Follow us on:
MENGENAL ISTILAH² DALAM HADITS

 

by Fadhl Ihsan

Berikut ini beberapa istilah hadits yang sering dipakai dalam Majalah Asy Syariah:

1. Mutawatir
Hadits yang diriwayatkan dari banyak jalan (sanad) yang lazimnya dengan jumlah dan sifatnya itu, para rawinya mustahil bersepakat untuk berdusta atau kebetulan bersama-sama berdusta. Dan perkara yang mereka bawa adalah perkara yang inderawi yakni dapat dilihat atau didengar. Hadits mutawatir memberi faidah ilmu yang harus diyakini tanpa perlu membahas benar atau salahnya terlebih dahulu.

2. Ahad
Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.

3. Shahih (sehat)
Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil (muslim, baligh, berakal, bebas dari kefasiqan yaitu melakukan dosa besar atau selalu melakukan dosa kecil, dan bebas dari sesuatu yang menjatuhkan muru’ah/kewibawaan) dan sempurna hafalannya/penjagaan kitabnya terhadap hadist itu, dari orang yang semacam itu juga dengan sanad yang bersambung, tidak memiliki ‘illah (penyakit/kelemahan) dan tidak menyelisihi yang lebih kuat. Hadits shahih hukumnya diterima dan berfungsi sebagai hujjah.

4. Hasan (baik)
Hadits yang sama dengan hadits yang shahih kecuali pada sifat rawinya di mana hafalannya/penjagaan kitabnya terhadap hadits tidak sempurna, yakni lebih rendah. Hadits hasan hukumnya diterima.

5. Dha’if (lemah)
Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih atau hasan. Hadits dha’if hukumnya ditolak.

6. Maudhu’ (palsu)
Hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam padahal beliau tidak pernah mengatakannya, hukumnya ditolak.

7. Mursal
Yaitu seorang tabi’in menyandarkan suatu ucapan atau perbuatan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hukumnya tertolak karena ada rawi yang hilang antara tabi’in tersebut dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mungkin yang hilang itu adalah rawi yang lemah.

8. Syadz
Hadits yang sanadnya shahih atau hasan namun isinya menyelisihi riwayat yang lebih kuat dari hadits itu sendiri, hukumnya tertolak.

9. Mungkar
Hadits yang sanadnya dha’if dan isinya menyelisihi riwayat yang shahih atau hasan dari hadits itu sendiri, hukumnya juga tertolak.

10. Munqathi’
Hadits yang terputus sanadnya secara umum, artinya hilang salah satu rawinya atau lebih dalam sanad, bukan di awalnya dan bukan di akhirnya dan tidak pula hilangnya secara berurutan. Hukumnya tertolak.

11. Sanad
Rangkaian para rawi yang berakhir dengan matan.

12. Matan
Ucapan rawi atau redaksi hadits yang terak dalam sanad.

13. Rawi
Orang yang meriwayatkan atau membawakan hadits.

14. Atsar
Suatu ucapan atau perbuatan yang disandarkan kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni kepada para shahabat dan tabi’in.

15. Marfu’
Suatu ucapan atau perbuatan atau persetujuan yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

16. Mauquf
Suatu ucapan atau perbuatan yang disandarkan kepada shahabat.

17. Jayyid (bagus)
Suatu istilah lain untuk shahih.

18. Muhaddits
Orang yang menyibukkan diri dengan ilmu hadits secara riwayat dan dirayat (fiqih hadits), serta banyak mengetahui para rawi dan keadaan mereka.

19. Al-Hafidz
Orang yang kedudukannya lebih tinggi dari muhaddits, di mana ia lebih banyak mengetahui rawi di setiap tingkatan sanad.

20. Majhul
(Rawi yang) tidak dikenal, artinya tidak ada yang menganggapnya cacat sebagaimana tidak ada yang men-ta’dil-nya, dan yang meriwayatkan darinya cenderung sedikit. Bila yang meriwayatkan darinya hanya satu orang maka disebut majhul al-’ain, dan bila lebih dari satu maka disebut majhul al-hal. Hukum haditsnya termasuk hadits yang lemah.

21. Tsiqah
(Rawi yang) terpercaya, artinya terpercaya kejujurannya dan keadilannya serta kuat hafalan dan penjagaannya terhadap hadits.

22. Jarh
Cacat, dan majruh artinya tercacat.

23. Ta’dil
Dinilai adil.

24. Muttafaqun ‘alaih
Maksudnya hadits yang disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka.

25. Mu’allaq/ta’liq
Hadits yang terputus sanadnya dari bawah, satu rawi atau lebih.

Sumber: Majalah Asy Syariah no. 06/I/Muharram 1425 H/Maret 2004, hal. 35.

---
https://www.facebook.com/?ref=home#!

---
Catatan  :

Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat) ---> Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.

ILMU HADITS : 

 
DEFINISI HADITS MAJHUL (KETIDAKTAHUAN AKAN KONDISI PERAWI (JAHALATUR-RAAWI))

KETIDAKTAHUAN AKAN KONDISI PERAWI (JAHALATUR-RAAWI)

Definisi

Kata Jahalah secara bahasa adlah lawan kata dari “mengetahui”. Sedangkan lafadh Al-Jahalatu bir-Rawi artinya : “ketidaktahuan akan kondisi perawi”.

Sebab-Sebab Ketidaktahuan akan Kondisi Perawi

Banyaknya sebutan untuk perawi. Mulai dari nama, kunyah, gelar, sifat, pekerjaan, sampai nasabnya. Bisa jadi seorang perawi terkenal dengan salah satu dari yang disebutkan di atas, kemudian ia disebut dengan sebutan yang tidak terkenal untuk suatu tujuan tertentu, sehingga ia dikira sebagai perawi lain. Misalnya seorang perawi yang bernama “Muhammad bin As-Sa’ib bin Bisyr Al-Kalbi”. Sebagian ulama ahli hadits menghubungkan namanya dengan nama kakeknya, sebagian lain menamakannya dengan “Hammad bin As-Sa’ib”, sedangkan sebagian yang lain memberikan kunyah dengan Abu An-Nadhr, Abu Sa’id, dan Abu Hisyam.

Sedikitnya riwayat seorang perawi dan sedikit pula orang yang meriwayatkan hadits darinya. Seperti seorang perawi yang bernama Abu Al-Asyra’ Ad-Daarimi. Ia merupakan salah satu ulama tabi’in. Tidak ada orang yang meriwayatkan hadits darinya kecuali Hammad bin Salamah.

Ketidakjelasan penyebutan namanya. Seperti seorang perawi yang berkata : “Seseorang”; atau “Syaikh”; atau sebutan yang lain : “Telah mengkhabarkan kepadaku”.

Definisi Majhul
Kata Al-Majhul artinya : “orang yang tidak diketahui jati dirinya atau sifat-sifatnya”. Majhul mencakup tiga hal :

Majhul Al-‘Ain
Majhul Al-‘Ain artinya : “seorang perawi yang disebut namanya dan tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali seorang perawi saja. Orang ini tidak diterima riwayatnya kecuali ada ulama yang mengatakan bahwa ia adalah perawi yang dapat dipercaya”.

Majhul Al-Haal
Majhul Al-Haal dinamakan juga Al-Mastur (yang tertutupi). Yang dinamakan Majhul Al-Haal adalah “seorang perawi yang mana ada dua orang atau lebih yang meriwayatkan hadits darinya dan tidak ada ulama yang mengatakan bahwa ia dalah perawi yang dapat dipercaya”. Riwayat orang seperti ini menurut pendapat yang paling benar adalah ditolak.

Al-Mubham
Al-Mubham artinya : “Seorang perawi yang tidak disebut namanya dengan jelas dalam sanad”. Maka riwayat orang seperti ini adalah ditolak sampai namanya diketahui. Seandainya ketidakjelasan dalam menyebut namanya dengan menggunakan lafadh ta’dil ( = menyatakan ia adalah seorang yang terpercaya) seperti perkata : “Seorang yang terpercaya telah mengkhabarkan kepadaku”, maka menurut pendapat yang kuat, tetap saja riwayatnya tidak diterima.

Buku-Buku yang Membahas Tentang Sebab-Sebab yang Membuat Perawi Tidak Dikenal

Muwadldlih Awham Al-Jam’I wat-Tafriq karya Al-Khathib Al-Baghdadi. Buku ini membahas tentang sebutan-sebutan para perawi hadits.

Al-Wihad karya Imam Muslim. Buku ini membahas tentang riwayat perawi yang jumlahnya sedikit.

Al-Asmaa’ul-Mubham fil-Anbaa Al-Muhkam karya Al-Khathib Al-Baghdadi. Buku ini membahas tentang nama-nama para perawi yang disebut dengan tidak jelas.

Pedoman Menolak Hadits Majhul [Syaikh Al-Albani dalam Tamaamul-Minnah]

Al-Khathib berkata dalam Al-Kifaayah (halaman 88) : “Al-Majhul menurut ahli hadits adalah orang yang tidak populer sebagai penuntut ilmu dan tidak dikenal oleh para ulama. Orang ini hanya meriwayatkan hadits dari satu rawi/sumber”.

Kemajhulan ini akan terangkat paling sedikit karena adanya dua atau lebih perawi terkenal keilmuannya yang meriwayatkan hadits darinya.

Aku (Syaikh Al-Albani) berkata : Tetapi keadilan itu tidak dapat ditentukan oleh riwayat dua perawi itu. Ada sekelompok orang menduga keadilan dapat ditentukan dengan cara demikian. Kemudian Al-Khathib menjelaskan rusaknya pendapat mereka dalam bab khusus setelah ini. Bagi orang yang berminat dapat melihatnya.

Aku (Syaikh Al-Albani) berkata : Orang yang majhul (tidak dikenal) yang hanya satu orang perawi meriwayatkan darinya itulah yang dikenal dengan majhul ‘ain. Kemajhulan ini akan terangkat oleh adanya dua atau lebih perawi darinya. Ini yang disebut majhul haaldan mastur (tertutup), dan riwayatnya diterima oleh jama’ah tanpa ikatan dan ditolak oleh jumhur seperti dijelaskan dalam syarhun-Nukhbah (halaman 24) : “Sesungguhnya riwayat rawi yang mastur dan sejenisnya mengandung beberapa kemungkinan, tidak dapat ditolak atau diterima secara mutlak. Tetapi ia bergantung kepada kejelasan keadaan perawi, seperti yang diyakini oleh Imam Al-Haramian”.

Saya (Syaikh Al-Albani) berkata : Mungkin kejelasan keadaan perawi diperoleh dari adanya tautsiq (pengakuan terpercaya) dari seorang imam yang diakui tautsiq-nya. Dalam pernyataannya (yaitu Al-Hafidh) bahwa majhul haal adalah orang yang teriwayatkan haditsnya oleh dua orang atau lebih perawi, tetapi tidak ada pengakuan terpercaya. Saya mengatakan : Imam yang diakui tautsiq-nya, karena di sana ada ahli-ahli hadits yang tidak dapat diandalkan tautsiq-nya, seperti berbedanya Ibnu Hibban dari tradisi para ahli hadits pada umumnya. Ini akan saya jelaskan dalam pedoman berikutnya.

Memang benar bahwa riwayat majhul dapat diterima jika ada sejumlah besar perawi-perawi terpercaya meriwayatkan darinya hadits yang tidak mengandung unsur pengingkaran. Pendapat ini dianut oleh ulama muta’akhkhiriin seperti ibnu Katsir, Al-‘Asqalani, dan yang lainnya.

Sumber :
Ditulis oleh sahabat baik AbuJauzaa

BAGAIMANA MENAFSIRKAN AL-QUR'AN ?


by Al-Ukhti Orcela Puspita -Hafizhahallah-

Oleh :
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
--------------
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya :
"Apa yang harus dilakukan untuk dapat menafsirkan Al-Qur'an ?"


Jawaban.
-----------
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an ke dalam hati nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam agar beliau mengeluarkan manusia dari kekufuran dan kejahilan yang penuh dengan kegelapan manuju cahaya Islam.

Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an surat Ibrahim : 1.

"Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu) menuju jalan Rabb Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji".

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang berhak menjelaskan, menerangkan, dan menafsirkan isi Al-Qur'an.


Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam surat An-Nahl : 44

"Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kami menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan".

Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan penjelas isi Al-Qur'an, dan sunnah ini juga merupakan wahyu karena yang diucapkan oleh Rasullullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bukan hasil pemikiran Rasulullah, tetapi semuanya dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an surat An-Najm : 3-4.

"Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)".


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur'an dan sesuatu yang hampir sama dengan Al-Qur'an. Ketahuilah, akan ada seorang lelaki kaya raya yang duduk di atas tempat duduk yang mewah dan dia berkata, "Berpeganglah kalian kepada Al-Qur'an. Apapun yang dikatakan halal didalam Al-Qur'an, maka halalkanlah, sebaliknya apapun yang dikatakan haram dalam Al-Qur'an, maka haramkanlah. Sesungguhnya apapun yang diharamkan oleh Rasulullah, Allah juga mengharamkannya" [Takhrijul Misykat No. 163]


Untuk itu cara menafsirkan Al-Qur'an adalah:

Cara Pertama.
-----------------
Adalah dengan sunnah. Sunnah ini berupa : ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan diamnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.


Cara Kedua.

--------------
Adalah dengan penafsiran para sahabat. Dalam hal ini pelopor mereka adalah Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu. Ibnu Mas'ud termasuk sahabat yang menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sejak dari awal dan dia selalu memperhatikan dan bertanya tentang Al-Qur'an serta cara memahaminya dan juga cara menafsirkannya. Sedangkan mengenai Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud pernah berkata : "Dia adalah penerjemah Al-Qur'an". Oleh karena itu tafsir yang berasal dari seorang sahabat harus kita terima dengan lapang dada, dengan syarat tafsir tersebut tidak bertentangan dengan tafsiran sahabat yang lain.


Cara Ketiga.
-----------
Yaitu apabila suatu ayat tidak kita temukan tafsirnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, maka kita cari tafsiran dari para tabi'in yang merupakan murid-murid para sahabat, terutama murid-murid Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas, seperti : Sa'ad bin Juba'ir, Thawus. Mujahid, dan lain-lain.

Sangat disayangkan, sampai hari ini banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang tidak ditafsirkan dengan ketiga cara di atas, tetapi hanya ditafsirkan dengan ra'yu (pendapat/akal) atau ditafsirkan berdasarkan madzhab yang tidak ada keterangannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung. Ini adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan apabila ayat-ayat Al-Qur'an ditafsirkan hanya untuk memperkuat dan membela satu madzhab, yang hasil tafsirnya bertentangan dengan tafsiran para ulama ahli tafsir.

Untuk menunjukkan betapa bahayanya tafsir yang hanya berdasarkan madzhab, akan kami kemukakan satu contoh sebagai bahan renungan yaitu tafsir Al-Qur'an surat Al-Muzammil : 20.

"Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an"
Berdasarkan ayat ini, sebagian penganut madzhab berpendapat bahwa yang wajib dibaca oleh seseorang yang sedang berdiri shalat adalah ayat-ayat Al-Qur'an mana saja. Boleh ayat-ayat yang sangat panjang atau boleh hanya tiga ayat pendek saja. Yang penting membaca Al-Qur'an. (tidak harus Al-Fatihah -pent-).

Betapa anehnya mereka berpendapat seperti ini, padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca pembuka Al-Kitab (surat Al-Fatihah)" [Shahihul Jaami' No. 7389]

Dan di hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Barangsiapa yang shalat tidak membaca surat Al-Fatihah maka shalatnya kurang, shalatnya kurang, shalatnya kurang, tidak sempurna" [Shifatu Shalatain Nabiy hal. 97]

Berdasarkan tafsir diatas, berarti mereka telah menolak dua hadits shahih tersebut, karena menurut mereka tidak boleh menafsirkan Al-Qur'an kecuali dengan hadits yang mutawatir. dengan kata lain mereka mengatakan, "Tidak boleh menafsirkan yang mutawatir kecuali dengan yang mutawatir pula". Akhirnya mereka menolak dua hadits tersebut karena sudah terlanjur mempercayai tafsiran mereka yang berdasarkan ra'yu dan madzhab.

Padahal semua ulama tafsir, baik ulama yang mutaqaddimin (terdahulu) atau ulama yang mutaakhirin (sekarang), semuanya sependapat bahwa maksud 'bacalah' dalam ayat di atas adalah 'shalatlah'. Jadi ayat tersebut maksudnya adalah : "Maka shalatlah qiyamul lail (shalat malam) dengan bilangan raka'at yang kalian sanggupi".

Tafsir ini akan lebih jelas apabila kita perhatikan seluruh ayat tersebut.

"Sesungguhnya Rabbmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang besama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah ; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Ayat tersebut jelas tidak ada hubungannya dengan apa yang wajib dibaca di dalam shalat. Ayat tersebut mengandung maksud bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberi kemudahan kepada kaum muslimin untuk shalat malam dengan jumlah raka'at kurang dari yang dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu sebelas raka'at. Inilah maksud sebenarnya dari ayat tersebut.

Hal ini dapat diketahui oleh orang-orang yang mengetahui uslub (gaya/kaidah bahasa) dalam bahasa Arab. Dalam uslub bahasa Arab ada gaya bahasa yang sifatnya "menyebut sebagian" tetapi yang dimaksud adalah "keseluruhan"[1]

Sebagaimana kita tahu bahwa membaca Al-Qur'an adalah bagian dari shalat. Allah sering menyebut kata "bacaan/membaca" padahal yang dimaksud adalah shalat. Ini untuk menunjukkan bahwa membaca Al-Qur'an itu merupakan bagian penting dari shalat.

Contohnya adalah dalam surat Al-Isra' : 78

"Dirikanlah shalat dari tergelincir matahari (tengah hari) sampai gelap malam (Dzuhur sampai Isya). Dan dirikanlah pula bacaan fajar"

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut 'qur'ana al-fajri'. Tapi yang dimaksud adalah shalat fajar (shalat shubuh). Demikianlah salah satu uslub dalam bahasa Arab.

Dengan tafsiran yang sudah disepakati oleh para ulama ini (baik ulama salaf maupun ulama khalaf), maka batallah pendapat sebagian penganut madzhab yang menolak dua hadits shahih di atas yang mewajibkan membaca Al-Fatihah dalam shalat. Dan batal juga pendapat mereka yang mengatakan bahwa hadits ahad tidak boleh dipakai untuk menafsirkan Al-Qur'an. Kedua pendapat tersebut tertolak karena dua hal.

Tafsiran ayat di atas (Al-Muzzammil : 20) datang dari para ulama tafsir yang semuanya faham dan menguasai kaidah bahasa Al-Qur'an.

Tidak mungkin perkataan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertentangan dengan Al-Qur'an. Justru perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam itu menafsirkan dan mejelaskan isi Al-Qur'an.

Jadi sekali lagi, ayat di atas bukan merupakan ayat yang menerangkan apa yang wajib dibaca oleh seorang muslim di dalam shalatnya. Sama sekali tidak. baik shalat fardhu atau shalat sunat.

Adapun dua hadits di atas kedudukannya sangat jelas, yaitu menjelaskan bahwa tidak sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah. Sekarang hal ini sudah jelas bagi kita.

Oleh karena itu seharusnya hati kita merasa tentram dan yakin ketika kita menerima hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan dalam kitab-kitab sunnah/kitab-kitab hadits yang sanad-sanandnya shahih.

Jangan sekali-kali kita bimbang dan ragu untuk menerima hadits-hadits shahih karena omongan sebagian orang yang hidup pada hari ini, dimana mereka berkata : "Kami tidak menolak hadits-hadits ahad selama hadits-hadits tersebut hanya berisi tentang hukum-hukum dan bukan tentang aqidah. Adapun masalah aqidah tidak bisa hanya mengambil berdasarkan hadits-hadits ahad saja".

Demikian sangkaan mereka. padahal kita tahu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus Mu'adz bin Jabal untuk berdakwah, mengajak orang-orang ahli kitab untuk berpegang kepada aqidah tauhid [Shahih Bukhari No. 1458, Shahih Muslim No. 19], padahal Mu'adz ketika itu diutus hanya seorang diri (berarti yang disampaikan oleh Mu'adz adalah hadits ahad, padahal yang disampaikan adalah menyangkut masalah aqidah -pent-).


[Disalin kitab Kaifa Yajibu 'Alaina Annufasirral Qur'anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur'an, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tauhid, penerjemah Abu Abdul Aziz]

_________
Foote Note.

[1] Misalnya : Menyebut 'bacaan Al-Qur'an' tetapi yang dimaksud adalah shalat karena bacaan Al-Qur'an itu bagian dari shalat. Menyebut kata nafs (=jiwa, nyawa) tetapi yang dimaksud adalah manusia, Menyebut 'darah' atau 'memukul' padahal yang dimaksud adalah membunuh (-pent)

***************
Catatan Tambahan :

Hadits Ahad
Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.

Hadits Mutawatir
Hadits yang diriwayatkan dari banyak jalan (sanad) yang lazimnya dengan jumlah dan sifatnya itu, para rawinya mustahil bersepakat untuk berdusta atau kebetulan bersama-sama berdusta. Dan perkara yang mereka bawa adalah perkara yang inderawi yakni dapat dilihat atau didengar. Hadits mutawatir memberi faidah ilmu yang harus diyakini tanpa perlu membahas benar atau salahnya terlebih dahulu.



source

Tasawuf


Tasawuf diidentikkan dengan sikap berlebihan dalam beribadah, zuhud dan wara’ terhadap dunia.

PENGANUTNYA disebut SHUFI (selanjutnya ditulis Sufi menurut ejaan yang lazim, red), dan JAMAKNYA adalah SUFIYYAH .

Istilah ini sesungguhnya tidak masyhur di jaman Rasulullah , shahabat-shahabatnya, dan para tabi’in. 


Sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah :
 
“Adapun lafadz Sufiyyah bukanlah lafadz yang masyhur pada tiga abad pertama Islam. Dan setelah masa itu, penyebutannya menjadi masyhur.”

(Majmu’ Fatawa, 11/5)



CATATAN :

Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi (http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama)
 


CELAAN AL IMAM ASY SYAFI'I RAHIMAHULLAH TERHADAP SUFIYAH

Sufiyah BUKANLAH pengikut Al-Iman Asy Syafi’I Rahimahullah.

 
Di antara buktinya adalah banyaknya CELAAN dari IMAM ASY SYAFI'I RAHIMAHULLAH dan lainnya terhadap mereka.

Al Imam Al Baihaqi Rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al Imam Asy Syafi'i Rahimahullah: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu Zhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang DUNGU”.

Al Iman Asy Syafi’I Rahimahullah juga mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang sufi yang berakal. Seorang yang telah bersama kaum sufiyah selama 40 hari, TIDAK MUNGKIN KEMBALI AKALNYA.”

Beliau juga bekata, “Azas (dasar sufiyah) adalah MALAS,” (Lihat Mukhalafatush Shufiyah lil Imam asy Syafi'i Rahimahullah, hal. 13-15)

Beliau menamai sufiyah dengan kaum ZINDIQ. Kata beliau Rahimahullah, “Kami tinggalkan Baghdad dalam keadaan orang-orang zindiq telah membuat-buat bida’ah yang mereka namakan SAMA' (NYANYIAN SUFI).”

Asy-Syaikh Jamil Zainu berkata, “orang-orang ZINDIQ yang dimaksudkan Al Imam Asy Syafi’I adalah kaum sufiyah.” (Lihat Sufiyah fi mizan Al Kitab Was Sunnah)



CELAAN AL IMAM MALIK RAHIMAHULLAH TERHADAP SUFIYAH

At Tunisi mengatakan: "Kami berada di sisi Al Imam Malik, sedangkan murid-murid beliau di sekelilingnya. Seorang dari Nasyibiyin berkata:
“Di tempat kami ada satu kelompok disebut sufiyah. Mereka banyak makan kemudian membaca qashidah dan berjoget.”

Al Imam Malik berkata,
“Apakah mereka anak-anak?”

Orang tadi menjawab,
“Bukan.”

Beliau berkata,
“Apakah mereka adalah orang-orang gila?”

Orang tadi berkata,
“Bukan, mereka adalah orang-orang tua yang berakal.”

Al Imam Malik berkata,
“Aku tidak pernah mendengar seorang pemeluk Islam melakukan demikian.”
 

CELAAN AL IMAM AHMAD RAHIMAHULLAH TERHADAP SUFIYAH

Beliau ditanya tentang apa yang dilakukan sufiyah berupa nasyid-nasyid dan qashidah yang mereka namakan SAMA' (nyanyian Sufi - pent).


Beliau berkata,
"Itu adalah muhdats (perkara baru yang di ada-adakan dalam Islam).”

Ditanyakan kepada beliau,
“Apakah boleh kami duduk bersama mereka?”,

Beliau menjawab,
“Janganlah kalian duduk bersama mereka.”
Beliau berkata tentang Harits Al Muhasibi –dia adalah tokoh sufiyah-,
“Aku tidak pernah mendengar pembicaraan tentang masalah dalam hakikat sesuatu seperti yang diucapkannya. Namun aku tidak membolehkan engkau berteman dengannya.”


CELAAN AL IMAM IBNUL JAUZI RAHIMAHULLAH TERHADAP SUFIYAH
Beliau berkata,

“aku telah menelaah keadaan sufiyah dan aku dapati kebanyakannya menyimpang dari syariat. Antara bodoh tentang syariat atau kebid’ahan dengan akal fikiran.”

Marwan bin Muhammad Rahimahullah berkata,
“Tiga golongan manusia yang tidak bisa dipercaya dalam masaalah agama: sufi, qashash (tukang kisah), dan ahlul bid’ah yang membantah ahlul bid’ah lainnya.” (Lihat Mukhalafatush sufiyah hal 16- 18)
 


source: Majalah Asy Syari’ah No.55/V/1430 H/2009


 
https://www.facebook.com/groups/178870065487878/305244676183749/



CELAAN AL IMAM ABU ZUR'AH RAHIMAHULLAH TERHADAP SUFIYAH

Al Hafizh berkata dalam Tahdzid: Al Barbza’I berkata,
“Abu Zur’ah ditanya tentang Harits Al Muhasibi (dia adalah tokoh sufiyah-pent) dan kitab-kitabnya.

Beliau berkata kepada penanya,
‘HATI-HATI kamu dari kitab-kitab ini, kerena isinya KEBID'AHAN dan KESESATAN. Engkau wajib berpegang dengan ATSAR, akan engkau dapati yang membuatmu tidak membutuhkan apapun dari kitab-kitabnya.’ ”



" MA'RIFAT "

Di kalangan tarekat sufi sangat terkenal adanya pembagian agama menjadi 3 tingkatan yaitu: Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat.

Orang/wali yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat sudah tidak lagi terbebani aturan syari’at; sehingga dia tidak lagi wajib untuk sholat dan bebas melakukan apapun yang dia inginkan… demikianlah sebagian keanehan yang ada di seputar pembagian ini.

Apakah pembagian semacam ini dikenal di dalam Islam?

 


ISLAM

Pembagian agama Islam menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat TIDAKLAH dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini.


Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan

Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi semacam itu.

Lalu bagaimana mungkin mereka (sufi) bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru menyimpang dari petunjuk Rosululloh ?

Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim).

Barangsiapa yang ingin mencapai derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min.

Tidak sebagaimana anggapan tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan syari’at.

Wallohu a’lam.

Dinukil dari :
Islam, Iman dan Ihsan
http://muslim.or.id/aqidah/islam-iman-ihsan.html
 


===



Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”
 
“Tidaklah seorang sufi menjadi sufi, hingga memiliki empat sifat: malas, suka makan, sering merasa sial, dan banyak berbuat sia-sia.”
(Lihat Manaqib lil Baihaqi, Jilid 2 Hal.207. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, Jilid 2 Hal.504)



Al Iman Asy Syafi’I Rahimahullah mengatakan,

“Aku tidak pernah melihat seorang sufi yang berakal. Seorang yang telah bersama kaum sufiyah selama 40 hari, TIDAK MUNGKIN KEMBALI AKALNYA.”

 
https://www.facebook.com/abuibrahimalbetawi/posts/336636533027854
 

KEHIDUPAN PARA NABI DI ALAM BARZAKH

 

KEHIDUPAN PARA NABI DI ALAM BARZAKH

Dipublikasikan oleh :
Majalah Islami Adz-Dzakhiirah pada 4 November 2009

Assalamu’alaikum.
Ana mau tanya, apa benar ada hadits shahih yang menyebutkan bahwa para nabi hidup di dalam kubur mereka dan melakukan shalat di dalam kuburnya.
Tolong dijelaskan. Kandiawan SH, Solo [081548590XXX]

JAWAB :

Wa’alaikumussalam.
Segala puji bagi Allah sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, wa ba’du.

Ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa para Nabi ‘alaihimusholatu wassalam hidup di dalam kubur dan mereka mengerjakan shalat di dalamnya. Hadits tersebut shahih dan telah dishahihkan oleh para ulama di antaranya al-Baihaqi, al-Munawi dan al-Albani rahimahumullah.


LAFAZH HADITS

Rasulullah -shallallah alaihi wa sallam- bersabda:

الأَنْبِيَاءُ – صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ – أَحْيَاءٌ فِي قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ

“Para Nabi shalawatullahu ‘alaihim hidup di kubur mereka seraya mengerjakan shalat.”

(Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 621) [Faedah: Pada mulanya Syaikh al-Albani -rahimahullah- melemahkan hadits ini. Namun setelah mempelajarinya lebih mendalam akhirnya beliau menshahihkannya. Dan Syaikh menjelaskan ruju'nya itu dalam kitab agung beliau Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah jilid 2, hlm. 190.]


MAKNA HADITS

Syaikh al-Albani -rahimahullah- menjelaskan tentang makna hadits di atas:

“Ketahuilah! Kehidupan para Nabi ‘alaihimusholatu wassalam yang ditetapkan hadits ini adalah kehidupan alam barzakh, sama sekali bukan kehidupan dunia.

Oleh karena itu wajib mengimaninya,
—►tanpa menetapkan contohnya
—►atau berusaha mencari-cari seperti apa itu
—►atau menyamakannya dengan kehidupan dunia yang telah kita ketahui bersama.

Inilah sikap yang wajib diambil oleh seorang mukmin, yaitu :
—►mengimani apa yang ada dalam hadits TANPA menambahnya dengan analogi dan logika akal seperti yang diperbuat oleh ahlu bid’ah, yang mana sebagian dari mereka sampai ada yang meyakini bahwa kehidupan Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- di dalam kubur adalah kehidupan hakiki! Mereka berkata: Beliau makan, minum dan menggauli istrinya. Padahal itu adalah kehidupan alam barzakh yang tidak dapat diketahui hakekat sebenarnya kecuali oleh Allah subhanahu wa ta’ala.”

(Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, jilid 2, hlm. 190, penjelasan hadits no 621)

Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 55, hal. 5

http://www.majalahislami.com/2009/11/kehidupan-para-nabi-di-alam-barzakh/

Ebook Offline dari Website-website Bermanhaj Salaf


Bismillah,

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.

Alhamdulillah atas kemudahan yang telah Allah Ta'ala berikan kepad
a kami, dengannya kami bisa menyusun Ebook-Ebook Offline dari Website-website Bermanhaj Salaf. Semoga Ebook ini bermanfaat bagi Kaum Muslimin, menambahkan ilmu, iman serta amal bagi yang membacanya. Aamiin..

- Ebook Offline Muslim.Or.Id bisa didownload di link-link berikut (Ukuran 14.3MB)
http://www.mediafire.com/?4ti67ls8cz46liz
https://www.box.com/s/tifyb0yi7uqi6my0rx82
http://www.4shared.com/file/oRR4ez5Z/Offline_MuslimOrId_Versi_10_.html
http://www.sharebeast.com/i9k537987o5d

- Ebook Rumaysho.com (9.3 MB) download di link-link berikut:
https://www.box.com/s/h6vilcjwxocygb1iul4i
http://www.mediafire.com/?mfgm3f2xegs8g1v
http://www.sharebeast.com/jkf9sl9khgzq
http://www.4shared.com/file/Qy_hObS3/Offline_RumayshoCom_Versi_20.html

- Ebook Offline Firanda.com (Ukuran 9.3MB) :
http://www.sharebeast.com/3x1elbhddebn
http://www.mediafire.com/?92v4alaf3ng637l
http://www.4shared.com/file/on1_ngZe/Offline_Firandacom_Versi_10.html
https://www.box.com/s/b71g0sowlt0cmjj6k1v4

- Ebook Abumushlih.com (1.8 MB)
http://www.sharebeast.com/7s0lpl11xdj9
http://www.mediafire.com/?hcyfs5hkjww47g1
https://www.box.com/s/949daa1ypx83frncu8bj
http://www.4shared.com/file/0XvT76sp/Offline_Abumushlihcom_Versi_10.html

- Offline Almanhaj.or.id (06 Oktober 2012) CHM ukuran 58MB:
https://www.box.com/s/jwogcxvvuxxqk39wcam
http://www.mediafire.com/?1kkff81uz0lzoi2
http://www.sharebeast.com/trhjhdfgq2ex

- Ebook Abiubaidah.com (Ukuran 1.1MB) :
http://www.sharebeast.com/bfrs1tw0thq9
http://www.mediafire.com/?f8f0wmrcevhdist
https://www.box.com/s/4e6glg0tr81nodxpe00z
http://www.4shared.com/file/iKWjHgUh/Offline_Abiubaidahcom_Versi_10.html

- Ebook Buletin Al-Ilmu (Ukuran 1.2MB) :
http://www.sharebeast.com/dcfgrnahmpim
http://www.mediafire.com/?7dq69y31nf9ia0n
https://www.box.com/s/w5qaba43mq6x1en2poc3
http://www.4shared.com/file/OoXiwmoL/Offline_Buletin_Al_Ilmu.html

- Offline Blog Abul Jauzaa Versi 03 : http://www.4shared.com/file/uutYrMIB/Blog_Abul-Jauzaa_Versi_03.html

- Ebook Offline Manisnyaiman.com : http://www.4shared.com/file/LytEN7oJ/manisnyaiman.html

- Ebook Jilbab.or.id :
https://www.box.com/files/0/f/0/1/f_3322778000
http://www.4shared.com/file/JG2HffL6/jilbaborid.html

- Offline Majalah Asy-Syariah : http://sites.google.com/site/4buluqman/MajalahAsySyariahvp_2.2chm.rar
__________________

Download Ebook-Ebook lainnya yang belum kami cantumkan di sini:
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/07/halaman-download.html
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/download-ii_17.html
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/02/halaman-download-iii.html
• Lainnya silahkan cari di Artikel kategori Download disini: http://faisalchoir.blogspot.com/search/label/Halaman%20Download

*****

Bagi yang mau silahkan bisa ditag / dishare sendiri.

Semoga bermanfaat.

Ringkasan bimbingan mengurus jenazah



Risalah Islam bersifat paripurna, menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia dari sejak ia belum menghirup udara dunia, sampai akhirnya kubur menjadi huniannya. Ini juga menjadi pesona khas, bagi agama yang diemban Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sekali lagi, sebagian keindahan Islam akan terbukti, dengan Anda menyimak sajian rubrik fiqih kali ini. (Redaksi)

A. HAL-HAL YANG HARUS DIKERJAKAN OLEH ORANG YANG SAKIT

1. Rela terhadap qadha dan qadar Allah, sabar dan berprasangka baik kepadaNya.

2. Diperbolehkan untuk berobat dengan sesuatu yang mubah, dan tidak boleh berobat dengan sesuatu yang haram, atau berobat dengan sesuatu yang merusak aqidahnya; misalnya, seperti datang kepada dukun, tukang sihir atau ke tempat lainnya.

Dari Abu Hurairah,dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً”.أخرجه البخاري
Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah turunkan juga obatnya. [HR Al Bukhari].

Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ.
Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram. [Dikeluarkan Al Haitsami di dalam Majma'az Zawa'id].

3. Apabila bertambah parah sakitnya, tidak boleh baginya untuk mengharapkan kematian.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا
Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan janganlah meminta kematian sebelum datang waktunya. Apabila seorang di antara kalian meninggal, maka terputus amalnya. Dan umur seorang mukmin tidak akan menambah baginya kecuali kebaikan. [HR Muslim].

^KEWAJIBAN MENANGKAL PERKEMBANGAN SYI’AH^

bismillaah,

Sudah menjadi kewajiban setiap Muslim untuk mewaspadai segala kejahatan. Apalagi jika berbicara tentang bahaya yang bersifat laten yang mengancam akidah dan keyakinannya. Perlu perhatian ekstra untuk membentengi hati dari lontaran syubhat yang bisa menyeret insan Muslim menanggalkan akidah Islamiyyahnya.

Selama ini, yang sering menjadi topik kekhawatiran adalah sepak terjang para misionaris yang menjajakan agama Nashrani –yang telah ditinggalkan para penganutnya di negeri asalnya– untuk memurtadkan saudara-saudara kita seagama. Apalagi jika terjadi di kantong-kantong kaum Muslimin. Atau isu ghazwul fikri, perang pemikiran yang dikobarkan para orientalis dan ‘orang dalam’ yang telah teracuni oleh syubhat kekufuran yang bernaung dalam komunitas Islam liberal.

Bahaya-bahaya lain yang mengancam keyakinan seorang Muslim sebenarnya tidak terpaku pada hal-hal yang telah di sebut di muka. Masih ada ancaman bahaya yang tidak boleh dipandang dengan sebelah mata. Yakni, golongan-golongan yang berbaju Islam, namun berhati hitam. Sekian banyak akidah dan aturan telah diadopsi dari luar Islam. Di antara golongan tersebut yang paling berbahaya adalah penganut agama Syi‘ah. Mereka adalah sekumpulan anak manusia yang menjadikan celaan kepada para Sahabat yang mulia sebagai ‘komoditas’ utama; taqiyah yang merupakan tindakan bermuka dua (nifâq) sebagai kewajiban agama yang mutlak, menuhankan Sahabat ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, dan kedustaan menjadi menu wajib pada komunikasi verbal dan literatur mereka.

Mereka itulah golongan yang disebut sebagai Syi‘ah. Nama ini sebetulnya tidak sepantasnya disematkan pada mereka. Terlalu mulia jika mereka dikatakan sebagai ‘pendukung berat’ Khalîfah ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Julukan yang paling sesuai bagi mereka, seperti yang sering diungkap Ulama Ahli Sunnah adalah Râfidhah, golongan yang menolak Islam!

Tidak kurang, ada empat sebab yang harus membangkitkan kewaspadaan kaum Muslimim terhadap ajaran dan aktifitas gerakan Syiah:

Pertama : Gencarnya penggiat Syi‘ah untuk mencari penganut baru untuk dijadikan korban ajaran mereka,
Kedua : Dukungan banyak pihak terhadap Syi‘ah,
Ketiga : Bantuan dana yang besar untuk mendukung perkembangan ajaran Syi‘ah,
Keempat : Terpedayanya sebagian tokoh Islam dengan ajaran Syi‘ah.

Negeri ini merupakan lahan subur buat pertumbuhan sekian banyak benalu golongan sempalan Islam, apalagi setelah semangat reformasi digaungkan. Dari yang merupakan ‘produk dalam negeri’ atau produk dari luar. Dari yang kesesatannya masih sederhana, sampai pada jenis yang tidak bisa diterima nalar sedikitpun, atau yang terang-terangan bertentangan dengan ushûluddîn (pokok-pokok agama Islam). Syi`ah termasuk ajaran yang muatannya hanya munkarât (kemungkaran-kemungkaran) seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, kedustaan bertumpuk-tumpuk, keganjilan yang tidak bisa diterima akal sehat dan kebejatan moral. Apabila ajaran seperti ini berkembang, maka hanya akan mengakibatkan kehancuran dan kerusakan yang nyata di tengah masyarakat. Tentu, ini sangat bertentangan dengan substansi risalah Islam yang datang dengan membawa seluruh jenis kemaslahatan dan memperingatkan dari seluruh mafsadah (bahaya).

Untuk mengungkap keburukan ajaran mereka, kunci paling tepat adalah dengan menelaah kandungan buku-buku rujukan Syi‘ah karya tokoh-tokoh yang mereka agungkan semisal, al-Kulaini, al-Majlisi, al-Mufîd, atau Khomaini (Semoga Allâh al-Azîz Azza wa Jalla memperlakukan mereka sesuai dengan tindakan buruk yang pernah mereka lakukan terhadap Islam dan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum). Karya-karya tulis mereka telah membuka kedok dan menelanjangi keburukan rupa ajaran Syi‘ah. Dalam pepatah Arab disebutkan, ahlud dâri adra bimâ fîhâ, penghuni rumah paling tahu tentang isi rumahnya. Dari sini, akan tampak jelas betapa besar dan mendasar perbedaan antara Islam yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ajaran Syi‘ah yang sebenarnya sangat kental dengan pengaruh ajaran Majusi dan Yahûdi.

Khomeini salah seorang tokoh besar Syi‘ah, tentunya ia lebih tahu tentang seluk-beluk agamanya sehingga berani mengatakan agamanya adalah Syi‘ah, bukan dengan sebutan Islam.

Demikianlah ketika potret kesesatan sudah begitu pekat pada keyakinan dan hati seseorang. Kebenaran yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditolak begitu saja. Generasi terbaik menjadi bahan cacian. Semoga Allâh Azza wa Jalla mengembalikan umat kepada petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi terbaik umat. Amîn

SANDIWARA IRAN “BERMUSUHAN” DENGAN ISRAEL & AMERIKA

Di antara metode yang ditempuh oleh para penggiat agama Syi’ah ialah dengan memanfaatkan sandiwara yang berjudul : Iran “bermusuhan” dengan Negara Yahudi Israel dan Amerika.

Isu ini sangat efektif untuk menarik simpati umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Sampai-sampai terkesan bahwa negara Iran yang notabene adalah penganut agama Syi’ah, adalah satu-satunya negara pembela kepentingan umat Islam di zaman sekarang.

Karenanya tatkala Indonesia yang menjadi anggota Dewan Keamanan PBB turut menyetujui resolusi no. 1747 yang hanya berisikan kecaman terhadap Iran atas kegiatannya pengayaan uranium, betapa solidaritas umat Islam di Indonesia begitu besar untuk menuntut Presiden SBY, sampai-sampai DPR mengajukan hak interpelasi.

Dengan adanya kejadian semacam ini, menjadikan masyarakat kurang peka terhadap berbagai trik para penggiat agama Syi’ah bahkan menjadi lebih terbuka untuk menerima berbagai keanehan ajaran mereka.

Saudaraku, agar Anda menjadi tahu apa sebenarnya isu “permusuhan” dengan bangsa Yahudi, saya mengajak saudara untuk merenungkan beberapa fakta berikut:

1. Iran adalah negara yang memiliki komunitas Yahudi terbesar setelah Israel. Menurut sumber resmi pemerintah Iran, jumlah pemeluk agama Yahudi di Iran berkisar antara 25- 30 ribu penduduk. Bahkan di kota Teheran ada lebih dari 10 Sinagogue (tempat ibadah umat Yahudi). Akan tetapi, masjid-masjid Ahlu Sunnah tidak satu pun yang mereka biarkan berdiri tegak di sana. Bukan sekedar itu saja, orang-orang Yahudi diberi ruang yang begitu istimewa, yaitu dengan diberikan kesempatan untuk memiliki perwakilan di parlemen. Sebagaimana umat Yahudi di Iran memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan para penganut agama Syi’ah. Suatu hal yang tidak mungkin dirasakan oleh komunitas Ahlu Sunnah. Bahkan komunitas Yahudi Iran hingga saat ini bebas untuk berkunjung ke karib-kerabat mereka di Israel, tanpa ada gangguan sedikitpun, baik dari pemerintah Iran atau penduduk setempat. [1]

2. Adanya hubungan perdagangan antara Iran dan Israel. Sejak zaman Syah Pahlevi, Iran telah menjalin hubungan perdagangan dengan Israel. Dan hubungan dagang ini berkelanjutan hingga setelah revolusi Syi’ah yang dipimpin oleh Khumaini. Pada tahun 1982 M, Israel menjual persenjataan yang berhasil mereka rampas dari para pejuang Palestina di Lebanon dengan harga 100 juta dolar Amerika. [2]

Bahkan pada tahun 1980 s/d 1985, Israel merupakan negara pemasok senjata terbesar ke Iran. [3]

Sandiwara “permusuhan” Iran dan Israel mulai terbongkar, ketika pesawat kargo Argentina yang membawa persenjataan dari Israel ke Iran tersesat, sehingga masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya ditembak jatuh oleh pasukan pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan, Iran membeli persenjataan dari Israel seharga 150 juta dolar Amerika, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut, dibutuhkan 12 kali penerbangan.[4]

3. Perdagangan antara kedua negara (Iran & Israel) hingga kini juga terus berkelanjutan. Sebagai salah satu buktinya, harian Palpress News Agency (وكا لة فلسطينن برس للأنباء ) edisi 25/04/2009 melaporkan bahwa di kota Teheran, telah dipasarkan buah-buahan yang diimpor dari Israel.

4. Bila Anda mengikuti berita internasional, Anda pasti pernah membaca pemberitaan bahwa pada hari Selasa 12/1/2010 ahli nuklir Iran yang bernama Masoud Ali-Mohammadi yang berdomisili di kota Teheran ibu Kota Iran, tewas di dekat rumahnya akibat serangan bom. Kementerian Luar Negeri Iran langsung menuduh kaki tangan AS dan Israel di balik serangan bom itu.

Aneh bukan? Iran telah memiliki bukti bahwa Israel dan Amerika telah mengadakan serangan di Teheran dan telah menewaskan ahli nuklirnya. Walau demikian, tidak ada reaksi pemerintah Iran, dan para penganut Syi’ah tetap berdarah dingin dan tidak satupun tentara Iran yang dikirim untuk membalas serangan tersebut.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Roger Cohen of The International Herald Tribune, 22 Februari 1999.
[2]. Al-Harbul Musytarakah Irân wa Isrâil, Husain ‘Ali Hâsyimi, hlm. 35
[3]. Ibid
[4]. Ibid hlm. 23
________________________________

Di dalam hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي َاْلأَئِمَةَ الْمُضِلِّينَ

"Hanya saja yang aku khawatirkan atas umatku adalah para pemimpin (baca: tokoh) yang menyesatkan." (HR. Ahmad dan Ad-Darimi dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Al Imam Muslim, sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh Al Albani rahimahullah dalam As-Shahihah 4/110)

Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan kata ‘hanya saja’ menunjukkan bahwa kekhawatiran beliau terhadap para pemimpin (baca:tokoh) yang menyesatkan sedemikian kuat. Karena mereka adalah bahaya laten bagi kaum muslimin. Mereka sangat mampu untuk menyesat umat ini dari jalan Allah..

Allah berfirman mengenai orang-orang yang binasa:

وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا

"Dan mereka berkata: "Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah menta`ati para pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)." (Al-Ahzab: 67)

Maka kita perlu berhati-hati dari bahaya laten para tokoh yang menyesatkan. Mereka memiliki lisan yang mampu untuk menyesatkan umat dengan mengolah kata dan bersilat lidah. Demikianlah keadaan mereka.

AL-FIRQAH AN-NAJIYAH (Jalan Golongan Yang Selamat)

semoga bermanfaat

Awas! Taring Syi’ah Menancap di Bumi Pertiwi

Sebagian pengamat menyatakan bahwa paham syi’ah masuk ke negri Indonesia jauh-jauh hari sebelum kemerdekaan Indonesia. Bahkan kesultanan Pasai atau Samudra Pasai yang berdiri di sekitar kota Kota Lhokseumawe, atau Aceh Utara pada sekitar tahun 1267 M, ditengarai oleh sebagian pengamat berkulturkan Syi’ah. Bahkan salah seorang raja kesultanan ini pernah didampingi dua orang Persia terkenal, yaitu Qadi Sharif Amir Sayyid dari Shiraj dan Taj Ad-Din dari Isfahan. ([1])

Bahkan sebagian lain, lebih jauh menengarai bahwa Syi’ah telah masuk ke Indonesia sejak abad ke- 9. Praduganya ini berdasarkan pada asumsi bahwa kerajaan Islam pertama yang berdiri di Nusantara, yaitu kerajaan Peureulak (Perlak) yang konon, didirikan pada 225H/845M telah menganut paham Syi’ah. Sebagaimana diketahui bahwa Kerajan ini didirikan oleh para pelaut-pedagang Muslim asal Persia, Arab dan Gujarat yang mula-mula datang untuk mengislamkan penduduk setempat. Belakangan mereka mengangkat seorang Sayyid Maulana Abdul ‘Aziz Syah, keturunan Arab-Quraisy, yang konon katanya menganut paham politik Syi’ah, sebagai sultan Perlak.([2])

Manapun pendapat yang benar, sebagian pengamat telah menyimpulkan bahwa pengaruh ajaran Syi’ah telah dirasakan di negri kita sejak jauh hari. Dan mereka berusaha menguatkan kesimpulan itu dengan beberapa indikasi berikut:

1. Perayaan Hoyak Tabuik.

Tradisi ini dapat anda temui di Pariaman Sumatra Barat. Perayaan Hoyak Tabuik atau juga dikenal dengan Perayaan Tabot konon pertama kali dilaksanakan oleh Syeikh Burhanuddin Ulakan yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685.

Perayaan ini dimulai pada hari pertama bulan Muharam hingga hari kesepuluh. Puncak dari upacara tradisional ini adalah prosesi mengarak usungan (tabut) yang dilambangkan sebagai keranda jenazah Imam Husain yang gugur di Padang Karbala.

Perayan serupa juga dapat anda temukan di Bengkulu, Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Hanya saja di sebagian daerah perayaan ini lebih dikenal dengan Tabot atau Tabut.
2. Tari Jari-jari Karbala.

Tarian ini adalah salah satu tarian khas daerah Bengkulu ini juga memiliki kultur dan makna yang sama dengan tradisi tabot.
3. Peringatan Syura atau Suro (Gerebek Sura di Jogjakarta dan Ponorogo).

Bagi masyarakat jawa, atau Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya, bulan Muharram atau yang sering disebut dengan bulan Suro adalah bulan yang penuh nahas. Karenannya penduduk setempat berpantangan mengadakan pernikahan atau membangun rumah atau bercocok tanam pada bulan ini. Dan untuk menebus kesialan yang diyakini, mereka mengadakan upacara grebeg suro. Semua itu sebagai bias langsung dari peringatan tragedi pedih yang pernah terjadi di bulan itu, yaitu terbunuhnya Al Husain bin Alin bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma.
4. Tradisi membaca Barzanji dan Diba’i

Sebagian kalangan meyakini bahwa kebiasaan membaca barzanji atau diba’i adalah wujud nyata dari hubungan NU dengan ajaran Syi’ah.

Dan masih banyak lagi tradisi dan budaya masyarakat Indonesia yang diklaim oleh sebagian orang berafiliasi dengan simbul-simbul agama Syi’ah.

Hanya saja dari mencermati berbagai data di atas, ada satu fenomena unik yang pantas untuk dicermati dan sekaligus disyukuri, yaitu:

1. Anggapan bahwa berbagai tradisi dan kesultanan di atas adalah bernuansakan atau bahkan berasal dari ajaran Syi’ah tidak sepenuhnya dapat diterima. Karenanya ternyata banyak pihak, diantaranya Buya Hamka meragukan anggapan tersebut.

2. Diantara hal yang mementahkan anggapan sebagian orang itu ialah fakta umat islam di Indonesia sendiri. Anda pasti mengetahui bahwa umat islam di Indonesia sejak dahulu kala menganut mazhab Imam As Syafi’i dan tidak menganut mazhab Ja’fari. Ini bukti kuat nan akurat bahwa Islam masuk ke Indonesia tidak melalui para penganut ajaran Syi’ah.

3. Kalaupun kesultanan dan berbagai warisan budaya di atas benar berafiliasi dengan ajaran syi’ah, maka ini menjadi bukti kuat bahwa ajaran Syi’ah sejak jauh hari telah terbukti tidak cocok untuk disebarkan di Indonesia. Oleh karena itu, para penggiat ajaran Syi’ah kala itu hanya berhasil membuat suatu tradisi atau upacara atau amalan ritual belaka. Padahal sebagian tokohnya telah berhasil menjadi orang kepercayaan sebagian raja-raja Islam kala itu. Sedangkan inti dari doktrin agama Syi’ah, berupa pengkafiran sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, meragukan keabsahan Al Qur’an, dan lainnya tetap saja tidak dapat merubah arah keagamaan muslim Indonesia.

Ini bukti kuat bahwa berbagai doktrin agama Syi’ah nyata-nyata bertentangan dengan kultur penduduk Indonesia yang lembut dan jauh dari permusuhan, caci maki dan kebencian. Masyarakat Indonesia memiliki karakter lemah lembut, tenggang rasa, sehingga tidak sejalan dengan ajaran Syi’ah yang lembaran sejarahnya dilumuri oleh cacian, kekerasan dan pertumpahan darah.
4. Adanya kesamaan dalam beberapa hal, tidak serta merta dapat dijadikan bukti bahwa masyarakat setempat berpahamkan Syi’ah atau telah memiliki hubungan langsung dengan ajaran Syi’ah. Karenanya tidak ada seorangpun yang mengklaim bahwa agama Islam masuk ke Indonesia di bawa oleh para penganut agama hindu, padahal betapa banyak tradisi dan ritual agama Hindu yang diamalkan oleh umat Islam.

Sekelumit Metode Penyebaran Agama Syi’ah Di Indonesia.

1. Berusaha menyusupkan ajaran Syi’ah pada berbagai tradisi masyarakat.

Sejak jatuhnya ORBA dan ditabuhnya genderang reformasi, para penggiat agama Syi’ah di negri kita mendapatkan ruang gerak yang lebih luasa guna melancarkan propagandanya. Karenanya mereka berusaha memanfaatkan berbagai tradisi dan simbol yang diyakini berafiliasi dengan ajaran Syi’ah, untuk dijadikan sebagai media sosialisasi dan penyebaran agama Syi’ah.

Mereka berusaha menyusupkan ajaran syi’ah kedalam berbagai ritual dan budaya yang ada di tengah masyarakat.

Karenanya, betapa girangnya DUBES Iran ketika mengetahui adanya tradisi Tabut atau Tabot di tanah Minang Dan Bengkulu. Tidak ingin kehilangan momentum, ia segera mengadakan kunjungan ke sana. Yang sangat disayangkan, panitia perayaan memberikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan memberikan kata sambutan. Bahkan tidak ada satupun dari ormas Islam, termasuk MUI setempat yang merespon kunjungan ini.

Sudah dapat ditebak, dalam orasinya DUBES Iran Behrooz Kamalvandi memuja agama Syiah. Bukan sebatas itu, kunjungannya ini berlangsung selama 2 hari dan dengan membawa rombongan 10 orang dan mengikut sertakan Televisi Nasional Iran untuk meliput acara Tabuik Pariman (Tabut Pariaman). ([3])

Gayungpun bersambut, Dubes Iran terus melanjutkan upaya penjinakan salah satu “basis ahlissunnah” yang selama ini memiliki slogan: “Adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah.” Ia menjanjikan akan memindahkan daerah tujuan wisata (DTW) warganya ke Asia Tenggara dari Malaysia ke Sumatera Barat (Sumbar) pada 2009. Dan konon jumlah wisatawan Iran ke Malaysia berjumlah 15 ribu orang. ([4])
Anda bisa bayangkan bila wisatawan Iran benar-benar berpindah ke SUMBAR:

- Jerat nikah mut’ah terbuka lebar.
- Penyebaran agama Syi’ah menjadi pesat.

- Tidak dapat dihindari, gadis-gadis SUMBAR pun berpeluang memperpanjang daftar korban nikah mut’ah.
asyura Awas! Buaya Meneteskan Air Mata (Bag. 23)
Acara Arba’in/peringatan Asyura’ Di Kutai asyura2 Awas! Buaya Meneteskan Air Mata (Bag. 23)
Pj Bupati Kutai Kartanegara (H.Sjahruddin)Ketika memberi sambutan pada acara Asyura’

2. Meningkatkan Hubungan Bilateral Antara Kedua negara.

Hubungan bilateral, baik dalam sekala pemerintah pusat atau pemerintah daerah terus semakin diintensifkan. Dimulai dari kunjungan kepala negara, menteri, mahkamah agung, dewan perwakilan rakyat, dan tidak ketinggalan berbagai pemerintah daerah kedua belah pihak.

Diantara pemerintah daerah yang telah menjalin hubungan dengan beberapa pemerintah daerah, dan bahkan telah berganti kunjungan ialah Pemda Pariaman dan Bogor.
Sebagaimana kedua negara juga berkomitmen untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara.

Dari wujud meningkatnya hubungan perdagangan Iran ke Indonesia ialah dengan dibangunnya kilang minyak di Banten dan Tuban-Jawa Timur.

Sudah barang tentu, dengan adanya perusahaan-perusahaan Iran yang masuk ke Indonesia, jumlah warga negara Iran di Indonesia turut meningkat pula. Dan bersama meningkatnya jumlah warga negara Iran di Indonesia, maka meningkat pula penebaran agama Syi’ah.

3. Meberangus Ketabuan Syi’ah Di Tengah Umat Islam Indonesia.

Hingga saat ini, umat Islam di Indonesia masih tetap bangga dan yakin bahwa mereka beragama Islam dengan pahaman ahlissunnah wal jama’ah. Tidak mengherankan bila merekapun merasa bersebrangan dengan paham bersebrangan dengan paham Syi’ah. Oleh karena itu para penjaja paham Syi’ah mendapatkan tantangan yang cukup berat untuk menyebarkan pahamnya di masyarakat Indonesia. Dan salah satu langkah yang mereka tempuh guna memudahkan dakwah mereka, ialah dengan mengikis ketabuan dan memperpendek jurang pemisah antara mereka dengan umat Islam Indonesia.

Bila langkah ini telah tercapai, maka jalan menjadi mulus dan hamparan karpet merahpun terbentang di hadpan para penjaja paham Syi’ah. Berikut beberapa indikasi yang menunjukkan akan adanya fase ini :
 
A. Pendekatan Terhadap Sebagian ORMAS Islam.

Diantara indikasi yang menunjukkan akan hal itu ialah pernyataan Dr. Said Aqil Siraj mantan Wakil Katib Syuriah PBNU, dan mantan Mentri Agama RI: ” Harus diakui pengaruh Syi’ah di NU sangat besar dan mendalam. Kebiasaan membaca barzanji atau diba’i yang menjadi ciri khas masyarakat NU misalnya secara jelas berasal dari tradisi Syi’ah.”

Ungkapan senada dalam beberapa kesempatan juga disampaikan oleh Gus Dur (Abdurrahman Wahid). ([5])

Saya yakin anda tidak dapat menerima ucapan kedua tokoh ini, karena anda mengetahui bahwa ormas NU berasaskan paham asy ‘ariyah dan bermazhabkan dengan mazhab Imam As Syafi’i. Fakta ini mementahkan anggapan mereka berdua, karena Syi’ah berpaham dan bermazhabkan Ja’fariyah.

Ucapan keduanya ini mengindakasikan telah adanya pendekatan yang begitu kuat yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Syi’ah kepada kedua tokoh ini secara khusus dan ormas NU secara umum.

B. Propaganda bahwa Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah hanya sebatas Masalah Furu’.

Propaganda ini rupanya cukup ampuh, sampai-sampai tokoh sekaliber Din Syamsuddin yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, terpengaruh dengannya. Pada Konferensi Islam Sedunia, Senin (5/05/2008), yang berlangsung di Teheran beliau menegaskan bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah hanya pada wilayah cabang (furu’iyat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah). Keduanya berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat pada penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu.

Lebih jauh, Din Syamsuddin menyatakan: “Kedua kelompok (Sunnah & Syi’ah) harus terus melakukan dialog dan pendekatan. Seandainya tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi. ([6])

Aneh bin ajaib, tokoh sekaliber bapak Din Syamsyudin beranggapan bahwa perbedaan antara Syi’ah dan Sunnah hanya sebatas masalah furu’.

Anda pasti bertanya-tanya, apakah menurut beliau pengkafiran seluruh sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah masalah furu’? Apakah idiologi imamah yang menyatakan bahwa seluruh pemimpin umat Islam selain dari ke 12 imam agama Syi’ah adalah pemimpin yang tidak sah, juga termasuk masalah furu’? Apakah kultus terhadap ke-12 imam juga masalah furu’?
 
C. Anggapan Syi’ah ekstrim telah punah, yang tersisa Syi’ah Moderat

Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, seorang tokoh yang konon ahli di bidang tafsir Al Qur’an dalam bukunya yang berjudul : Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah? menekankah bahwa kelompok ekstrim Syi’ah yang menuhankan para Imam telah punah. Yang tersisa pada zaman ini hanyalah Syi’ah Imamiyah.([7])

Walau demikian penjelasan beliau, akan tetapi pada buku yang sama beliau banyak menukil ucapan salah seorang tokoh Syi’ah Imamiyah yang bernama: Abdul Husain Syarafuddin Al Musawi. ([8])

Anda bisa bayangkan, dari namanya saja telah terbaca sikap ekstrim yang begitu kelewat batas, Abdul Husain (Hamba Husain). Saya heran, mengapa tokoh sekaliber Prof. Dr. Quraish Shihab kok dapat melewatkan fakta semacam ini tanpa ada komentar atau kritikan sedikitpun. Apakah adanya nama-nama semacam ini pada para tokoh Syi’ah Imamiyah belum cukup sebagai bukti akan sikap ekstrim Syi’ah Imamiyyah?

Saudaraku! Nama-nama semacam ini dapat anda temukan dengan mudah pada masyarakat Syi’ah, baik di zaman dahulu atau sekarang. Berikut beberapa nama tokoh Syi’ah yang serupa dengan itu:

Abdul Husain bin Ali wafat tahun 1286 H, ia adalah seorang tokoh terkemuka agama syi’ah pada zamannya, sampai-sampai dijuluki dengan Syeikhul ‘Iraqain (Syeikh kedua Iraq/ Iraq & Iran).
Abdul Husain Al Aminy At Tabrizi 1390 H, penulis buku Al Ghadir.
Abdul Husain Syarafuddin Al Musawy Al ‘Aamily 1377 H, penulis buku Abu Hurairah, kitab Kalimatun Haula Ar Riwayah, Kitab An Nash wa Al Ijtihaad, Al Muraja’aat
Abdul Husain bin Al Qashim bin Sholeh Al Hilly wafat tahun 1375 H.
Abduz Zahra’ (Hamba Az Zahra’/Fatimah) Al Husainy, penulis kitab: Mashaadiru Nahjil Balaaghah wa Asaaniduhu.

Lebih mengherankan, pada buku yang sama, hal: 104, Prof Dr. Muhammad Quraish Shihab menukilkan ucapan Khumeini berikut:

إن للإمام مقاما محمودا ودرجة سامية وخلافة تكوينية، تخضع لولايتها وسيطرتها جميع ذرات هذا الكون. وإن من ضروريات مذهبنا: أن لأئمتنا مقاما لا يبلغه ملك مقرب ولا نبي مرسل.

“Sesungguhnya imam memiliki kedudukan yang terpuji serta tingkat yang tinggi serta kekhilafahan terhadap alam yang tunduk kepada kekuasaannya (kekhilafahan itu) semua atom (butir-butir) alam raya. Sesungguhnya merupakan bagian dari pemahaman aksioma mazhab kami adalah bahwa imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak dicapai oleh malaikat yang didekatkan (Allah ke sisi-Nya) tidak juga oleh nabi yang di utus (Allah).”
Ingin sekali rasanya bertanya epada Prof Dr. Qurish Shihab: Adakah idiologi yang lebih ekstrim dibanding idiologi yang diucapkan oleh tokoh revolusioner sekter Syi’ah Imamiyah ini? Bila ini adalah sikap dan keyakinan tokoh terkemuka,
lalu bagaimana sikap rakyat dan masyarakat awam mereka?

D. Publikasi buku-buku yang menghujat para sahabat.

Beberapa waktu silam, Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan penerbit Dian Rakyat menerbitkan sebuah buku dalam edisi Indonesia, yang berjudul: “Kebenaran yang Hilang: Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslimin” , karya Faraj Fouda (Judul aslinya: al-Haqiqah al-Ghaybah).

Dari judulnya, bisa ditebak, buku ini mengangkat apa yang oleh penulis disebut sebagai sisi kelam dari sejarah Islam.

Saudaraku! Tahukan, apa yang dimaksud dengan sisi kelam dari sejarah Islam? Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan ialah zaman Khulafaurrasyidin. Zaman yang menurut umat islam sebagai masa keemasan, ternyata oleh Fouda dianggap sebaliknya. Menurutnya, zaman itu tidak layak disebut sebagai masa keemasan umat Islam, tapi “zaman biasa”. “Tidak banyak yang gemilang dari masa itu. Malah, ada banyak jejak memalukan.” ([9])

Pada buku ini, Faraj Fouda nyata-nyata melecehkan sayyidina Utsman bin Affan Radhiallahu ‘Anhu, khalifah ketiga dan sekaligus menantu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , bukan hanya sekali bahkan dua kali.

Berikut contoh dari ucapan Fouda yang begitu biadab tentang sahabat Utsman:

”Namun Usman membawa umat Islam ke dalam polemik tentang sosok dirinya. Para pemimpin di dalam Ahl al-Hall wa al-’Aqdi membuat konsensus untuk melarikan diri dari kepemimpinannya, baik lewat cara pemecatan menurut kalangan ahli pikirnya, maupun kekerasan menurut kalangan garis kerasnya. Wibawanya terguncang di mata rakyat, sampai sebagian masyarakatnya menghunus pedang yang siap mencincangnya dan menohoknya ketika berada di atas mimbar. Bahkan sebagian menghinanya dengan sebutan Na’tsal, sebutan untuk orang Kristen Madinah bernama Na’tsal yang kebetulan berjenggot lebat seperti Usman. Para pemuka sahabat pun menentangnya, ini adalah sesuatu yang sangat terang benderang menunjukkan bahwa ia keluar dari ketentuan al-Quran dan Sunnah. Karena itu, muncul seruan secara terang-terangan untuk membunuhnya. Hadits Aisyah meriwayatkan: “Bunuhlah Na`tsal, dan terlaknatlah Na`tsal.” ([10])

Selanjutnya, untuk lebih mempertajam citra buruk Usman Radhiallahu ‘Anhu Fouda menulis secara dramatis kisah kematian Usman dan pemakamannya:

”Ia terbunuh oleh tangan umat Islam sendiri yang bersepakat memberontak dan mengepung rumah
nya. Dan anda dapat saja membayangkan bahwa kematian Usman telah melegakan hati sebagian umat Islam. Bahkan, permusuhan sebagian umat Islam atas dirinya berlangsung setelah kematiannya….” ([11])

Walau demikian adanya, buku ini mendapat apresiasi yang begitu istimewa dari Prof. Dr. Syafi`i Maarif, yang dikenal sebagai Guru Besar Filsafat Sejarah, Universitas Nasional Yogyakarta (UNY). Berikut sebagian dari komentar beliau tentang buku ini : ”Terlalu banyak alasan mengapa saya menganjurkan Anda membaca buku ini. Satu hal yang pasti: Fouda menawarkan ”kacamata” lain untuk melihat sejarah Islam. Mungkin Fouda akan mengguncang keyakinan Anda tentang sejarah Islam yang lazim dipahami. Namun kita tidak punya pilihan lain kecuali meminjam ”kacamata” Fouda untuk memahami sejarah Islam secara lebih autentik, obyektif dan komprehensif”.

Sanjungan beliau di atas dimuat pada sampul belakang buku ini. ([12])

Mengherankan bukan? Seorang yang bergelar Prof. Dr. di bidang filsafat sejarah, dapat berhati dingin membaca hujatan kepada sahabat Utsman bin Affan, dan bahkan memuji pelakunya.

4. Sandiwara Iran “bermusuhan” Dengan Israel & Amerika.

Diantara metode yang ditempuh oleh para penggiat agama Syi’ah ialah dengan memanfaatkan sandiwara yang berjudul : Iran “bermusuhan” dengan Negara Yahudi Israel dan Amerika.

Isu ini sangat efektif untuk menarik simpati umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Sampai-sampai terkesan bahwa negara Iran yang nota bene adalah penganut agama Syi’ah adalah satu-satunya negara pembela kepentingan umat Islam di zaman sekarang.

Karenanya tatkala Indonesia yang menjadi anggota Dewan Keamanan PBB turut menyetujui resolusi no: 1747 yang hanya berisikan kecaman terhadap Iran atas kegiatannya pengayaan uranium. Betapa solidaritas umat Islam di Indonesia begitu besar kepada Presiden SBY, sampai-sampai DPR mengajukan hak interpelasi.

Dengan adanya kejadian semacam ini, menjadikan masyarakat kurang peka terhadap berbagai trik para penggiat agama Syi’ah bahkan menjadi lebih terbuka untuk menerima berbagai kenylenehan ajaran mereka.

Saudaraku, agar anda menjadi tahu apa sebenarnya isu “permusuhan” dengan bangsa Yahudi, saya mengajak saudara untuk merenungkan beberapa fakta berikut:

A- Iran adalah negara yang memiliki komunitas yahudi terbesar setelah Israel. Menurut sumber resmi pemerintah Iran, jumlah pemeluk agama Yahudi di Iran berkisar antara 25- 30 ribu penduduk. Bahkan di kota Teheran didapatkan lebih dari 10 Synagogue (tempat ibadah umat Yahudi). Akan tetapi, masjid-masjid Ahlussunnah tidak satupun yang mereka biarkan berdiri tegak di sana. Bukan sekedar itu saja, orang-orang Yahudi diberi ruang yang begitu istimewa, yaitu dengan diberikan kesempatan untuk memiliki perwakilan di parlemen. Sebagaimana umat Yahudi di Iran memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan para penganut agama Syi’ah. Suatu hal yang tidak mungkin dirasakan oleh komunitas ahlussunnah. Bahkan komunitas Yahudi Iran hingga saat ini bebas untuk berkunjung ke karib-kerabat mereka di Israel, tanpa ada gangguan sedikitpun, baik dari pemerintah Iran atau penduduk setempat.([13])

B- Adanya hubungan perdagangan antara Iran dan Israel. Sejak zaman Syah Vahlevi, Iran telah menjalin hubungan perdagangan dengan Israel. Dan hubungan dagang ini berkelanjutan hingga setelah revolusi Syi’ah yang dipimpin oleh Khumaini. Pada tahun 1982 M, Israel menjual persenjataan yang berhasil mereka rampas dari para pejuang Palestina di Lebanon dengan harga 100 juta dolar Amerika. ([14])

Bahkan pada tahun 1980 s/d1985, Israel merupakan negara pemasok senjata terbesar ke Iran. ([15])

Sandiwara “permusuhan” Iran dan Israel mulai terbongkar, ketika pesawat kargo Argentina yang membawa persenjataan dari Israel ke Iran tersesat, sehingga masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya ditembak jatuh oleh pasukan pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan Iran membeli persenjataan dari Israel seharga 150 juta Dolar Amerika, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut, dibutuhkan 12 kali penerbangan.([16])

C- Perdagangan antara kedua negara (Iran & Israel) hingga kini juga terus berkelanjutan. Sebagai salah satu buktinya, harian Palpress News Agency (وكالة فلسطين برس للأنباء) edisi 25/04/2009 melaporkan bahwa di kota Teheran, telah dipa
sarkan buah-buahan yang diinpor dari Israel.

D- Bila anda mengikuti berita internasional, anda pasti pernah membaca pemberitaan bahwa pada hari Selasa 12/1/2010 ahli nuklir Iran yang bernama Masoud Ali-Mohammadi yang berdomisili di kota Teheran ibu Kota Iran mati di dekat rumahnya akibat serangan bom. Dan Kementerian Luar Negeri Iran langsung menuduh kaki tangan AS dan Israel di balik serangan bom itu.

Aneh bukan? Iran telah memiliki bukti bahwa Israel dan Amerika telah mengadakan sernagan di Teheran dan telah menewaskan ahli nuklirnya. Walau demikian, tidak ada reaksi pemerintah Iran dan para penganut Syi’ah tetap berdarah dingin dan tidak satupun tentara Iran yang dikirim untuk membalas serangan tersebut.
5. Jaringan Kantor Berita IRIB, Mass Media Lokal, Situs dan Penerbit.

Diantara metode yang digunakan para penggiat agama Syia’ah ialah memanfaatkan keberadaan IRIB (radio Iran sesi bahasa Indonesia), beberapa mass media, penerbi dan situs di jaringan internet yang memiliki loyal terhadap agama Syi’ah.

Diantara yang terbaru ialah masuknya televisi Al Manar milik Hizbullah-Lebanon.

Diketahui bersama bahwa Indosat telah menyewakan transponder Satelit Palapa C selama tiga tahun dari April 2008 sampai April 2011 M kepada TV Al Manar. D
engan kerjasama ini, televisi Al Manar dapat menjangkau berbagai negara di Asia Tenggara, Cina, Taiwan sampai ke Australia.

Sudah bisa di tebak, bahwa televisi Al Manar ini pasti berperan sebagai pencair kebekuan dan kekakuan sikap umat Islam di Indonesia terhadap Syi’ah yang merupakan idiologi Hizbullah pemilik stasiun ini.

Adapun mass media lokal, penerbit buku, dan berbagai yayasan yang menjajakan paham Syi’ah mulai banyak bertebaran, dan biasanya mereka menggunakan nama ahlul bait, atau salah satu tokoh mereka sebagai nama yayasan atau penerbit mereka.

Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com

Disalin dari www.gensyiah.com
MARAJI

[1] ) Sebagaimana yang dilakukan oleh Ahmad Baso, salah seorang staf PBNU. Majalah SYIAR edisi Muharram 1428 H.

[2] ) Sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, pada makalahnya yang berjudul: Sunnah-Syi’ah di Indonesia: Perspektif Ilmu Hadits
[3] ) Sumber: www.hidayatullah.com
[4] ) Sumber http://www.antara.co.id/view/?i=1230902078&c=EKB&s
[5] ) Babak Kedua Sengketa Gus Dur – Abu Hasan, oleh Ulil Abshar Abdallah, Tempo Interaktif, Selasa, 26 Maret 1996 | 09:36 WIB
[6] ) Sumber : http://www.muhammadiyah.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1101.
[7] ) Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah? Hal: 70 & 83
[8] ) Sebacai contoh, silahkan buka buku : Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah?, hal: 58, 123 &124.
[9] ) Kebenaran yang Hilang, hal.xv.
[10] ) Kebenaran yang Hilang, hal. 25.
[11] ) Idem.
[12]) Sumber: Memuja Fouda, Menfitnah Sahabat, oleh Asep Sobari, Lc, http://www.darulkautsar.net/article.php?ArticleID=879
[13] ) Roger Cohen of The International Herald Tribune, 22 Februari 1999 M.
[14] ) Sumber:
(الحرب المشتركة: إيران وإسرائيل) حسين علي هاشمي ص 35. والقبس الكويتية 4/12/1986، مجلة أكتوبر المصرية في عددها آب1982، مجلة ميدل إيست البريطانية في عددها تشرين الثاني 1982.
[15] ) Sumber :
( الحرب المشتركة إيران وإسرائيل) حسين علي هاشمي ص 35
[16] ) Sumber :
( الحرب المشتركة إيران وإسرائيل ( حسين علي هاشمي ص 23، والمجلة السويدية TT في 18 آذار 1984.

fin
     

Blog Archive