LIHAT DULU!, BARU DILAMAR
Studi Hadits Jabir radhiyallahu 'anhu.
Oleh: Haidir Rahman Rz
"Sudah
nazhar
belum?" inilah pertanyaan yang sering kita dengar ketika ada seorang
ikhwan ingin melamar akhwat yang dipilihnya. Mungkin bagi sebagian orang
istilah ini sudah lumrah, apalagi yang sering mengikuti kajian-kajian
sunnah. Namun, bagi sebagian masyarakat mungkin ini adalah istilah asing
yang baru pertama kali mereka dengar. Apa itu
nazhar? Secara
bahasa nazhar berarti melihat. Apa yang dilihat?, ya tentunya wajah
akhwat yang ingin dilamarnya. Tradisi yang dikenal di kalangan ikhwan,
bahwa
nazhar itu adalah dia datang ke rumah akhwat, menemui
orang tuanya, menyampaikan niatnya untuk melamar putrinya, kemudian dia
dipersilahkan untuk melihat wajah putrinya. Biasanya si ikhwan diberi
waktu beberapa hari oleh wali si akhwat untuk menentukan cocok atau
tidak dengan putrinya. Jika ternyata memang cocok, mereka berdua akan
melanjutkan ke prosesi akad hingga resmilah mereka berdua sebagai suami
istri. Namun jika tidak, maka si ikhwan boleh menarik lamarannya. Pendek
kata,
nazhar yang kita kenal adalah melihat wajah si akhwat
ketika khitbah(lamaran). Dan prosesi nazhar itu dilakukan dengan izin si
akhwat serta diketahui olehnya.
Nah, tradisi
yang seperti ini sebenarnya tidak sesuai dengan sunnah. Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdillah radhiyallahu 'anhu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
Ketika kalian hendak melamar seorang wanita, jika memungkinkan bagi kalian untuk melihat sebagian sifatnya maka lakukanlah.
Kemudian Jabir radhiyallahu 'anhu berkata:
فَخَطَبْتُ
جَارِيَةً مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا تَحْتَ
الْكَرَبِ حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا بَعْضَ مَا دَعَانِى إِلَى نِكَاحِهَا
فَتَزَوَّجْتُهَا
Ketika aku hendak meminang seorang gadis dari
Bani Salimah. Aku bersembunyi di balik pohon kurma, hingga aku melihat
beberapa sifat yang menarik dari dirinya, akhirnya akupun menikahinya.
Takhrij Hadits
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud di dalam Sunannya, Hakim di
dalam Mustadraknya, dan Al-Baihaqi di dalam Sunan Al-Kubra. Semuanya
dari jalur Muhammad ibn Ishaq ibn Yasar dari Dawud ibn Hushain, dari
Waqid ibn 'Amr dari Jabir radhiyallahu 'anhu.
Kritik terhadap riwayat Ibnu Ishaq.
Ibnu
Ishaq atau lengkapnya Muhammad ibn Ishaq ibn Yasar adalah seorang imam
Siyar wal Maghazi (Sejarah Islam). Para ulama mengakui riwayat-riwayat
beliau dalam bidang sejarah. Namun dibidang hadits, mayoritas derajat
riwayat-riwayat beliau adalah hasan. Beliau dikenal sebagai seorang
mudallis atau manipulasi isnad hadits. Para ulama mewaspadai riwayat-riwayatnya, apabila beliau meriwayatkan dengan lafaz
'an. Riwayat inilah yang dikenal dengan riwayat
'an'anah. Sebagian ulama melemahkan
'an'anah Ibnu Ishaq ini. Nah, hadits Jabir ini termasuk diantara
'an'anah
Ibnu Ishaq. Maka, jika kita hanya melihat isnad hadits ini saja,
kesimpulannya hadits ini adalah lemah. Sampai kita menemukan bukti-bukti
lain untuk menguatkan hadits ini.
Jawaban bagi kritikan tersebut.
Tadlis atau manipulasi yang dilakukan para
mudallis
merupakan salah satu sebab dilemahkannya suatu hadits. Karena tadlis
adalah upaya menyamarkan sebab kelemahan suatu hadits hingga tidak
terlihat. Bagi mereka yang tidak memiliki perangkat ilmu hadits akan
mengatakan bahwa riwayat tersebut shahih. Padahal tardapat
illah yang disembunyikan oleh seorang
mudallis. Oleh sebab itu, para ulama mengambil tindakan preventif untuk tidak menerima riwayat seorang perawi yang
mudallis. Karena ada kedhaifan yang disembunyikan oleh sang
mudallis.
Jadi, tidak diterimanya riwayat seorang mudallis bukan berarti hadits
tersebut benar-benar dhaif. Akan tetapi sebagai wujud kehati-hatian,
siapa tahu hadits tersebut memang dhaif. Oleh karena itu, jika ada bukti
yang bisa mengangkat keraguan riwayat seorang mudallis maka riwayat
tersebut bisa diterima. Dan haditsnya bisa naik ke derajat hasan bahkan
shahih.
Nah, setelah dilakukan penelusuran. Ditemukan
beberapa bukti yang bisa mengangkat keraguan riwayat Ibnu Ishaq pada
hadits ini. Diantaranya adalah:
Pertama: ditemukan pada jalur lain bahwa Ibnu Ishaq meriwayatkannya dengan lafaz
haddastana.
Dengan demikian beliau telah berterus terang bahwa hadits ini
benar-benar didengarnya dari gurunya Dawud ibn Hushain. Dan dengan ini
beliau sendiri membuktikan bahwa tidak ada kedhaifan yang beliau
sembunyikan dari riwayat ini. Jalur ini terdapat di Musnad Ahmad, bagian
Musnad Jabir ibn Abdillah, no. 15250.
Kedua:
terdapat hadits lain yang diriwayatkan dari jalur lain yang maknanya
senada dengan hadits Jabir radhiyallahu 'anhu. Diantaranya:
1.
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya seorang laki-laki
hendak menikahi seorang wanita Anshar. Diapun datang mengabarkan hal
tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa salam. Maka Nabi shallallahu
'alaihi wa salam bersabda:
"
Sudahkah kamu melihatnya?" "Belum wahai Rasulullah", jawabnya.
Pergi dan lihatlah dia, karena pada mata wanita Anshar terdapat sesuatu!
[HR. Muslim,3550, bab Sunnahnya melihat wajah dan tangan wanita yang hendak dinikahinya]
2. Hadits Abu Humaid As-Sa'idi radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:
tidak
mengapa kalian melihat wanita yang hendak kalian lamar jika memang
tujuannya untuk itu, meskipun si wanita tidak mengatahuinya.
[HR. Ahmad, 24319]
Dengan demikian hadits Jabir ibn Abdillah radhiyallahu 'anhu tentang
sunnahnya melihat wanita yang hendak dilamar adalah hasan dan bisa
diterima sebagai hujjah.
Makna Hadits
Pada hadits di atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengatakan "
idza khathaba"
secara bahasa berarti "Jika kalian telah melamar". Jika kita hanya
bersandar dengan pemahaman bahasa, kesimpulannya adalah kita boleh
melihat wanita ketika kita sudah melamarnya dan sebelum kita melakukan
akad. Hal inilah yang dipahami sebagian ikhwan. Makanya yang masyhur
oleh sebagian ikhwan,
nazhar atau melihat wanita yang akan
dipinang dilakukan ketika melamar bukan sebelum melamar. Padahal makna
hadits ini bukanlah demikian. Mengapa?
Penjelasannya adalah sebagai berikut. "
Khathaba" adalah fi'il madhi atau kata kerja yang menyatakan bahwa hal tersebut telah dilakukan. Jadi jika dikatakan
khathaba
maka maknanya "telah melamar". Namun tidak selamanya kata kerja
bermakna lampau ini memiliki arti demikian. Ada beberapa kata kerja
lampau(fi'il madhi) yang maknanya adalah "hendak melakukan". Hal ini
tergantung konteks kalimat dimana kata tersebut digunakan. Diantaranya
adalah firman Allah subhanahu wata'ala:
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
Jika kalian hendak mendirikan shalat.[Al-Maidah ayat:6]
Ayat ini adalah ayat yang mensyariatkan wudhu sebelum shalat. Jika kita kita mengartikan kata "
qumtum"
pada ayat di atas dengan makna lampau. Maka akan kita katakan "jika
kalian telah mendirikan shalat" maka berwudhulah. Dengan demikian wudhu
dilakukan setelah shalat. Nah, apakah makna ini benar? Tentu saja tidak.
Karena petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa salam adalah berwudhu
sebelum shalat. Dengan demikian makna ayat tersebut adalah "Jika kalian
hendak mendirikan shalat"
Nah, hadits Jabir ini juga
demikian maknanya bukanlah "Jika kalian telah mengkhitbah/melamar". Akan
tetapi "Jika kalian hendak mengkhitbah/melamar". Maka dapat kita
simpulkan bahwa prosesi
nazhar atau melihat wanita yang hendak dinikahi ini dilakukan sebelum prosesi lamaran.
Sunnahnya melihat sebelum melamar
Dalam
riwayat Jabir di atas, dikisahkan bahwa beliau radhiyallahu 'anhu
bersembunyi dibalik pohon kurma untuk melihat gadis yang akan
dilamarnya. Hal ini menunjukkan bolehnya bagi seorang muslim untuk
melihat wanita yang hendak dilamarnya meskipun sang wanita tidak
mengatahui bahwa dirinya sedang diperhatikan. Hal ini lebih diperkuat
lagi oleh riwayat Abu Humaid yang telah kami sebutkan di atas.
Apa hikmah dari sunnah ini? Diantaranya, agar tidak terjadi rasa
ketidaknyamanan ketika melamar. Misalnya si akhwat kurang menarik bagi
si ikhwan. Nah, ada pertentangan di hati si ikhwan. "
Wah, ni akhwat kurang menarik nih…tapi ntar klo ana cabut lamarannya takutnya dia kecewa lagi…gimana ya?" Atau jika si ikhwan memberanikan diri mengatakan, "
wah, pak setelah saya istikharah ternyata saya tidak cocok dengan putri bapak" terkadang hati si akhwat terluka hingga berkata di dalam hati, "
apa aku kurang cantik ya…?".
Hal-hal seperti ini mungkin saja terjadi. Bahkan ada kasus yang lebih
parah sebagaimana diceritakan oleh guru kami Dr. Abdurrahman
Asy-Syamrani hafizhahullah bahwa putri kawannya mengalami trauma ketika
tahu bahwa laki-laki yang melamarnya tidak tertarik dengan dirinya.
Trauma yang dialaminya menjadikan dia tidak mau menikah sama sekali
sampai saat ini. Dan ini benar-benar terjadi.
Atau
jika si ikhwan terpaksa menerima akhwat tersebut padahal dia tidak
menarik baginya. Ditakutkan akan terjadi ketidakharmonisan di dalam
rumah tangga mereka nantinya. Oleh karena itu syariat mengajarkan sunnah
ini yaitu melihat calon yang akan dilamarnya sebelum melamar dan tanpa
sepengetahuan si akhwat. Inilah pendapat yang dipegang mazhab
Syafi'iyyah sebagaimana dinukilkan oleh Imam Nawawi rahimahullah di
dalam Al-Minhaj.
Jika hal ini tidak memungkinkan, bisa
ditempuh cara lain dengan menanyakan ciri-ciri akhwat tersebut kepada
orang yang dekat dengannya. Misalnya saudaranya atau sahabat karibnya.
Si Ikhwan bisa saja menanyakan ciri-cirinya kepada orang yang bisa
dipercaya. Imam Nawawi rahimahullah di dalam Al-Minhaj menukilkan, "
Sahabat
kami (maksudnya adalah para ulama Syafi'iyyah*pen) mengatakan: jika
tidak memungkinkan untuk melihatnya, dianjurkan untuk mengutus seseorang
yang bisa dipercaya untuk melihatnya kemudian mengabarkan kepadanya
tentang wanita tersebut. Dan itu dilakukan sebelum khitbah". [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibnil Hajjaj, 9/214]
Apa saja yang boleh dilihat?
Jumhur ulama membolehkan untuk melihat wajah dan kedua tangan. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
"karena
keduanya bukan aurat. Dari wajah dapat diketahui cantik tidaknya
seorang wanita, dan dari tangannya dapat diketahui apakah wanita
tersebut subur atau tidak" [ Al-Minhaj, 9/214]. Kedua bagian ini
cukup bagi seorang muslim untuk mengetahui ciri-ciri wanita tersebut.
Mazhab Dawud Az-Zhahiriy membolehkan melihat seluruh tubuh wanita yang
akan dipinang. Namun ini adalah pendapat yang marjuh. Pada hadits di
atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam hanya membolehkan melihat
sebagian saja, bukan seluruhnya. Alangkah lebih baiknya kita berpegang
kepada pendapat jumhur ulama dalam rangka kehati-hatian. Allahu A'lam.
source