengingkari perayaan bid’ah ini telah sepakat, demikian juga dengan orang-orang yang mendukung acara bid’ah ini bahwa Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- tidak pernah merayakan maulidnya dan juga tidak pernah menganjurkan atau memerintahkan hal ini.

Para sahabat beliau, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang merupakan orang-orang terbaik umat ini serta yang paling bersemangat mengikuti Sunnah Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- mereka semuanya tidak pernah merayakan maulid.

Tiga generasi umat Islam yang telah di rekomendasi oleh Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- berlalu dan tidak di temui pada saat-saat itu perayaan-perayaan maulid ini.

TAPI
ketika Daulah Fatimiyyah di Mesir berdiri pada akhir abad keempat muncullah perayaan atau peringatan maulid Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- yang pertama dalam sejarah Islam,[2] sebagaimana hal ini dikatakan oleh al-Migrizii [3] dalam kitabnya “Al-Mawa’idz wal i’tibar bidzikri al-Khuthoth wal Aatsar” : Dahulu para Kholifah/penguasa Fatimiyyin selalu mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, diantaranya adalah perayaan tahun baru, Asy-Syura, Maulid Nabi -shollallahu alaihi wa sallam-, Maulid Ali bin Abi Thalib a, Maulid Hasan dan Husein, Maulid Fatimah dll. (Al-Khuthoth 1/490)

Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Kelompok Bathiniyyah (Fatimiyyun)???

Imam Abdul Qohir al-Baghdady (meninggal tahun 429 H) -rahimahullah- berkata : “Madzhab Bathiniyyah BUKAN DARI ISLAM, tapi dia dari kelompok MAJUSI (penyembah api)[7]. Beliau juga berkata : “Ketahuilah bahwa bahayanya Bathiniyyah ini terhadap kaum muslimin lebih besar dari pada bahayanya Yahudi, Nasrani, Majusi serta dari semua orang kafir bahkan lebih dahsyat dari bahayanya Dajjal yang akan muncul di akhir zaman.” [8]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- mengatakan : “Sesungguhnya Bathiniyyah itu orang yang paling fasik dan kafir. Barangsiapa yang mengira bahwa mereka itu orang yang beriman dan bertakwa serta membenarkan silsilah nasab mereka (pengakuan mereka dari keturunan ahli bait/Ali bin Abi Tholib,-pent) maka orang tersebut telah bersaksi tanpa ilmu. Allah berfirman, yang artinya :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya” (QS. Al-Isra: 36)

Dan Allah berfirman, yang artinya :

“Kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran sedang dia mengetahui” (QS.Az-Zukhruf : 86)

Para Ulama telah sepakat bahwa mereka adalah orang-orang zindik dan munafik. Mereka menampakkan ke-Islaman dan menyembunyikan kekufuran. Para Ulama juga sepakat bahwa pengakuan nasab mereka dari silsilah ahlul bait tidaklah benar. Para Ulama juga mengatakan bahwa mereka itu berasal dari keturunan Majusi dan Yahudi. Hal ini sudah tidak asing lagi bagi Ulama dari setiap madzhab baik Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, maupun Hanabilah serta ahli hadits, ahli kalam, pakar nasab dll (Majmu Fatawa oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 35/120-132)

_______

Foonote :

2. Al-A’yad wa atsaruha alal Muslimin oleh DR. Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287.
3. Dia adalah pendukung kelompok Ubeid Al-Qoddah (Ubeidyyin). Dia bernama Ahmad bin Ali bin abdul Qodir bin Muhammad bin Ibrahim al-Husaini al-Ubeidi. Lahir pada tahun 766 H.
7. Al-Farqu bainal Firoq oleh al-Baghdady hal. 22
8. Ibid hal.282

Dinukil dari :  


http://www.majalahislami.com/2009/03/pencetus-pertama-maulid-nabi-shollallahu-alaihi-wa-sallam/

`'•♥•'´

Semua Bid'ah itu SESAT

Dalilnya ini Akhi

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya :

“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Mai’dah : 3)

Di riwayatkan oleh Aisyah Radiallahu’anha: Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mengada-adakan dalam perkara agama kami yang tidak ada perintahnya maka perkara tersebut tertolak.” (HR Bukhari dalam kitab: As-Shulhu, hadist no : 2697 dan Muslim dalam kitab Aqdhiyyah hadist no : 1718)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Amma ba’du! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru / yang diada-adakan (Muhdast) dan setiap yang muhdast adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (SHAHIH, riwayat Muslim Juz 3, 11, riwayat Ahmad Juz 3, 310, riwayat Ibnu Majah no 45)

==

1. Hadits Jabir riwayat Muslim : ُّﺮَﺷَﻭ ِﺭﻮُﻣُﺄْﻟﺍ ﺎَﻬُﺗﺎَﺛَﺪْﺤُﻣ ُّﻞُﻛَﻭ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻟﺎَﻠَﺿ
“Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ ah adalah sesat”.
.
2. Hadits ‘Irbadh bin Sariyah : ْﻢُﻛﺎَّﻳِﺇَﻭ ِﺕﺎَﺛَﺪْﺤُﻣَﻭ ِﺭﻮُﻣُﺄْﻟﺍ َّﻥِﺈَﻓ َّﻞُﻛ ٍﺔَﺛَﺪْﺤُﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ َّﻞُﻛَﻭ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻟﺎَﻠَﺿ “Dan hati- hati kalian dari perkara yang diada- adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid ’ah dan setiap bid’ ah adalah kesesatan”. (HR . Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa `i )

Berkata Imam Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam : “Maka sabda beliau “semua bid’ ah adalah kesesatan”, termasuk dari jawami’ ul kalim yang tidak ada sesuatupun (bid ’ah) yang terkecualikan darinya, dan hadits ini merupakan pokok yang sangat agung dalam agama”. Dan berkata Al-Imam Asy-Syathiby rahimahullah dalam Al-I ’tishom (1 /187) , “Sesungguhnya dalil-dalil – bersamaan dengan banyaknya jumlahnya- datang secara mutlak dan umum, tidak ada sedikitpun perkecualian padanya selama-lamanya, dan tidaklah datang dalam dalil-dalil tersebut satu lafadzpun yang mengharuskan adanya di antara bid ’ah-bid ’ah itu yang merupakan petunjuk ( hasanah), dan tidak ada dalam dalil-dalil tersebut penyebutan “semua bid’ ah adalah kesesatan kecuali bid’ ah ini, bid’ ah ini, …”, dan tidak ada sedikitpun dari dalil-dalil tersebut yang menunjukan akan makna-makna ini ( pengecualian)”.
.
3. Hadits ‘A `isyah radhiallahu ‘anha :
ْﻦَﻣ َﺙَﺪْﺣَﺃ ﻲِﻓ ﺎَﻧِﺮْﻣَﺃ ﺍَﺬَﻫ ﺎَﻣ َﺲْﻴَﻟ ِﻪﻴِﻓ َﻮُﻬَﻓ ٌّﺩَﺭ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa- apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. ( HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah) Berkata Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Author ( 2/69) : “Hadits ini termasuk dari kaidah-kaidah agama karena masuk didalamnya hukum-hukum tanpa ada pengecualian. Betapa jelas dan betapa menunjukkan akan batilnya pendapat sebagian fuqoha` (para ahli fiqhi) yang membagi bid ’ah menjadi beberapa jenis dan mengkhususkan tertolaknya bid ’ah hanya pada sebagian bentuknya tanpa ada dalil naql (Al -Kitab dan As-Sunnah) yang mengkhususkannya dan tidak pula dalil akal”.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda : "ALLAH MELAKNAT orang yg menyembelih untuk SELAIN ALLAH. ALLAH MELAKNAT orang yg MENCACI MAKI KEDUA ORANG TUANYA. ALLAH MELAKNAT orang yg merubah TANDA BATAS TANAH (orang lain), & ALLAH MELAKNAT orang yg melindungi orang yg mengada-adakan PERKARA BARU dalam agama (BID'AH).

TAKHRIJ HADITS :
- HR Bukhari di Adabul Mufrad, bab (8) man la’ana Allâh man la’ana walidaih, no. 17.
- Muslim, dalam Shahih Muslim, kitab al adhahi, no. 3657, 3658, 3659.
- An Nasa-i, dalam as Sunan, kitab adh dhahaya, no. 4346
 Adapun secara istilah syari’at, para ulama memberikan beberapa definisi yang beraneka ragam. Di antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” (Al ‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6).

Blog Archive