Follow us on:
KITA TIDAK BERHARAP UNTUK DIUJI APALAGI TERTIMPA MUSIBAH, AKAN TETAPI JIKA HAL ITU MENDATANGI KITA BERSABAR !

Hakekat Ujian dan Musibah

By Ust. Firanda Andirja

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata :


Allah mempersiapkan bagi hamba-hamba-Nya kedudukan (yang tinggi) di surga yang mereka tidak akan mampu mencapai kedudukan tersebut hanya dengan amalan sholeh mereka.

Dan mereka tidak mencapainya kecuali dengan ujian dan musibah. Maka Allah-pun menyiapkan sebab-sebab yang menggiring mereka kepada ujian dan musibah (Zaadul Ma'aad 3/221)

KITA TIDAK BERHARAP UNTUK DIUJI APALAGI TERTIMPA MUSIBAH, AKAN TETAPI JIKA HAL ITU MENDATANGI KITA BERSABAR...

Ingat perktaan Ibnul Qoyyim ini..., siapa tahu dengan ujian dan musibah ini kita bisa meraih kedudukan yang lebih tinggi di surga yang tidak mungkin kita raih dengan amalan kita.


Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? 

Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" 

Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

 أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ ٱلْبَأْسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوا۟ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصْرُ ٱللَّهِ ۗ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌۭ 214

Q. 2, 214.


10 Renungan Bagi Yang Ditimpa Ujian/Musibah

Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji…orang kayapun demikian. Sebagaimana rakyat jelata hidup di atas ujian…para penguasa juga diuji. Bahkan bisa jadi ujian yang diras
akan oleh para penguasa dan orang-orang kaya lebih berat daripada ujian yang dirasakan oleh orang-orang miskin dan rakyat jelata.

Jangan disangka hanya si miskin yang menangis akibat ujian yang ia hadapi…, atau hanya si miskin yang merasakan ketakutan…bahkan seorang penguasa bisa jadi lebih banyak tangisannya dan lebih parah ketakutan yang menghantuinya daripada si miskin.

Intinya setiap yang bernyawa pasti diuji sebelum maut menjemputnya…siapapun juga orangnya. Entah diuji dengan kesulitan atau diuji dengan kelapangan, kemudian ia akan dikembalikan kepada Allah untuk dimintai pertanggung jawaban bagaimana sikap dia dalam menghadapi ujian tersebut.

Allah berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan" (QS Al-Anbiyaa' : 35)

Memang dunia ini adalah medan ujian…kehidupan ini ada medan perjuangan…

Allah berfirman ;

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

"Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS Al-Mulk : 1-2)

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا

"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya" (QS Huud : 7)

Jikalau orang kafir juga tidak selamat dari ujian kehidupan, maka apatah lagi seorang yang beriman kepada Allah?, pasti akan menghadapi ujian.

Allah berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS Al-'Ankabuut : 2)

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS Al-Baqoroh : 155)

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat" (QS Al-Baqoroh : 214)

Bahkan semakin tinggi iman seseorang maka semakin banyak ujian yang akan ia hadapi. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ ، فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِيْ دِيْنِهِ رِقَّةٌ اُبْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

"Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian yang paling sholeh dan seterusnya. Seseorang diuji berdasarkan agamanya, jika agamanya kuat maka semakin keras ujiannya, dan jika agamanya lemah maka ia diuji berdasarkan agamanya. Dan ujian senantiasa menimpa seorang hamba hingga meninggalkan sang hamba berjalan di atas bumi tanpa ada sebuah dosapun" (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 143)

Jika anda terkadang merasakan ujian yang terus menimpa anda maka itulah yang pernah dirasakan oleh seorang Imam besar sekelas Imam Syafii. Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata :

مِحَنُ الزَّمَانِ كَثِيْرةٌ لاَ تَنْقَضِي ... وَسُرُوْرُهَا يَأْتِيْكَ كَالْأَعْيَادِ

Cobaan zaman banyak tidak habis-habisnya….

Dan kegembiraan zaman mendatangimu (sesekali) seperti sesekalinya hari raya
Bahkan terkadang ujian datang bertubi-tubi dan bertumpuk-tumpuk. Imam Syafi'i rahimahullah juga berkata :

تَأْتِي الْمَكَارِهُ حِيْنَ تَأْتِي جُمْلَةً ... وَأَرَى السُّرُوْرَ يَجِيْءُ فِي الْفَلَتَاتِ

"Hal-hal yang dibenci tatkala datang bertumpuk-tumpuk…
Dan aku melihat kegembiraan datang sesekali"

Berikut ini 10 perkara yang hendaknya direnungkan oleh anda jika anda ditimpa musibah atau ujian :

1. Yakinlah bahwa selain andapun juga diuji. Ada yang diuji dengan kemiskinan…, ada yang diuji dengan harta, jabatan, dan kekuasaan…ada yang diuji dengan istri yang berakhlak buruk…, ada wanita yang diuji dengan suami bejat…, ada wanita yang diuji dengan mertua jahat…, ada yang diuji dengan ibunya…, dan terlalu banyak model ujian yang menimpa manusia.

Maka anda sebagaimana manusia-manusia yang lain yang juga ditimpa musibah/ujian yang beraneka ragam

2. Sabarlah dengan ujian yang sedang anda hadapi…, Alhamdulillah anda masih bisa memikulnya. Bisa jadi jika anda diuji dengan ujian yang lain maka anda tidak akan mampu menghadapinya. Yakinlah bahwa tidaklah Allah menguji kecuali dengan ujian yang mampu dihadapi oleh seorang hamba

3. Terkadang syaitan membisikkan kepada anda bahwa ujian yang anda hadapi sangatlah berat dan tidak mungkin untuk anda pikul…maka ingatlah bahwa saat ini masih terlalu banyak orang yang diuji dengan ujian yang jauh lebih berat dengan ujian yang sedang anda hadapi

Baca selengkapnya di :

http://www.firanda.com/index.php/artikel/35-amalan-hati/269-10-renungan-bagi-yang-ditimpa-ujianmusibah
www.firanda.com

Semoga bermanfaat

┈┈»̶✽♈̷̴✽«̶┈┈

♥ Anta ma'a man ahbabta ♥

by Al-Ustadz Fuad Hamzah Baraba' -hafizhahullah-

Cinta adalah perasaan ƴα̍nƍ pasti dirasakan oleh setiap insan, dalam mencintai seseorang akan sangat berpengaruh kelak pada hari kiamat, karena seseorang akan bersama orang ƴα̍nƍ dicintainya.

  
Perhatikan sabda Nabi  shallallahu alaihi wasallam

“Anas bin Malik rahimahullah bercerita: “Pernah seorang lelaki datang menemui Rasulullah, lalu dia bertanya: “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?”, 


beliau bersabda

“Apa yg telah k
amu siapkan untuk hari kiamat

orang tsb menjawab: “Kecintaan kpd Allah & Rasul-Nya”, beliau bersabda:

“Sesungguhnya kamu bersama yg engkau cintai”, Anas berkata

“ Kami tdk pernah gembira setelah masuk Islam lebih gembira disebabkan sabda nabi Muhammad

“Sesungguhnya kamu bersama ƴα̍nƍ engkau cintai, maka aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar&Umar, & berharap aku bersama mereka meskipun aku tdk beramal seperti amalan mereka.” HR. Muslim.

Namun ƴα̍nƍ sangat menyedihkan kita menyaksikan betapa banyak kaum muslimin terutama para pemuda, mereka sangat mencintai orang2 kafir (terutama para artis/sang idola), bahkan foto orang2 kafir tsb mereka pajang di kamar2 mereka, bahkan mereka meniru gaya berpakaian & berbicara orang2 kafir tsb.

Ƴα̍nƍ lebih sangat menyedihkan lagi, ternyata tingkat kecintaan mereka thd orang2 kafir tsb sudah sangat mendalam & merasuk jiwa mereka.

Hingga demikiankah cinta mereka thd orang2 kafir tsb? Bagaimanakah nasib mereka kelak

Rasulullah bersabda “Seseorang (dikumpulkan diakhirat kelak) bersama ƴα̍nƍ ia cintai”

Dέηğάη siapa Anda mencintai

°•..•°°•..•°°•.•°°•.•°


♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

KHAWARIJ

by Tommi Marsetio on Monday, November 5, 2012 at 4:09am 
 
 Kata 'Khawarij' adalah bentuk jamak dari kharij, artinya adalah keluar. Sedangkan secara istilah, Asy-Syahrastani mendefinisikannya sebagai kelompok umat Islam yang memberontak dan tidak mengakui keabsahan imam/pemimpin yang sah, baik pada zaman sahabat terhadap 4 orang khalifah pilihan atau pada masa tabi'in dan terhadap pemimpin yang sah sepanjang masa [Al-Milal wa An-Nihal hal. 101]. Cikal bakal khawarij telah muncul dari zaman Nabi Shallallahu alaihi wasallam masih hidup ketika beliau sudah berada di Madinah, dengan kakek moyangnya bernama Dzul Khuwaishirah.

Untuk mengetahui bagaimana kelompok ini muncul ke permukaan, maka tidak salah jika kita mulai dari peristiwa tahkim antara pihak Ali (dengan jubirnya yaitu Abu Musa Al-Asy'ari) dengan pihak Mu'awiyyah (dengan jubirnya yaitu 'Amr bin Al-'Ash) -radhiyallahu 'anhum-.

PERISTIWA TAHKIM

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan dalam Musnadnya :

حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ سِيَاهٍ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ قَالَ
أَتَيْتُ أَبَا وَائِلٍ فِي مَسْجِدِ أَهْلِهِ أَسْأَلُهُ عَنْ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ الَّذِينَ قَتَلَهُمْ عَلِيٌّ بِالنَّهْرَوَانِ فَفِيمَا اسْتَجَابُوا لَهُ وَفِيمَا فَارَقُوهُ وَفِيمَا اسْتَحَلَّ قِتَالَهُمْ قَالَ كُنَّا بِصِفِّينَ فَلَمَّا اسْتَحَرَّ الْقَتْلُ بِأَهْلِ الشَّامِ اعْتَصَمُوا بِتَلٍّ فَقَالَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ لِمُعَاوِيَةَ أَرْسِلْ إِلَى عَلِيٍّ بِمُصْحَفٍ وَادْعُهُ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ فَإِنَّهُ لَنْ يَأْبَى عَلَيْكَ فَجَاءَ بِهِ رَجُلٌ فَقَالَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ
{ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنْ الْكِتَابِ يُدْعَوْنَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ وَهُمْ مُعْرِضُونَ }
فَقَالَ عَلِيٌّ نَعَمْ أَنَا أَوْلَى بِذَلِكَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ قَالَ فَجَاءَتْهُ الْخَوَارِجُ وَنَحْنُ نَدْعُوهُمْ يَوْمَئِذٍ الْقُرَّاءَ وَسُيُوفُهُمْ عَلَى عَوَاتِقِهِمْ فَقَالُوا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا نَنْتَظِرُ بِهَؤُلَاءِ الْقَوْمِ الَّذِينَ عَلَى التَّلِّ أَلَا نَمْشِي إِلَيْهِمْ بِسُيُوفِنَا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ فَتَكَلَّمَ سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّهِمُوا أَنْفُسَكُمْ فَلَقَدْ رَأَيْتُنَا يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ يَعْنِي الصُّلْحَ الَّذِي كَانَ بَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ وَلَوْ نَرَى قِتَالًا لَقَاتَلْنَا فَجَاءَ عُمَرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَسْنَا عَلَى الْحَقِّ وَهُمْ عَلَى بَاطِلٍ أَلَيْسَ قَتْلَانَا فِي الْجَنَّةِ وَقَتْلَاهُمْ فِي النَّارِ قَالَ بَلَى قَالَ فَفِيمَ نُعْطِي الدَّنِيَّةَ فِي دِينِنَا وَنَرْجِعُ وَلَمَّا يَحْكُمِ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ فَقَالَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي أَبَدًا قَالَ فَرَجَعَ وَهُوَ مُتَغَيِّظٌ فَلَمْ يَصْبِرْ حَتَّى أَتَى أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَلَسْنَا عَلَى حَقٍّ وَهُمْ عَلَى بَاطِلٍ أَلَيْسَ قَتْلَانَا فِي الْجَنَّةِ وَقَتْلَاهُمْ فِي النَّارِ قَالَ بَلَى قَالَ فَفِيمَ نُعْطِي الدَّنِيَّةَ فِي دِينِنَا وَنَرْجِعُ وَلَمَّا يَحْكُمِ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ فَقَالَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَنْ يُضَيِّعَهُ اللَّهُ أَبَدًا قَالَ فَنَزَلَتْ سُورَةُ الْفَتْحِ قَالَ فَأَرْسَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عُمَرَ فَأَقْرَأَهَا إِيَّاهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَفَتْحٌ هُوَ قَالَ نَعَمْ

Telah menceritakan kepada kami Ya'la bin 'Ubaid, dari 'Abdul 'Aziz bin Siyah, dari Habib bin Abi Tsabit, ia berkata; Aku mendatangi Abu Wa'il di masjid kaumnya, aku bertanya kepadanya tentang kaum yang diperangi 'Ali di Nahrawan, hal-hal apa saja yang mereka terima, hal-hal apa saja yang mereka tak suka, dan hal-hal apa saja sehingga 'Ali menganggap mereka halal diperangi. Abu Wa'il berkata; Kami saat itu sedang di Shiffin, tatkala berkecamuk perang dengan penduduk Syam, mereka berpegang teguh untuk tetap di tempat yang tinggi. Lalu 'Amr bin Al-'Ash berkata kepada Mu'awiyah: 'Utuslah seseorang kepada 'Ali dengan mushaf dan ajaklah dia kepada kitab Allah, dia tidak akan menolaknya.'

Sang utusan pun datang menemui 'Ali dan berujar, 'Antara kami dan kalian ada kitab Allah, Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bagian yaitu Al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka. Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).' 'Ali berkata; 'Ya. Aku lebih layak untuk melakukan hal itu, antara kami dan kalian ada kitab Allah.' Lalu datanglah Al-Khawarij, pada saat itu kami memanggil mereka dengan istilah Al-Qurra' (para pembaca Al-Qur'an), pedang mereka diletakkan pada pundak-pundak mereka. Mereka berkata; 'Wahai Amirul Mukminin, kenapa kami menunggu kaum yang berada di atas dataran tinggi itu? tidak sebaiknyakah kami berjalan kepada mereka dengan membawa pedang hingga Allah memutuskan antara kami dengan mereka?'

Lalu Sahl bin Hunaif berkata; 'Wahai manusia, koreksilah diri kalian sendiri, kami telah mengadakan perdamaian pada saat Hudaibiyah antara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum musyrikin. Jika kami hendak berperang niscaya itu akan terjadi. Lalu datanglah 'Umar kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata; "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas kebatilan? Bukankah jika ada yang terbunuh diantara kita berada di surga dan jika ada yang terbunuh dari mereka akan berada di neraka?" Beliau menjawab, "ya." 'Umar radhiyallahu 'anhu berkata; "Kenapa kita memberi kehinaan kepada agama kita ini dan kita kembali? bukankah Allah telah memutuskan antara kita dan mereka?" Beliau bersabda: "Wahai Ibnul Khaththab, aku adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan Allah Azza wa Jalla tidak akan menelantarkanku selamanya." Abu Wa'il berkata; 'Lalu 'Umar pulang dalam keadaan marah dan tidak sabar sehingga mendatangi Abu Bakar, seraya bertanya-tanya, "Wahai Abu Bakar, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan? bukankah korban dari pihak kita berada di surga dan korban dari pihak mereka di neraka?" Abu Bakar menjawab, "Ya." 'Umar radhiyallahu 'anhu berkata; "Kenapa kita memberi kekurangan pada agama kita ini dan kita kembali? Bukankah Allah telah memutuskan antara kita dan mereka?" Abu Bakar terus mengatakan, "Wahai Ibnul Khaththab, beliau adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan Allah Azza wa Jalla tidak akan menelantarkannya selama-lamanya." Abu Wa'il berkata; 'Lalu turunlah Surat Al Fath. Lantas Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallam mengutus Abu Bakar kepada 'Umar, dan ia membacakan kepadanya. 'Umar berkata; "Wahai Rasulullah, apakah itu berarti kemenangan?" Beliau bersabda, "Ya." [Musnad Ahmad no. 15408]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

Kesepakatan tahkim untuk perundingan ditulis pada Rabu, 13 Safar 37 H. Ali dan Mu'awiyyah menyetujui tempat pelaksanaan perundingan yaitu di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan. Disertakan pula saksi-saksi yang menyaksikan kesepakatan dan tahkim ini. Dari pihak Ali ada 10 orang, yaitu Ibnu Abbas, Al-Asy'ats bin Qais, Sa'id bin Qais Al-Hamdani, 'Abdullah bin Thufail Al-'Amiri, Hujr bin 'Adi, Warqa' bin Sumayyah Al-Bajali, 'Abdullah bin Muhill, Uqbah bin Ziyad Al-Hadhrami, Yazid bin Hujiyyah At-Tamimi, dan Malik bin Ka'ab. Dari pihak Mu'awiyyah juga ada 10 orang, yaitu Abu Al-A'war As-Sulami, Habib bin Maslamah, 'Abdurrahman bin Khalid bin Walid, Mukhariq bin Al-Harits, Ibnu 'Amr Al-Adzri, Alqamah bin Yazid, Hamzah bin Malik Al-Hadhrami, Suba'i bin Yazid, Utbah bin Abi Sufyan (saudara kandung Mu'awiyyah) dan Yazid bin Al-Hurr Al-Absi. [Tarikh Ath-Thabari 5/53-54].

Dua juru runding (yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan 'Amr bin Al-'Ash -radhiyallahu 'anhuma-) akhirnya bertemu pada bulan Ramadhan sebagaimana yang telah disepakati. Al-Waqidi berkata, Mereka berkumpul pada bulan Sya'ban karena menjelang bulan Ramadhan Ali mengirim 400 personil bersama Syuraih bin Hani', Abu Musa dan Ibnu Abbas selaku imam shalat. Mu'awiyyah mengirim 'Amr bin Al-'Ash bersama 400 pasukan berkuda dari Syam, didalamnya terdapat putra 'Amr yaitu Abdullah bin 'Amr. Mereka bertemu di Daumatul Jandal yaitu suatu tempat di pertengahan antara Kufah dan Syam. Turut hadir pula dalam perundingan itu sejumlah tokoh besar diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Az-Zubair, Al-Mughirah bin Syu'bah, 'Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam Al-Makhzumi, 'Abdurrahman bin 'Abd Yaghuts Az-Zuhri dan Abu Jahm bin Hudzaifah. Sementara Sa'ad bin Abi Waqqash, salah seorang sahabat besar, memilih untuk mengasingkan diri dari perundingan itu, beliau memilih untuk tidak mengikuti politik yang penuh intrik serta mengucilkan diri dari zaman yang penuh fitnah semenjak Khalifah Utsman terbunuh.

Akhirnya dicapai kesepakatan untuk mencopot Ali dan Mu'awiyyah kemudian menyerahkan masalah ini kepada kaum muslimin untuk memilih amir yang paling cocok bagi mereka salah satu dari keduanya atau dari yang lain. Abu Musa mengisyaratkan untuk mengangkat Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma-. Tetapi 'Amr berkata kepadanya, "Angkat saja putraku yang setara ilmu, amal dan kezuhudannya." Abu Musa menjawab, "Engkau telah melibatkan putramu ke dalam fitnah padahal ia adalah seorang yang jujur!" [Tarikh Ath-Thabari 5/68].

Piagam kesepakatan yang telah dicapai oleh kedua belah pihak berbunyi :
Bismillahirrahmanirrahim
Ini adalah perjanjian yang disepakati oleh Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyyah bin Abi Sufyan.
Ali mewakili penduduk Iraq dan orang-orang yang bersamanya serta kaum muslimin, dan Mu'awiyyah mewakili penduduk Syam dan orang-orang yang bersamanya serta kaum muslimin.
Kami sepakat berhukum dengan hukum Allah dan kitabNya.
Kami menjunjung tinggi apa yang dijunjung tinggi oleh Allah dan merendahkan apa yang direndahkanNya.
Perkara apapun yang disepakati kedua juru runding dalam Kitabullah maka harus ditetapkan,
Dan perkara yang tidak ditemukan didalamnya maka ditetapkan melalui sunnah yang adil yang menyatukan kaum muslimin serta tidak mencerai-beraikan mereka.

MUNCULNYA KHAWARIJ

Al-Asy'ats bin Qais melewati sekelompok kaum bani Tamim, beliau membacakan kepada mereka piagam kesepakatan yang telah dicapai kedua belah pihak. Lalu bangkitlah Urwah bin Udayyah, "Apakah engkau mengangkat manusia sebagai hakim dalam agama Allah?" Kemudian ia memukul bagian belakang hewan tunggangan Al-Asy'ats hingga beliau dan kaumnya marah atas perlakuannya itu. Al-Ahnaf bin Qais dan sejumlah tokoh bani Tamim meminta maaf padanya atas perlakuan tersebut. Al-Haitsam bin Adi berkata, "Ahlul Qurra' mengklaim bahwa orang pertama yang memprotes tahkim adalah 'Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi. Namun yang benar adalah yang pertama (yaitu Urwah bin Udayyah). Kata-kata protes yang dilontarkan lelaki ini diadopsi oleh sekelompok orang dari pasukan Ali dari ahlul Qurra', mereka berkata, "Tidak ada hukum kecuali milik Allah!" Mereka inilah yang nanti disebut Al-Muhakkimiyah.

Mu'awiyyah dan pasukannya kembali ke Damaskus sementara Ali kembali ke Kufah. Seorang lelaki berkata kepada beliau, "Ali pergi lalu kembali tanpa membawa apa-apa?" Ali menjawab, "Orang-orang yang kami tinggalkan (maksudnya penduduk Syam) lebih baik dari kalian." Beliau terus berlalu sambil berdzikir mengingat Allah hingga masuk ke dalam kediamannya. Pada saat inilah, sekitar 12000 anggota pasukannya memisahkan diri. Merekalah para Khawarij tersebut, mereka tidak mau tinggal bersama Ali di Kufah. Mereka memilih tinggal di Harura. Mereka mengingkari peristiwa tahkim tersebut dan menganggap Ali telah kafir karena berhukum dengan keputusan manusia. Ali tidak tinggal diam, beliau segera mengirim Ibnu Abbas kepada mereka untuk berdialog dan menyadarkan mereka. Banyak dari mereka akhirnya bertaubat dan sisanya tetap bertahan dengan pendapat mereka. Inilah Khawarij yang disinggung pada awal pembahasan diatas, mereka menyempal dari jama'ah kaum muslimin dan berselisih dengan mereka. Inilah salah satu kebenaran Nubuwwah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam tentang golongan kaum muslimin yang memisahkan diri pada saat terjadinya fitnah.

Diriwayatkan bahwa Ali sendiri yang akhirnya keluar menemui mereka dan berdialog dengan mereka tentang perkara yang mereka ingkari atas beliau. Ali berhasil mencapai kata sepakat dengan mereka dan mereka pun kembali ke Kufah. Namun mereka melanggar kesepakatan, mereka menggalang persatuan di antara mereka untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dan untuk menegakkan kebenaran di tengah manusia (menurut versi mereka). Mereka kembali memisahkan diri menuju tempat yang bernama Nahrawan. Di situlah Ali kemudian memerangi mereka. [Tarikh Ath-Thabari 5/91]

Al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan :

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى الطَّبَّاعُ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عِيَاضِ بْنِ عَمْرٍو الْقَارِيِّ قَالَ
جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَدَّادٍ فَدَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَنَحْنُ عِنْدَهَا جُلُوسٌ مَرْجِعَهُ مِنْ الْعِرَاقِ لَيَالِيَ قُتِلَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَتْ لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ شَدَّادٍ هَلْ أَنْتَ صَادِقِي عَمَّا أَسْأَلُكَ عَنْهُ تُحَدِّثُنِي عَنْ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ الَّذِينَ قَتَلَهُمْ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَمَا لِي لَا أَصْدُقُكِ قَالَتْ فَحَدِّثْنِي عَنْ قِصَّتِهِمْ قَالَ فَإِنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَمَّا كَاتَبَ مُعَاوِيَةَ وَحَكَمَ الْحَكَمَانِ خَرَجَ عَلَيْهِ ثَمَانِيَةُ آلَافٍ مِنْ قُرَّاءِ النَّاسِ فَنَزَلُوا بِأَرْضٍ يُقَالُ لَهَا حَرُورَاءُ مِنْ جَانِبِ الْكُوفَةِ وَإِنَّهُمْ عَتَبُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا انْسَلَخْتَ مِنْ قَمِيصٍ أَلْبَسَكَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَاسْمٍ سَمَّاكَ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ ثُمَّ انْطَلَقْتَ فَحَكَّمْتَ فِي دِينِ اللَّهِ فَلَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ تَعَالَى فَلَمَّا أَنْ بَلَغَ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا عَتَبُوا عَلَيْهِ وَفَارَقُوهُ عَلَيْهِ فَأَمَرَ مُؤَذِّنًا فَأَذَّنَ أَنْ لَا يَدْخُلَ عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ إِلَّا رَجُلٌ قَدْ حَمَلَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا أَنْ امْتَلَأَتْ الدَّارُ مِنْ قُرَّاءِ النَّاسِ دَعَا بِمُصْحَفٍ إِمَامٍ عَظِيمٍ فَوَضَعَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَصُكُّهُ بِيَدِهِ وَيَقُولُ أَيُّهَا الْمُصْحَفُ حَدِّثْ النَّاسَ فَنَادَاهُ النَّاسُ فَقَالُوا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا تَسْأَلُ عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ مِدَادٌ فِي وَرَقٍ وَنَحْنُ نَتَكَلَّمُ بِمَا رُوِينَا مِنْهُ فَمَاذَا تُرِيدُ قَالَ أَصْحَابُكُمْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ خَرَجُوا بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ كِتَابُ اللَّهِ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ فِي امْرَأَةٍ وَرَجُلٍ
{ وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقْ اللَّهُ بَيْنَهُمَا }
فَأُمَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْظَمُ دَمًا وَحُرْمَةً مِنْ امْرَأَةٍ وَرَجُلٍ وَنَقَمُوا عَلَيَّ أَنْ كَاتَبْتُ مُعَاوِيَةَ كَتَبَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَقَدْ جَاءَنَا سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَةِ حِينَ صَالَحَ قَوْمَهُ قُرَيْشًا فَكَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَقَالَ سُهَيْلٌ لَا تَكْتُبْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَقَالَ كَيْفَ نَكْتُبُ فَقَالَ اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاكْتُبْ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ لَوْ أَعْلَمُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ لَمْ أُخَالِفْكَ فَكَتَبَ هَذَا مَا صَالَحَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قُرَيْشًا يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ
{ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ }
فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ عَلِيٌّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَخَرَجْتُ مَعَهُ حَتَّى إِذَا تَوَسَّطْنَا عَسْكَرَهُمْ قَامَ ابْنُ الْكَوَّاءِ يَخْطُبُ النَّاسَ فَقَالَ يَا حَمَلَةَ الْقُرْآنِ إِنَّ هَذَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَمَنْ لَمْ يَكُنْ يَعْرِفُهُ فَأَنَا أُعَرِّفُهُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَا يَعْرِفُهُ بِهِ هَذَا مِمَّنْ نَزَلَ فِيهِ وَفِي قَوْمِهِ
{ قَوْمٌ خَصِمُونَ }
فَرُدُّوهُ إِلَى صَاحِبِهِ وَلَا تُوَاضِعُوهُ كِتَابَ اللَّهِ فَقَامَ خُطَبَاؤُهُمْ فَقَالُوا وَاللَّهِ لَنُوَاضِعَنَّهُ كِتَابَ اللَّهِ فَإِنْ جَاءَ بِحَقٍّ نَعْرِفُهُ لَنَتَّبِعَنَّهُ وَإِنْ جَاءَ بِبَاطِلٍ لَنُبَكِّتَنَّهُ بِبَاطِلِهِ فَوَاضَعُوا عَبْدَ اللَّهِ الْكِتَابَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَرَجَعَ مِنْهُمْ أَرْبَعَةُ آلَافٍ كُلُّهُمْ تَائِبٌ فِيهِمْ ابْنُ الْكَوَّاءِ حَتَّى أَدْخَلَهُمْ عَلَى عَلِيٍّ الْكُوفَةَ فَبَعَثَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى بَقِيَّتِهِمْ فَقَالَ قَدْ كَانَ مِنْ أَمْرِنَا وَأَمْرِ النَّاسِ مَا قَدْ رَأَيْتُمْ فَقِفُوا حَيْثُ شِئْتُمْ حَتَّى تَجْتَمِعَ أُمَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا تَسْفِكُوا دَمًا حَرَامًا أَوْ تَقْطَعُوا سَبِيلًا أَوْ تَظْلِمُوا ذِمَّةً فَإِنَّكُمْ إِنْ فَعَلْتُمْ فَقَدْ نَبَذْنَا إِلَيْكُمْ الْحَرْبَ عَلَى سَوَاءٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ فَقَالَتْ لَهُ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا يَا ابْنَ شَدَّادٍ فَقَدْ قَتَلَهُمْ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا بَعَثَ إِلَيْهِمْ حَتَّى قَطَعُوا السَّبِيلَ وَسَفَكُوا الدَّمَ وَاسْتَحَلُّوا أَهْلَ الذِّمَّةِ فَقَالَتْ أَاللَّهِ قَالَ أَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَقَدْ كَانَ قَالَتْ فَمَا شَيْءٌ بَلَغَنِي عَنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ يَتَحَدَّثُونَهُ يَقُولُونَ ذُو الثُّدَيِّ وَذُو الثُّدَيِّ قَالَ قَدْ رَأَيْتُهُ وَقُمْتُ مَعَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَيْهِ فِي الْقَتْلَى فَدَعَا النَّاسَ فَقَالَ أَتَعْرِفُونَ هَذَا فَمَا أَكْثَرَ مَنْ جَاءَ يَقُولُ قَدْ رَأَيْتُهُ فِي مَسْجِدِ بَنِي فُلَانٍ يُصَلِّي وَرَأَيْتُهُ فِي مَسْجِدِ بَنِي فُلَانٍ يُصَلِّي وَلَمْ يَأْتُوا فِيهِ بِثَبَتٍ يُعْرَفُ إِلَّا ذَلِكَ قَالَتْ فَمَا قَوْلُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حِينَ قَامَ عَلَيْهِ كَمَا يَزْعُمُ أَهْلُ الْعِرَاقِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ صَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ قَالَتْ هَلْ سَمِعْتَ مِنْهُ أَنَّهُ قَالَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا قَالَتْ أَجَلْ صَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ يَرْحَمُ اللَّهُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنَّهُ كَانَ مِنْ كَلَامِهِ لَا يَرَى شَيْئًا يُعْجِبُهُ إِلَّا قَالَ صَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ فَيَذْهَبُ أَهْلُ الْعِرَاقِ يَكْذِبُونَ عَلَيْهِ وَيَزِيدُونَ عَلَيْهِ فِي الْحَدِيثِ

Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Isa Ath-Thabba', telah menceritakan kepadaku Yahya bin Sulaim, dari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim, dari 'Ubaidillah bin Iyadh bin 'Amr Al-Qari, dia berkata; Abdullah Bin Syaddad datang menemui Aisyah, sementara kami sedang berada di sisinya sepulangnya dari Iraq pada hari-hari terbunuhnya Ali, kemudian Aisyah bertanya kepadanya; "Wahai Abdullah bin Syaddad, apakah kamu akan jujur kepadaku tentang apa yang akan aku tanyakan kepadamu, maukah kamu menceritakan kepadaku tentang kaum yang diperangi oleh Ali?" Abdullah menjawab; "Mengapa aku tidak akan jujur kepadamu?" Aisyah berkata; "Maka ceritakanlah kepadaku tentang mereka!"

Abdullah berkata; 'Sesungguhnya ketika Ali mengadakan perjanjian dengan Mu'awiyyah, dan dua orang sebagai hakim telah memutuskan, maka keluarlah dari Ali delapan ribu orang dari para Qari', dan mereka menetap di suatu tempat bernama Harura' terletak di sebelah Kufah, mereka mencela Ali dengan mengatakan; "Kamu telah melepas pakaian yang Allah Ta'ala pakaikan kepadamu, dan dari nama yang telah Allah Ta'ala berikan kepadamu, kemudian kamu bergegas menghukumi (menggunakan hukum manusia) dengan mengatasnamakan agama Allah, padahal tidak ada hukum kecuali hukum Allah Ta'ala." maka ketika berita tentang celaan mereka sampai kepada Ali dan mereka memisahkan diri darinya, Ali memerintahkan seseorang untuk menyerukan agar tidak ada yang mendatangi Amirul Mukminin kecuali seseorang yang membawa Al-Qur'an, dan ketika ruangan telah dipenuhi oleh para Qari' Al-Qur'an, Ali meminta sebuah mushaf besar, kemudian dia letakkan di kedua tangannya dan menekannya dengan tangannya seraya berkata; "Wahai mushaf, beritakan kepada orang-orang." Maka mereka pun menyerunya, mereka mengatakan; "Wahai Amirul Mukminin, mengapa kamu bertanya kepadanya, padahal dia hanyalah sebuah tulisan tinta pada lembaran kertas, dan kami berbicara berdasarkan apa yang diriwayatkan darinya kepada kami, lalu apa yang engkau maksud?"

Ali menjawab; "(Yang aku maksud adalah) Sahabat-sahabat kalian, yaitu orang-orang yang keluar dariku, padahal diantara aku dan mereka ada kitabullah, Allah Ta'ala telah berfirman dalam kitab-Nya tentang seorang wanita dan laki laki: (Dan jika kalian khawatir akan terjadi perpecahan diantara keduanya, maka kirimkanlah seorang penengah dari keluarga laki-laki dan dari keluarga wanita, jika keduanya menghendaki islah (perdamaian) niscaya Allah akan mendamaikan keduanya [QS An-Nisaa' : 35]). Sedangkan darah umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam lebih besar dan lebih terhormat daripada hanya sekedar seorang lelaki dan seorang wanita, dan mereka dendam kepadaku karena aku mengadakan perjanjian dengan Mu'awiyyah." Ali bin Abi Thalib telah menulis perjanjian ketika datang kepada kami Suhail bin 'Amr, dan kami pada saat itu bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Hudaibiyah ketika beliau mengadakan perjanjian damai dengan kaumnya dari Quraisy, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menulis; "Bismillaahir rahmaanir rahiim," maka Suhail berkata; "Jangan kamu tulis "Bismillaahir rahmaanir rahiim." Maka beliau bertanya; "Lalu apa yang kami tulis?" Suhail berkata; "Tulislah; bismika allahumma," Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Tulislah Muhammad Rasulullah!" Maka Suhail berkata; "Seandainya aku tahu bahwa engkau adalah Rasulullah, niscaya aku tidak akan menyelisihimu." Kemudian beliau menulis: "Ini adalah perdamaian Muhammad Bin Abdullah dengan orang Quraisy", Allah Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya: "Telah ada pada diri Rasulullah contoh teladan bagi kalian, bagi siapa yang berharap kepada Allah dan hari akhir [QS Al-Ahzab : 21]."

Maka Ali pun mengutus Abdullah bin Abbas kepada mereka (orang-orang Khawarij yang keluar dari Kufah), aku (Ibnu Syaddad) ikut keluar bersamanya. Ketika kami telah berada di tengah-tengah pasukan mereka, bangkitlah Ibnul Kawwa' dan berkhutbah di hadapan mereka dengan mengatakan; "Wahai para pembawa Al-Qur'an, sesungguhnya ini adalah Abdullah bin Abbas, barangsiapa belum mengenalnya, maka saya akan memperkenalkan dia dari kitabullah sehingga dapat mengenalnya, inilah diantara ayat yang diturunkan tentang dia dan kaumnya (suatu kaum yang berselisih [QS Az-Zukhruf : 58]) maka kembalikanlah kepada ahlinya dan janganlah kalian menguji dia tentang kitabullah." Kemudian para ahli khutbah dari mereka berdiri dan mengatakan; "Demi Allah, kami pasti akan menguji dia dengan kitabullah, jika dia datang dengan membawa Al-Haq, maka kami mengenalnya dan pasti kami akan mengikutinya, akan tetapi apabila dia datang dengan membawa kebatilan, maka kami akan mencelanya atas kebatilannya." Kemudian mereka menguji Ibnu Abbas dengan Al-Qur'an selama tiga hari, lalu empat ribu orang dari mereka kembali (kepada Al-Haq), mereka semuanya bertaubat dan diantara mereka adalah Ibnul Kawwa' sehingga mereka kembali kepada Ali di Kufah, kemudian Ali mengutusnya kepada sisanya (yang masih keluar dari Ali), maka Ibnu Abbas berkata; "Kalian telah saksikan perkara yang terjadi diantara kita dan orang-orang, maka berhentilah jika kalian menghendaki sehingga umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersatu, diantara kami dan kalian jangan saling menumpahkan darah yang haram, janganlah kalian menyamun atau menzhalimi orang yang ada ikatan perjanjian, sesungguhnya jika kalian melakukannya, maka kami akan memerangi kalian secara adil, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang khianat [QS Al-Anfal : 58]."

Kemudian Aisyah bertanya; "Wahai Ibnu Syaddad, sungguhkah Ali telah memerangi mereka?" Kemudian Abdullah Bin Syaddad menjawab; "Demi Allah, Ali tidak memerangi mereka hingga mereka menyamun, menumpahkan darah dan menghalalkan ahli Dzimmah." Kemudian Aisyah berkata; "Demi Allah (benarkah)?" Ibnu Syaddad menjawab; "Demi Allah, yang tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia, itulah yang terjadi." Aisyah bertanya; "Lalu bagaimanakah berita yang sampai kepadaku dari penduduk Iraq, mereka memperbincangkannya, mereka mengatakan; 'Pemilik buah dada, pemilik buah dada!'" Ibnu Syaddad berkata; "Sungguh aku melihatnya dan aku berdiri bersama Ali ketika berada di antara para korban tewas, kemudian Ali memanggil orang-orang seraya berkata; "Apakah kalian mengenali orang ini? Alangkah besarnya apa yang dia datangkan." Orang-orang berkata; "Sungguh aku sering melihat dia melaksanakan shalat di masjid fulan dan di masjid fulan." Dan orang-orang tidak mengatakan sesuatu yang pasti yang dapat mengenalinya kecuali hanya itu." Lalu Aisyah bertanya; "Lalu apa yang dikatakan oleh Ali ketika ia mendengar sebagaimana anggapan penduduk Iraq?" Ibnu Syaddad menjawab; aku mendengar Ali mengatakan: "Maha Benar Allah dan Rasul-Nya." Aisyah berkata; "Apakah kamu mendengar dia mengatakan sesuatu yang lain?" Ibnu Syaddad menjawab; "Allahumma, (demi Allah) tidak." Aisyah berkata; "Benar, Maha Benar Allah dan Rasul-Nya, semoga Allah merahmati Ali, sesungguhnya diantara ucapannya bahwa dia tidak melihat sesuatu yang membuat dia takjub kecuali dia mengucapkan; "Maha Benar Allah dan Rasul-Nya." Namun penduduk Iraq mendustakannya dan menambah-nambahi kata-katanya." [Musnad Ahmad no. 641, Mustadrak Al-Hakim 2/152 dengan sanad hasan. Dan dikeluarkan oleh Ibnu 'Asakir dalam Tarikhnya 27/102].

Allahu a'lamu bishawab.

Semoga bermanfaat.

Senin, 20 Dzulhijjah 1433 H.

Sumber : Tartib wa Tahdzib Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah
Karya : Syaikh Dr. Muhammad bin Shamil As-Sulami

source

photo by Tommi Marsetio 

Sikap 'Ulama Islam terhadap Agama Syi’ah

Pada hari-hari ini, kita melihat bahwa kaum Syi’ah sibuk menyebarkan lembaran-lembaran dari beberapa tokoh yang berisi beberapa pernyataan bahwa; agama Syi’ah tidak sesat.

Hal ini sudah menjadi kebiasaan kaum Syi’ah, pada negeri tempat mereka menganggap diri-diri mereka sebagai kaum minoritas, untuk menyerukan pendekatan atau persatuan antara Sunni dan Syi’ah serta yang semisalnya.
Seluruh hal tersebut adalah upaya untuk mengaburkan sikap 'ulama Islam terhadap agama Syi’ah.

Berikut beberapa ucapan 'ulama kaum muslimin tentang agama Syi’ah agar umat Islam mengetahui bagaimana sikap 'ulama Islam yang sesungguhnya terhadap agama Syi’ah.

1. Imam ‘Alqamah bin Qais An-Nakha’iyrahimahulllâh (W. 62 H)

Beliau berkata,

لقد غلت هذه الشيعة في علي رضي الله عنه كما غلت النصارى في عيسى بن مريم

“Sungguh kaum Syi’ah ini telah berlaku ekstrem terhadap ‘Ali radhiyallâhu ‘anhû sebagaimana kaum Nashara berlaku ekstrem terhadap Isa bin Maryam.” [Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/548]

2. Imam ‘Amr bin Syarâhîl Asy-Sya’by Al-Kûfy rahimahulllâh (W. 105 H)

Beliau bertutur,

ما رأيت قوماً أحمق من الشيعة

“Saya tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih dungu daripada kaum Syi’ah.”
[Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/549, Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/497, dan Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jam’âh 7/1461]

Beliau juga bertutur,

نظرت في هذه الأهواء وكلمت أهلها فلم أر قوماً أقل عقولاً من الخشبية

“Saya melihat kepada pemikiran-pemikiran sesat ini, dan Saya telah berbicara dengan penganutnya. Saya tidak melihat bahwa ada suatu kaum yang akalnya lebih pendek daripada kaum (Syi’ah) Al-Khasyabiyah.”
[Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/548]

3. Imam Thalhah bin Musharrif rahimahulllâh (W. 112 H)

Beliau berkata,

الرافضة لا تنكح نساؤهم، ولا تؤكل ذبائحهم، لأنهم أهل ردة

“(Kaum Syi’ah) Rafidhah tidak boleh menikahi kaum perempuan mereka dan tidak boleh memakan daging-daging sembelihannya karena mereka adalah kaum murtad.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Ash-Shughrâ` hal. 161]

4. Imam Abu Hanîfah Muhammad bin An-Nu’mân rahimahulllâh (W. 150 H)

Beliau berucap,

الجماعة أن تفضل أبا بكر وعمر وعلياً وعثمان ولا تنتقص أحداً من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Al-Jamâ’ah adalah (berarti) engkau mengutamakan Abu Bakar, Umar, Ali, dan Ustman, serta janganlah engkau mencela seorang pun shahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
[Al-Intiqâ` Fî Fadhâ`il Ats-Tsalâtsah Al-A`immah Al-Fuqahâ` hal. 163]

5. Imam Mis’ar bin Kidâm rahimahulllâh (W. 155 H)

Imam Al-Lâlakâ`iy meriwayatkan bahwa Mis’ar bin Kidâm dijumpai seorang lelaki dari kaum Rafidhah, kemudian orang tersebut membicarakan sesuatu dengannya,
tetapi kemudian Mis’ar berkata,

تنح عني فإنك شيطان

“Menyingkirlah dariku. Sesungguhnya engkau adalah syaithan.”
[Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wal Jamâ’ah 8/1457]

6. Imam Sufyân bin Abdillah Ats-Tsaury rahimahulllâh (W. 161 H)

Muhammad bin Yusuf Al-Firyâby menyebut bahwa beliau mendengar Sufyân ditanya oleh seorang lelaki tentang pencela Abu Bakr dan Umar, Sufyân pun menjawab,

كافر بالله العظيم

“(Pencela itu) adalah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.”

Orang tersebut bertanya, “(Bolehkah) Kami menshalatinya?”

(Sufyân) menjawab,

لا، ولا كرامة

“Tidak. Tiada kemuliaan baginya.”

Kemudian beliau ditanya, “Lâ Ilâha Illallâh. Bagaimana kami berbuat terhadap jenazahnya?”

Beliau menjawab,

لا تمسوه بأيديكم، ارفعوه بالخشب حتى تواروه في قبره

“Janganlah kalian menyentuhnya dengan tangan-tangan kalian. Angkatlah (jenazah itu) dengan kayu hingga kalian menutup kuburnya.” [Disebutkan oleh Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lâm An-Nubalâ` 7/253]

7. Imam Malik bin Anas rahimahulllâh (W. 179 H)

Beliau bertutur,

الذي يشتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ، ليس لهم سهم، أوقال نصيب في الإسلام

“Orang yang mencela shahabat Nabi _shallallâhu ‘alaihi wa sallam_ tidaklah memiliki saham atau bagian apapun dalam keislaman.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah hal. 162 dan Al-Khatsûl dalam As-Sunnah 1/493]

Asyhab bin Abdul Aziz menyebutkan bahwaImam Malik ditanya tentang Syi’ah Rafidhah maka Imam Malik menjawab,

لا تكلمهم ولا ترو عنهم فإنهم يكذبون

“Janganlah kalian meriwayatkan hadits dari mereka. Sesungguhnya mereka itu sering berdusta.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah sebagaimana dalam Minhâj As-Sunnah karya Ibnu Taymiyah 1/61]

8. Imam Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim rahimahulllâh (W.182 H)

Beliau berkata,

لا أصلي خلف جهمي، ولا رافضي، ولا قدري

“Saya tidak mengerjakan shalat di belakang seorang Jahmy (penganut Jahmiyah),
Râfidhy (penganut paham Syi’ah Rafidhah), dan Qadary (penganut paham Qadariyah).”

[Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 4/733]

9. Imam Abdurrahman bin Mahdi rahimahulllâh (W. 198 H)

Beliau berucap,

هما ملتان: الجهمية، والرافضة

“Ada dua agama (yang bukan Islam), yaitu Jahmiyah dan Rafidhah.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dalam Khalq Af’âl Al-‘Ibâd hal.125]

10. Imam Muhammad bin Idris Asy-Syâfi’iy rahimahulllâh (W. 204 H)

Beliau berkata,

لم أر أحداً من أصحاب الأهواء، أكذب في الدعوى، ولا أشهد بالزور من الرافضة

“Saya tidak pernah melihat seorang pun penganut hawa nafsu yang lebih dusta
dalam pengakuan dan lebih banyak bersaksi palsu melebihi Kaum Rafidhah.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` 2/545 dan Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/1457]

11. Imam Yazîd bin Harun rahimahulllâh (W. 206 H)

Beliau berkata,

يكتب عن كل صاحب بدعة إذا لم يكن داعية إلا الرافضة فإنهم يكذبون

“Boleh mencatat (hadits) dari setiap penganut bid’ah yang menyeru kepada bid’ahnya, kecuali (Syi’ah) Rafidhah karena mereka sering berdusta.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` sebagaimana dalam Minhâj As-Sunnah 1/60 karya Ibnu Taymiyah]

12. Imam Muhammad bin Yusuf Al-Firyaby rahimahulllâh (W. 212 H)

Beliau berkata,

ما أرى الرافضة والجهمية إلا زنادقة

“Saya tidak memandang kaum Rafidhah dan kaum Jahmiyah, kecuali sebagai orang-orang zindiq.” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/1457]

13. Imam Al-Humaidy, Abdullah bin Az-Zubair rahimahulllâh (W. 219 H)

Setelah menyebutkan kewajiban mendo'akan rahmat bagi para shahabat, beliau berkata,

فلم نؤمر إلا بالاستغفار لهم، فمن يسبهم، أو ينتقصهم أو أحداً منهم، فليس على السنة، وليس له في الفئ حق

“Kita tidaklah diperintah, kecuali memohonkan ampunan bagi (para shahabat).
Siapa saja yang mencerca mereka atau merendahkan mereka atau salah seorang di antara mereka, dia tidaklah berada di atas sunnah dan tidak ada hak apapun baginya dalam fâ`i.”

[Ushûl As-Sunnah hal.43]

14. Imam Al-Qâsim bin As-Sallam rahimahulllâh (W. 224 H)

Beliau berkata,

عاشرت الناس، وكلمت أهل الكلام، وكذا، فما رأيت أوسخ وسخاً، ولا أقذر قذراً، ولا أضعف حجة، ولا أحمق من الرافضة …

“Saya telah hidup dengan seluruh manusia. Saya telah berbicara dengan ahli kalam dan demikian. Saya tidak melihat ada yang lebih kotor, lebih menjijikkan,
argumennya lebih lemah, dan lebih dungu daripada kaum Rafidhah ”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/499]

15. Imam Ahmad bin Yunus rahimahulllâh (W. 227 H)

Beliau berkata,

إنا لا نأكل ذبيحة رجل رافضي، فإنه عندي مرتد

“Sesungguhnya kami tidaklah memakan sembelihan seorang Syi’ah Rafidhah karena dia, menurut Saya, adalah murtad.” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/459]

16. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahulllâh (W. 241 H)

Banyak riwayat dari beliau tentang celaan terhadap kaum Rafidhah. Di antaranya adalah :

Beliau ditanya tentang seorang lelaki yang mencela seorang shahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam maka beliau menjawab,

ما أراه على الإسلام

“Saya tidak memandang bahwa dia di atas (agama) Islam.”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/493]

Beliau juga ditanya tentang pencela Abu Bakr, Umar, dan Aisyah maka beliau menjawab, “Saya tidak memandang bahwa dia di atas (agama) Islam.”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/493]

Beliau ditanya pula tentang orang yang bertetangga dengan (Syi’ah) Rafidhah yang memberi salam kepada orang itu. Beliau menjawab.

لا، وإذا سلم عليه لا يرد عليه

“Tidak (dijawab). Bila (orang Syi’ah) itu memberi salam kepada (orang) itu,
janganlah dia menjawab (salam) tersebut.”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/494]

17. Imam Al-Bukhâry, Muhammad bin Ismail rahimahulllâh (W. 256 H)

Beliau berkata,

ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي، أم صليت خلف اليهود والنصارى، ولا يسلم عليهم، ولا يعادون، ولا يناكحون، ولا يشهدون، ولا تؤكل ذبائحهم

“Saya tidak peduli. Baik Saya melaksanakan shalat di belakang Jahmy dan Rafidhy maupun Saya mengerjakan shalat di belakang orang-orang Yahudi dan Nashara,
(ketidakbolehannya sama saja). Seseorang) tidak boleh menjenguk mereka, menikahi mereka, dan bersaksi untuk mereka.” [Khalq Af’âl Al-‘Ibâd hal. 125]

18. Imam Abu Zur’ah Ar-Râzy, Ubaidullah bin Abdil Karim rahimahulllâh (W. 264 H)

Beliau berkata, “Apabila engkau melihat seorang lelaki yang merendahkan seorang shahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketahuilah bahwa dia adalah zindiq. Hal itu karena, di sisi Kami, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah benar dan Al-Qur`an adalah benar.

Sesungguhnya, penyampai Al-Qur`an ini dan hadits-hadits adalah para shahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam (Orang Syi’ah yang mencela shahabat) hanya ingin mempercacat saksi-saksi Kita untuk menghasilkan Al-Kitab dan Sunnah,
Celaan terhadap (kaum pencela itu) adalah lebih pantas dan mereka adalah para zindiq.” [Diriwayatkan oleh Al-Khâtib dalam Al-Kifâyah hal. 49]

19. Imam Abu Hâtim Ar-Râzy, Muhammad bin Idris rahimahulllâh (W. 277 H)

Ibnu Abi Hâtim bertanya kepada ayahnya, Abu Hâtim, dan kepada Abu Zur’ah tentang madzhab dan aqidah Ahlus Sunnah maka Abu Hâtim dan Abu Zur’ah menyebut pendapat yang disepakati oleh para ulama itu di berbagai negeri.
Di antara perkataan mereka berdua adalah bahwa kaum Jahmiyah adalah kafir,
sedang kaum Rafidhah telah menolak keislaman.

[Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jam’âh 1/178]

20. Imam Al-Hasan bin Ali bin Khalaf Al-Barbahary rahimahulllâh (W. 329 H)

Beliau berkata,

واعلم أن الأهواء كلها ردية، تدعوا إلى السيف، وأردؤها وأكفرها الرافضة، والمعتزلة، والجهمية، فإنهم يريدون الناس على التعطيل والزندقة

“Ketahuilah bahwa seluruh pemikiran sesat adalah menghancurkan, mengajak kepada kudeta. Yang paling hancur dan paling kafir di antara mereka adalah kaum Rafidhah, Mu’tazilah, Jahmiyah. Sesungguhnya mereka menghendaki manusia untuk melakukan ta’thîl dan kezindiqan.”

[Syarh As-Sunnah hal. 54]

21. Imam Umar bin Syâhin rahimahulllâh (W. 385 H)

Beliau berkata, “Sesungguhnya, sebaik-baik manusia setelah Rasulullahshallallâhu
‘alaihi wa sallamadalah Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali ‘alaihimus salâm, serta sesungguhnya seluruh shahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan lagi baik. Sesungguhnya Saya beragama kepada Allah dengan mencintai mereka semua, dan se sungguhnya Saya berlepas diri dari siapa saja yang mencela, melaknat, dan menyesatkan mereka, menganggap mereka berkhianat, serta mengafirkan mereka dan sesungguhnya Saya berlepas diri dari semua bid’ah berupa Qadariyah, Murji’ah, Rafidhah, Nawâshib, dan Mu’tazilah.”

[Al-Lathîf Li Syarh Madzâhib Ahlis Sunnah hal. 251-252]

22. Imam Ibnu Baththah rahimahulllâh (W. 387 H)

Beliau bertutur,“Adapun (Syi’ah) Rafidhah, mereka adalah manusia yang paling banyak berselisih, berbeda, dan saling mencela. Setiap di antara mereka memilih madzhab tersendiri untuk dirinya, melaknat penyelisihnya, dan mengafirkan orang yang tidak mengikutinya. Seluruh dari mereka menyatakan bahwa tidak (sah) melaksanakan shalat, puasa, jihad, Jum’at, dua Id, nikah, talak, tidak pula jual-beli, kecuali dengan imam, sedang barangsiapa yang tidak memiliki imam, tiada agamanya baginya, dan barangsiapa yang tidak mengetahui imamnya, tiada agama baginya

Andaikata bukan karena pengutamaan penjagaan ilmu, yang perkaranya telah Allah tinggikan dan kedudukannya telah Allah muliakan, dan penyucian ilmu terhadap percampuran najis-najis penganut kesesatan serta keburukan pendapat-pendapat dan madzhab mereka, yang kulit-kulit merinding menyebutkannya, jiwa merintih mendengarkannya, dan orang-orang yang berakal membersihkan ucapan dan pendengaran mereka dari ucapan-ucapan bid’ah tersebut, tentulah Saya akan menyebutkan (kesesatan Rafidhah) yang akan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang ingin mengambil pelajaran.”

[Al-Ibânah Al-Kubrâ` hal. 556]

23. Imam Al-Qahthâny rahimahulllâh (W. 387 H)

Beliau menuturkan kesesatan Rafidhah dalam Nûniyah-nya,

إن الروافضَ شرُّمن وطيءَ الحَصَى … من كلِّ إنسٍ ناطقٍ أو جانِ

مدحوا النّبيَ وخونوا أصحابه … ورموُهمُ بالظلمِ والعدوانِ

حبّوا قرابتهَ وسبَّوا صحبه … جدلان عند الله منتقضانِ

Sesungguhnya orang-orang Rafidhah adalah sejelek-jelek makhluk yang pernah menapak bebatuan

Dari seluruh manusia yang berbicara dan seluruh jin

Mereka memuji Nabi, tetapi menganggap para shahabatnya berkhianat

Dan mereka menuduh para shahabat dengan kezhaliman dan permusuhan

Mereka (mengaku) mencintai kerabat Nabi, tetapi mencela para shahabat beliau

Dua perdebatan yang bertentangan di sisi Allah

[Nûniyah Al-Qahthâny hal. 21]

24. Imam Abul Qâsim Ismail bin Muhammad Al-Ashbahâny rahimahulllâh (W. 535 H)

Beliau berucap, “Orang-orang Khawarij dan Rafidhah, madzhabnya telah mencapai pengafiran shahabat dan orang-orang Qadariyah yang mengafirkan kaum muslimin yang menyelisihi mereka. Kami tidak berpendapat bahwa boleh melaksanakan shalat di belakang mereka, dan kami tidak berpendapat akan kebolehan hukum para qadhi dan pengadilan mereka. Juga bahwa, siapa saja di antara mereka yang membolehkan kudeta dan menghalalkan darah, tidak diterima persaksian dari mereka.”

[Al-Hujjah Fî Bayân Al-Mahajjah 2/551]

25. Imam Abu Bakr bin Al-‘Araby rahimahulllâh (W. 543 H)

Beliau bertutur, “Tidaklah keridhaan orang-orang Yahudi dan Nashara kepada pengikut Musa dan Isa sama seperti keridhaan orang-orang Rafidhah kepada para shahabat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam Yakni, (kaum Rafidhah) menghukumi (para shahahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam) bahwa para (shahabat) bersepakat di atas kekafiran dan kebatilan.”

[Al-‘Awâshim Min Al-Qawâshim hal. 192]

26. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah rahimahulllâh (W. 728 H)

Beliau menyatakan, “dan cukuplah Allah sebagai Yang Maha Mengetahui bahwa,
dalam seluruh kelompok yang bernisbah kepada Islam, tiada yang (membawa) bid’ah dan kesesatan yang lebih jelek daripada (kaum Rafidhah) tersebut, serta tiada yang lebih jahil, lebih pendusta, lebih zhalim, dan lebih dekat kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, juga tiada yang lebih jauh dari hakikat keimanan daripada (kaum Rafidhah) itu.”

[Minhâj As-Sunnah 1/160]

Beliau berkata pula, “(Kaum Rafidhah) membantu orang-orang Yahudi, orang-orang Nashara, dan kaum musyrikin terhadap ahlul bait Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau yang beriman sebagaimana mereka telah membantu kaum musyrikin dari kalangan At-Turk dan Tartar akan perbuatan mereka di Baghdad dan selainnya terhadap ahlul bait Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan Ma’din Ar-Risâlah, keturunan Al-‘Abbâs dan ahlul bait yang lain, berupa pembunuhan, penawanan, dan perusakan negeri-negeri. Kejelekan dan bahaya (orang-orang Rafidhah) terhadap umat Islam takkan mampu dihitung oleh orang yang fasih berbicara.”

[Majmu’ Al-Fatâwâ 25/309]

*Disadur dan diringkas dari Al-Intishâr Li Ash-Shahbi Wa Al-Âl Min Iftirâ`ât As-Samâwy + Adh-Dhâl hal. 90-110

Oleh Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi

posted by Abu 'Abdillah Huda

on Jalan yang Lurus


source

semoga bermanfaat

PERAYAAN TAHUN BARU

bismillaah,

Kejadian yg sering terulang diAwal Tahun kalender masehiJangan dianggap remeh!Wahai umat islam!! Kita sudah memiliki ajaran yg dibanggakan..Ia adalah ajaran yg disahkan oleh Allah Ta'ala Hari perayaan yg sah adalah iedul fitri dan iedul adha..


Tapi mengapa masih meniru perayaan umat lain?
Umat nasrani yg sekarang sedang diatas angin..

Sebagian kaum muslimin merasa bangga jika hidup bergaya nasrani atau barat.. Dan merasa itu moderen..

Malah kronisnya acara tahun baru dibumbui dg acara yg rada islami..
Maksudnya apa??

Apakah Allah memerintahkan kita memulyakan kalender masehi??

Nabi dan para sahabat tidak mengenal tahun baru.. Apalagi menghususkan buat muhasabah akbar..

Latah tiru tiru umat nasrani..
Jangan engkau nodai masjid Allah!!

Rasulullah Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad dalam musnadnya juz II hal. 50)

Dg budya mereka yg telah kita tiru merupakan kemenangan mereka menjajah kita pada moral akhlaq dan gaya hidup.. ditakutkan.. kita ikuti agama mereka perlahan lahan..

Allah Ta’ala telah berfirman dalam Kitab-Nya yang agung, “Tidak akan rela orang-orang Yahudi dan Nasrani kepadamu hingga kamu mengikuti millah (agama) mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120)

Dan Nabi Muhammad bersabda, “Dan pasti kalian akan mengikuti orang-orang sebelum kalian setapak demi setapak dan sejengkal demi sejengkal, hingga kalaupun mereka masuk ke lubang biawak kalian pasti akan mengikutinya.”, Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, jejak orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab , “Siapa lagi kalau bukan mereka.” (HR. Muslim no. 2669)

Tahun baru bukanlah produk umat islam maupun produkl bangsa kita dan bukan pula warisan ulama' kita.. Ia adalah peninggalan penjajah..
Ia adalah peringatan hari besar nasrani..

Wahai saudaraku anda adalah muslim.. Jadilah bangga dg agama ini dihadapan orang kafir itu bahwa anda tidak mau meniru ajaran mereka.

www.abu-riyadl.blogspot.com

Semoga bermanfaat

┈┈»̶✽♈̷̴✽«̶┈┈


Yang ada hanyalah berkurangnya umur

Tidak ada awal dan akhir tahun, yang ada hanyalah umur yang semakin berkurang. Mengapa kita selalu berpikir bahwa umur kita bertambah, namun tidak memikirkan ajal semakin dekat ?

Hasan Al Bashri mengatakan, “
Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2: 148)

Al Hasan Al Bashri juga pernah berkata, “Malam dan siang akan terus berlalu dengan cepat dan umur pun berkurang, ajal (kematian) pun semakin dekat”. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 383).

Moga yang berhati lembut bisa sadar bahwa waktu itu begitu berharga walau 1 detik saja. Namun coba lihatlah perayaan tahun baru yang dirayakan kaum muslimin saat ini, sungguh menyia-nyiakan waktu dan umurnya sendiri. Kadang yang wajib seperti shalat ditinggalkan hanya karena bela-belain menunggu pergantian tahun. Kadang pula di awal tahun malah diisi dengan maksiat dan penghamburan harta. Seharusnya yang dipikirkan adalah bukannya datangnya pergantian tahun atau bertambahnya umur. Yang mesti dipikirkan adalam umur kita senyatanya semakin berkurang, sehingga seharusnya amal sholih yang harus kita tingkatkan. Inilah yang lebih urgent.

Mengenai Kerusakan Perayaan Tahun Baru, baca di sini :

http://rumaysho.com/belajar-islam/jalan-kebenaran/2844-10-kerusakan-dalam-perayaan-tahun-baru-.html

M. Abduh Tuasikal, Rumaysho.com (17 Shafar 1434 H)

- - - - - - 〜✽〜 - - - - - -
 




photo by  Al Ilmu ✉ввм™ group