Follow us on:

SYI’AH & BUDAYA SYIRIK

Oleh Ustadz Abu Minhal

Sudah menjadi salah satu ciri khas Ahli Bid’ah, mereka berbuat ghuluw (berlebihan) dalam keyakinan-keyakinan (aqidah) yang mereka anut. Begitu pula dengan golongan Syi’ah, mereka tidak lepas dari fakta ini. Di antaranya ialah, ’aqidah mereka yang berhubungan dengan muwalah (loyalitas) terhadap Ahlul Bait (kecintaan terhadap keluarga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam).[1]

Contoh Cengkeraman Syirik pada Agama Syi’ah

Kaitannya dengan ’aqidah ini (dan ’aqidah-’aqidah mereka lainnya), mereka benar-benar melampaui batasan agama. Hingga memunculkan agama baru, yang sangat berbeda dengan risalah yang diemban Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. Karena itu, Syaikh Muhibbuddin al-Khathib rahimahullah[2] menuturkan:

Sangat tidak mungkin menjalin kesepahaman dengan Syi’ah. Karena mereka telah berlawanan dengan seluruh kaum muslimin (Ahli Sunnah) dalam perkara-perkara ushul (prinsipil). Kaum syi’ah belum merasa tenang dengan kaum muslimin, kecuali bila kaum muslimin ikut serta melaknat al-jibt dan thaghut, yaitu Abu Bakr dan ’Umar serta orang (sunni) lainnya sampai sekarang, dan mengumandangkan bara’ah (penentangan) kepada siapa saja yang bukan penganut Syi’ah, walaupun ia termasuk keluarga Nabi…[3]

Sikap ekstrim yang terpatri dalam diri para tokoh dan ulama Syi’ah, telah membawa mereka pada sikap menuhankan sahabat Ali radhiallahu ’anhu. Sehingga untuk mengokohkan ’aqidah syirik ini, mereka pun tanpa malu mengusung sekian banyak riwayat dusta. Mereka mengklaim, bahwa unsur ketuhanan telah menyatu pada diri sahabat yang menjadi menantu Nabi ini.

Misalnya, sifat-sifat Rububiyah (sebagai pencipta, pemberi rizki, pengatur alam semesta dan seterusnya), Uluhiyyah (satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi) dan kepemilikan Asmaul-Husna dan Sifat ’Ulya, menurut tokoh-tokoh Syi’ah, sifat-sifat ini ada pada diri sahabat yang menjadi khalifah keempat ini. Sudah tentu, sahabat Ali radhiallahu ’anhu yang mulia berlepas diri dari semua anggapan itu. Mustahil, beliau menempatkan diri pada posisi tuhan yang disembah selain Allah.

Diriwayatkan (dalam riwayat yang dusta) bahwa ’Ali berkata: ”Seandainya Abul Hasan (beliau sendiri) bersumpah di hadapan Allah agar sudi menghidupkan orang-orang yang yang mati dari generasi dahulu dan akhir zaman, niscaya akan dihidupkan.” Lebih fatal lagi, orang-orang Syi’ah meyakini bahwa tanah kuburan Ali memiliki andil dalam turunnya rizki, kesembuhan dan pemberian Allah.[4]

Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini, salah seorang ulama terdahulu dari kalangan Syi’ah –semoga mendapat balasan yang sepantasnya dari Allah-, di dalam karangannya Ushul Kafi, ia membuat suatu bahasan, Bab bahwa bumi semuanya milik Imam. Kata Abu ’Abdillah, ”Sesungguhnya dunia dan akhirat milik Imam. Dia meletakkannya di mana pun yang ia kehendaki dan menyerahkannya kepada yang ia kehendaki.”

Dia juga meriwayatkan dari Imam Muhammad al-Baqir: ”Kami adalah wajah Allah. Kami adalah mata Allah. Kami adalah wajah Allah. Dan kami adalah mata Allah di tengah makhluk-Nya.”

Tidak tanggung-tanggung, pengetahuan ilmu ghaib pun dinisbatkan kepada Ja’far ash-Shadiq. Menurutnya, Ja’far ash-Shadiq telah berkata: ”Sesungguhnya aku mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Dan aku mengetahui siapa saja yang di surga dan neraka, dan aku mengetahui kejadian yang telah berlalu dan yang akan datang.”

Lebih jauh, al-Kulaini mengetengahkan beberapa pembahasan dalam Ushul Kafi mengenai ”kehebatan” para imam Syi’ah yang mampu meliputi segala sesuatu. Misalnya dia membahas, bab bahwa para imam mengetahui seluruh ilmu yang ada pada para malaikat, para nabi dan rasul, bab para imam mengetahui kapan akan meninggal dan tidaklah mereka wafat kecuali karena keinginan sendiri, bab para imam mengetahui peristiwa yang sudah berlalu, akan terjadi, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi pada pendangan mereka, bab para imam mempunyai seluruh kitab-kitab (dari Allah), mengetahui dalam berbagai bahasa.

Syi’ah juga mengatakan, bahwa wewenang untuk menghalakan dan mengharamkan juga termasuk hak istimewa para imam Syi’ah. Anggapan seperti itu tentu saja dusta, karena menghalalkan dan mengharamkan ini bagian dari hak khusus bagi Allah Ta’ala.

Al-Kulaini mengungkapkan bualannya: ”Mereka (para imam) boleh menghalalkan apa yang mereka kehendaki dan mengharamkan apa yang mereka inginkan. Tidaklah mereka berkehendak, kecuali pasti dikehendaki oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala.”

Perkataan mereka lainnya yang mengandung syirik, misalnya –menurut mereka- Ali berkata: ”… Akulah al-Awwal, Akulah al-Akhir, Akulah azh-Zhahir, Akulah al-Batin, dan Akulah pemilik bumi.” (Lihat Rijal Kissyi, hal. 137)

Ketika pelanggaran-pelanggaran yang sangat parah sudah merebak, maka tidak mengherankan bila mereka juga terbiasa bersumpah dengan nama Ali. Sebagai misal, kebanyakan ungkapan sumpah mereka berbunyi: ”Wa haqqi wilayati Ali (demi hak kepemimpinan Ali).” Begitu pula penamaan anak-anak mereka dengan nama Abdul-Husain dan Abdul-Hasan pun sudah biasa.

INI LEBIH PARAH LAGI!

Dalam kitab al-Anwarun-Nu’maniyyah, tertulis ungkapan kufur yang dahsyat. Penulis mengatakan: ”Ringkasnya, kami tidak bersatu dengan mereka (Ahli Sunnah) pada satu ilah, nabi dan imam. Sebab, mereka mengatakan bahwa Rabb mereka adalah yang Muhammad adalah Nabi-Nya, dan Abu Bakr sebagai penerus sepeninggalnya. Sedangkan kami (kaum Syi’ah) tidak mengakui Rabb ini, tidak juga kepada Nabi ini. Justru kami mengatakan, sesungguhnya Rabb yang penerus Nabi-Nya adalah Abu Bakr bukan Rabb kami, dan Nabi itu bukanlah nabi kami…”

Jadi, kecintaan buta dan dusta terhadap oarang-orang yang mereka daulat sebagai imam-imam, justru menjerumuskan mereka hingga menamakan sifat-sifat pada diri Ali radhiallahu ’anhu dengan sifat-sifat yang tidak ada yang berhak selain Allah, penguasa alam semesta.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyimpulkan kebiasaan Syi’ah dengan penjelasannya:

Maka, mereka (orang-orang Syi’ah) menjadikan imam-imam mereka sebagai tuhan-tuhan tandingan selain Allah. Mereka ber-istighatsah (memohon pertolongan dalam kesulitan) kepada imam-imam mereka, saat para imam tidak bersama mereka dan setelah kematian mereka, serta di sisi kubur mereka. Mereka (orang-orang Syi’ah) terseret kepada perkara-perkara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) berupa ibadah-ibadah yang mengandung kesyirikan, yang meniru-niru kaum Nashara.[5]

Hal ini semakin menguatkan pandangan, bahwa Syi’ah merupakan bentuk agama baru yang tidak ada hubungannya dengan Islam sedikitpun. Kitab Ushul Kafi, Anwar Nu’maniyah dan kitab-kitab lainnya yang menjadi rujukan utama Syi’ah, sarat dipenuhi kesyirikan dan kultus individu.

Ulasan ini hanyalah sedikit nukilan, yang diharapkan cukup untuk menyibak tabir kelam ’aqidah agama Syi’ah yang sekarang semakin bergerak agresif di tanah air. Masih banyak ’aqidah mereka yang sangat membuat bulu kuduk bergidik, kecuali bila mereka menganggap keyakinan tersebut sebagai tauhid murni. Apa boleh buat. Justru semakin menguatkan, bila tuhan mereka lain daripada yang lain.[6]

AL QUR’AN MENEPIS PENYIMPANGAN ’AQIDAH SYIRIK (PAGANISME) PADA AGAMA SYI’AH

Seorang muslim akan sangat mudah mengingkari ’aqidah yang jelas-jelas berseberangan dengan nalar dan akal sehat, fitrah yang masih lurus, apalagi ayat-ayat al-Qur’an. Allah berfirman, memberitahukan Dia-lah pemilik alam semesta ini. Tidak ada seorangpun yang menyertai-Nya dalam pengaturan ataupun kepemilikannya. Misalnya dalam ayat:

”Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. al-A’raf/7: 128)

”Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Mulk/67: 1)

Hak penetapan halal dan haram pun juga milik khusus bagi Alah. Rasulullah pun tunduk pada ketetapan-Nya. Perhatikan firman Allah:

”Wahai Nabi,mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah menghalalkan bagimu?” (Q.S. at- Tahrim/66: 1)

Ilmu Allah luas tidak terbatas, meliputi segala sesuatu. Hanya Allah yang mempunyai keistimewaan ini. Pengetahuan manusia, bagaimanapun dia, tetap terbatas. Allah berfirman:

”Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Diri sendiri.” (Q.S. al-An’am/6: 59)

Terakhir, dalam al Qur’an, Allah mengancam orang-orang yang menyekutukan apapun dengan Dzat-Nya. Ancaman yang sangat keras, siksaan neraka selama-lamanya bila mati dalam kesyirikan. Allah berfirman:

”Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka.dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorangpun penolong pun.” (Q.S. al maidah/5: 72)

Semoga tulisan ringan ini semakin memantapkan kita tentang bahaya Syi’ah yang semakin gencar melancarkan gerakannya di negeri inni melalui media-media yang mereka miliki. Apalagi sempat muncul wacana yang merilis upaya penggabungan antara Ahlu Sunnah dan Agama Syi’ah oleh sejumlah pihak. Wallahul-musta’an.

Maraji’:

Al-Hujajul-Bahirah, Syaikh Jalaluddin ad-Dawani ash-Shiddiqi, Tahqiq Dr. ’Abdullah Hajj Ali Munib, Cetakan I, tahun 1420H-200M, Maktabah al-Bukhari.
Al-Khuthuthul-’Ariidah, Syaikh Muhibbiddin al-Khathib, cetakan I, 1420H-1999M, Dar ’Ammar Urdun.
Buthlaanu ’Aqaaidisy-Syi’ah, Syaikh Muhammad Abdus-Sattar at-Tunsawi, 1408H, Maktabah Imdadiyyah, Mekkah Mukarramah.
Tanaqudhu Ahlil-Ahwa wal Bida’ fil ’Aqidah, Dr. ’Afaf binti Hasan bin Muhammad Mukhtar, Cetakan I, Tahun 1421H-2000M, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh.
’Ulama’usy-Syi’ah Yaqulun, susunan Markaz Ihyaut-turatsi Ahli Bait.

((Sumber: Majalah As-Sunnah edisi02/tahun XI/1428H/2007M, hal. 50-52, Penulis: Ustadz Abu Minhal))



[1] Kecintaan ini pun hanya sekedar kamuflase untuk menutupi kebusukan hati mereka terhadap kaum muslimin.

[2] Diceritakan oleh sebagian pengajar di universitas Islam Madinah, berita wafat beliau sangat menggembirakan para penganut Syi’ah. Pasalnya, beliau salah seorang ulama yang getol membongkar rentetan kepalsuan, kebohongan dan kekufuran yang sudah melekat erat pada doktrin-doktrin Syi’ah.

[3] Al-Khuthuth al-‘Aridhah, cetakan I 1999M/1420H, Dar Ammar, hal. 37-38

[4] Ushul Kafi (1/440-457). Kitab ini diklaim sekelas dengan kitab Shahih al-bukhari.

[5] Minhajus Sunnah (2/435)

[6] Riwayat-riwayat dari Syi’ah, penulis kutip dari buku-buku referensi


sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/02/25/syi%E2%80%99ah-budaya-syirik/

semoga bermanfaat

Blog Archive