Follow us on:

INDONESIA. INDONESIA.

Indonesia.

Apa itu Indonesia?
Tahukah kamu apa Indonesia itu?

by Armen Ringgo Sukiro on Thursday, August 16, 2012 at 5:05pm 








Indonesia adalah suatu negeri yang baik dan indah, yang dahulu kesatuan wilayahnya pernah berjaya di masa kesatuan wilayah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, yang membentang dari Andalas hingga Papua, yang penuh kekayaan alam baik di darat dan lautnya.
Indonesia adalah suatu bangsa yang dahulu bertani atau melaut, yang sebagiannya hidup merantau ke pulau lain, yang saling mengadakan perniagaan antarmereka, yang membangun peradaban kota tanpa benteng dan tembok pelindung, yang membangun kerajaan-kerajaan yang hampir tak pernah berumur panjang.
Indonesia adalah suatu bahasa yang sederhana sesederhana penuturnya, yang mampu menempatkan rasa kebangsaan di atas rasa kesukuan, yang menjunjung rasa persatuan dan kesatuan, yang meruntuhkan hegemoni bahasa Belanda milik para penjajahnya.

Dan aku bangga menjadi bangsa Indonesia.

BAHASA INDONESIA

Banyak yang mulai mengacuhkan bahasa Indonesia. Tengok saja nilai ujian akhir adik-adik kita di SMP dan/atau di SMA. Aku yakin (bukan "aku kira"), nilai ujian bahasa Inggris mereka kebanyakan berada di atas nilai ujian bahasa Indonesia. Banyak dari mereka yang paham kapan harus menggunakan preposition (kata depan) "in", kapan harus menggunakan kata depan "on", dan kapan harus menggunakan kata depan "at". Akan tetapi, mereka masih bingung kapan harus menggunakan kata "di" sebagai kata depan dan kata "di" sebagai awalan, kapan kata "di" harus digandeng dengan kata berikutnya dan kapan kata "di" harus dipisahkan darinya.
Hmm.. Cakap berbahasa Inggris memang bukan hal yang buruk. Kecakapan tersebut justru dapat menjadi modal yang sangat bermanfaat bagi bangsa ini guna mengarungi peradaban yang penuh globalisasi. Namun, kenyataan ini bukan berarti kita harus melupakan bahasa Indonesia,  'kan?

Sebagai bangsa yang berbahasa Indonesia, kita patut bersyukur. Bahasa ini mampu menjadi bahasa nasional kita, yang secara resmi dipakai oleh pemerintah kita. Bahasa Indonesia telah mampu menjadi bahasa pemersatu bangsa, apapun sukunya. Bahasa Indonesia telah mampu mengalahkan kebesaran bahasa Belanda, bahasa sang penjajah. Pemilihan nama "bahasa Indonesia" juga telah mampu membawa citra "persatuan dan kesatuan" dan jauh dari kesan kedaerahan nenek moyangnya: bahasa Melayu Riau. Penggunaan bahasa persatuan inilah salah satu alasan yang membuatku lebih meyakini bahwa Sarekat Islam jauh lebih pantas dianggap sebagai tonggak awal Pergerakan Nasional Indonesia daripada Boedi Oetomo[1].
Dan tahukah kalian bahwa para tetangga kita di Malaysia dan Filipina, khususnya para ahli bahasa yang nasionalis, sangat iri kepada kita karena bahasa nasional mereka masih belum bisa lepas dari hegemoni bahasa para penjajah mereka: yakni Inggris dan Spanyol?

Bangsa ini mungkin menilai bahwa bahasa Inggris akan menjadikan diri-diri mereka tidak lagi "kampungan", "ndeso", atau yang istilah-istilah lain yang intinya "kuirang pantas bagi peradaban yang maju". Sekolah-sekolah formal negeri mulai menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar-mengajar; para orang tua pun akan lebih bangga jika anaknya mahir berbahasa Inggris.
Baiklah. Dalam hal ini, aku ingin mengajak kalian mengamati bagaimana Jepang mampu mengungguli Amerika dalam industri mobil dan elektroniknya, bagaimana Cina mampu membuat Uni Eropa menaruh hormat padanya, dan bagaimana Jerman yang hancur dan porak-poranda di Perang Dunia II justru kini menjadi negara dengan perekonomian terkuat di Eropa.
Apakah orang-orang hebat dari Jepang, Cina, dan Jerman adalah orang-orang yang mahir berbahasa Inggris? Tidak semuanya. Ketidakcakapan berbahasa Inggris bukan halangan bagi mereka untuk menjadi "orang besar" dan membangun bangsa yang dihormati oleh bangsa lain. Berpikir, menjadi cerdas, dan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi peradaban manusia lebih mereka sukai daripada sekadar menginggriskan diri. Inilah yang (mungkin) selama ini luput dari perhatian kita.

Lalu pertanyaannya, apakah kita tidak perlu belajar bahasa Inggris?

Bukan. Bukan itu yang saya maksudkan. Berbahasa itu tetap penting. Akan tetapi, berpikir dan berbuat sesuatu yang bermanfaat (terutaman bagi peradaban manusia) itu tidak kalah penting; dan dengan begitu, bangsa yang berasal dari negara berkembang seperti kita dapat dihormatii oleh bangsa yang berasal dari negara-negara maju.
Berbahasa dengan baik berarti menempatkan penggunaan bahasa yang sesuai dengan situasi: menggunakan bahasa baku pada situasi formal dan menggunakan bahasa yang kurang baku pada situasi nonformal, menggunakan bahasa lokal saat berbicara dengan tetangga dan menggunakan bahasa asing saat berbicara dengan orang asing. Dengan demikian, mereka akan semakin menghargai kita, karena kita pun berusaha untuk menghargai mereka (yakni dengan berbicara dengan bahasa yang biasa mereka ucapkan). Pemahaman bahasa dengan baik juga akan menghindarkan kita dari "asbun" (asal bunyi).

BANGSA INDONESIA

Entah suka atau tidak, sejarah peradaban di Jawa dan Sumatra memang lebih panjang daripada kepulauan lain di Indonesia. Sejarah yang panjang ini telah melahirkan bangsa yang secara umum lebih terbangun daripada suku-suku lain. Namun, apakah ini berarti bahwa orang-orang Jawa dan Sumatra adalah lebih unggul daripada suku-suku lain?  Jawabannya: Belum tentu.
Bukankah perbuatan akan lebih mengena daripada sekadar kata-kata? Dan bukankah kita akan dikenang oleh manusia karena perbuatan kita, melebihi apa yang kita katakan?
Maka apa yang kalian banggakan, jika kalian adalah seorang mahasiswa Jawa ataupun Sumatra yang sering membolos kuliah dan malas belajar sementara para mahasiswa non-Jawa dan non-Sumatra justru rajin belajar dengan segala keterbatasan sarana dan prasarananya?

Kita adalah bangsa yang dilahirkan di negeri yang tanahnya baik dan subur sepanjang tahun, laut yang penuh dengan ikan-ikan, tambang yang penuh dengan bahan galian, hutan-hutan hujan yang hijau sepanjang tahun. Akan tetapi, sebagian dari kita menginginkan negeri ini berada di iklim sedang sehingga bisa merasakan hidup pada empat musim dalam setahun sebagaimana apa yang dialami orang-orang Eropa. Tidakkah kita mensyukuri apa yang telah Allah karuniakan kepada kita? Padahal tempat yang sebur seperti inilah yang selalu diinginkan oleh orang-orang Eropa, karena dengan demikian, mereka tidak akan perlu lagi bersusah payah memilah-milah bibit tanaman apa yang harus ditanam di musim semi, musim panas, dan musim gugur. Mereka juga tidak perlu repot-repot menyimpan cadangan bahan makanan untuk musim dingin, sehingga mereka tidak perlu kelaparan pada hari di mana ladang-ladang dan kolam-kolam tertutup hamparan salju sehingga tidak ada tanaman yang dapat dipanen dan tidak ada ikan yang dapat dipancing.

Kita adalah bangsa yang dilahirkan dengan kulit coklat yang eksotis. Akan tetapi, sebagian dari kita menginginkan kulit yang putih. Tidakkah kita mensyukuri apa yang telah Allah karuniakan kepada kita? Padahal justru kulit gelap seperti kulit kitalah yang diidam-idamkan oleh orang-orang Eropa, karena dengan demikian, mereka tidak perlu repot-repot berjemur di bawah sinar matahari maupun di dalam alat pencoklat kulit (sunbed) demi menggelapkan kulit mereka, yang mana hal ini akan bermanfaat untuk menangkal pancaran sinar ultraviolet, karena kulit gelap adalah jenis warna kulit yang terbaik guna menangkal pancaran berbahaya ini.[2]

Kita adalah bangsa yang memiliki dua makanan lezat nan bergizi: rendang dan nasi goreng. Akan tetapi, sebagian dari kita justru menginginkan hamburger, lasagna, pizza, dan makanan-makanan Barat lainnya yang bumbunya hampir-hampir tidak bercampur antara satu dengan lainnya. Tidakkah kita mensyukuri apa yang telah Allah karuniakan kepada kita? Padahal dua makanan inilah yang terkenal paling lezat di seluruh penjuru bumi.[3]

MUSLIMIN INDONESIA

Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Pernahkah kita menyadarinya? Mungkin bagi kita, ini adalah hal yang biasa, tapi bagi saudara-saudara kita muslimin Eropa, hal ini sangat mengagumkan.




Perhatikan komentar yang melengkapi foto suasana suatu shalat Jumat di masjid Istiqlal di atas. Salah satu dari mereka bahkan ada yang langsung  „Gänsehaut“ (merinding) ketika melihat foto di atas. Tidakkah kita mensyukurinya?
 Secara umum, di sini kita tidak akan kerepotan mencari masjid ataupun mushalla saat waktu shalat tiba, karena di setiap kotanya memiliki banyak masjid. Kita tidak akan kerepotan menentukan waktu shalat karena adzan akan terdengar bersahut-sahutan dari beberapa masjid yang ada. Kita juga tidak akan kerepotan mengatur jadwal bangun tidur karena waktu shalat Shubuh akan senantiasa berkutat antara pukul empat hingga lima pagi, dan ini terjadi sepanjang tahun. Waktu yang sudah set up in the head inilah yang tidak kita dapatkan di negeri-negeri lain selain negeri yang berada di daerah tropis.

Negeri ini hanya memiliki dua musim sepanjang tahun: musim kemarau dan musim hujan, sebagaimana negeri-negeri lain yang berada di daerah tropis. Ini adalah kemudahan yang amat besar bagi kaum muslimin karena suasana Ramadhan tidak akan jauh berbeda entah Ramadhan datang pada bulan apa pun di negeri ini. Kaum muslimin yang berpuasa negeri ini kita tidak akan merasakan panasnya suasana musim panas yang melelahkan dan maupun dinginnya suasana musim dingin yang menusuk tulang. Mereka juga tidak akan "dinganggu" oleh aktivitas makan dan minum para tetangga karena sebagian besar mereka juga berpuasa.

Sungguh, sangat banyak kebaikan yang Allah mudahkan bagi bangsa ini untuk memperolehnya. Sayang sekali, kita sering lalai dari mensyukurinya.

WAJAH BANGSAKU DEWASA INI

Mungkin bangsa ini masih beranggapan bahwa “rumput tetangga selalu lebih hijau”. Kita selalu berkiblat pada Barat dalam hal peradaban. Banyak budaya baik di negeri ini yang ditinggalkan untuk kemudian berpaling pada budaya Barat yang bebas.

Tanyakan saja kepada orang tua kita mengenai kehidupan anak-anak dalam kurun waktu dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, “Apakah saat senja tiba, anak-anak kaum muslimin disibukkan oleh permainan dan hiburan yang melalaikan?” Pasti mereka akan menjawab, “Dahulu menjelang Maghrib adalah saat di mana anak-anak shalat berjamaah dan diteruskan dengan membaca al-Quran. Hiburan mereka pascagelapnya malam yakni saat bulan purnama tiba, adalah bermain bersama teman-teman di tanah lapang.”
Akan tetapi, sekarang anak-anak bangsa kita sudah beralih haluan. Mereka terlalu sering dilalaikan oleh hiburan-hiburan yang menghanyutkan, dan salah satunya berasal dari sebuah kotak kecil ajaib bernama televisi, yang bisa memunculkan gambar dan bisa mengeluarkan suara. Saat senja tiba, anak-anak dengan asyiknya meneruskan menonton televisi dan mengacuhkan seruan adzan Maghrib. Para orang tua pun seakan tak berdaya untuk mencegah anak-anak mereka dan kemudian memerintahkan anak-anak mereka untuk melaksanakan shalat. Bagaimana mereka akan mampu? Lha wong mereka saja ikut menonton bersama anak-anaknya dan juga tidak melaksanakan shalat?

Tanyakan saja kepada orang tua kita mengenai kehidupan remaja dalam kurun waktu dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, “Apakah dahulu terdapat gadis-gadis remaja yang berani keluar rumah dengan mengenakan celana pendek dan pakaian ketat?” Pasti mereka akan menjawab, “Hampir tidak ada.”
Budaya ketimuran kita memiliki nilai kesopanan yang bagus, salah satunya adalah busana yang tertutup (modest) dan tidak ketat. Pada masa itu, berpakaian terbuka dan ketat yang menunjukkan bentuk tubuh adalah aib yang melakukan. Akan tetapi, sekarang anak-anak bangsa kita sudah beralih haluan. Mereka seakan-akan sudah kehilangan rasa malu “warisan” orang tua mereka. Mereka dengan tanpa risihnya keluar rumah dengan pakaian yang terbuka, dan jika pun mereka memakai jilbab dan pakaian yang tertutup, kebanyakan dari mereka memilih pakaian yang ketat yang benar-benar melunturkan nilai-nilai kesopanan dan kesantunan. Para orang tua pun seakan tidak berdaya untuk mencegah anak-anak mereka dan kemudian memerintahkan anak-anak tersebut berhenti melakukannya. Bagaimana mereka akan mampu? Lha wong mereka saja tidak malu dan risih saat melihat anaknya keluar rumah dengan berpakaian dan berpenampilan seperti itu?

Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَتَتَّبِعَنّ سَنَنً مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ ذِرَاعاً بِذِراَعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا: يَارسُولَ الله، اليَهُود والنَّصارى؟ قَال فمنْ؟

“Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai jika seandainya mereka memasuki lubang dhabb (sejenis reptil padang pasir) niscaya kalian akan ikuti pula”. Kami (para sahabat) bertanya “Wahai Rasulullah, (apakah mereka itu) Yahudi dan Nasrani?”. Rasulullah menjawab “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”
(HR.Bukhari 7325 dan Muslim 2669)

BANGKITLAH BANGSAKU..

Tidakkah kita menyadari bahwa anak-anak dan para remaja tersebut kelak akan menjadi pemuda-pemudi penerus tongkat estafet pembangunan bangsa dan kemudian akan menjadi para pemimpin dan pembesar bangsa ini? Maka apa yang bisa kita harapkan dari mereka jika keadaan mereka adalah seperti sekarang ini?

Padahal para pemuda adalah orang-orang yang mentalitasnya paling patut untuk diharapkan kebaikan dan kemanfaatannya. Bagaimana tidak? Pola dasar mentalitas anak-anak adalah cenderung ofensif dan penuh rasa ingin tahu, sedangkan pola dasar mentalitas orang dewasa adalah cenderung defensif dan merasa “cukup”. Anak-anak akan senantiasa mencoba sesuatu yang baru dan meninggalkan yang lama selama sesuatu yang baru itu belum terbukti keburukan atau kesalahannya, sedangkan orang dewasa akan senantiasa bertahan pada hal-hal lama dan menghindari sesuatu yang baru selama sesuatu yang baru itu belum terbukti kebaikan atau kebenarannya, sehingga mentalitas dasar yang berlebihan pada anak-anak akan mengakibatkan mereka terjerumus pada pemmikiran dan perilaku yang “salah jalan”, sedangkan mentalitas dasar yang berlebihan pada orang dewasa akan mengakibatkan mereka menjadi kolot dan tidak mau berkembang.
Tidakkah kita menyadari bahwa para pemuda adalah orang-orang yang berada pada masa transisi antara anak-anak dan orang dewasa, sehingga mereka memiliki kedua mentalitas ini dalam satu tubuh? Dan jika mereka berhasil memadukan rasa ingin tahu dan rasa “cukup” dengan benar, mereka akan menjadi generasi bangsa yang senantiasa berinovasi dalam hal-hal yang baik bagi peradaban (teknologi informasi, pelestarian lingkungan, sistem transportasi dan komunikasi) tetapi masih senantiasa menjaga sifat-sifat warisan masa lalu (agama, adat budaya yang tidak bertentangan dengan syariat, dan lain-lain) yang jauh lebih baik dan lebih santun daripada budaya masa kini yang bebas dan tak terkendali.

Peradaban manusia dan budaya yang mengiringinya senantiasa berubah dengan dinamis menuju masa depan. Dan perubahan yang mendatangkan kemashlahatan manusia adalah hal yang baik selama perubahan itu tidak menyelisihi syariat.

...
Ketika kepemimpinan sedang dibutuhkan, kita malah gagal bertindak.
Ketika sedang terdapat keterhubungan yang besar, kita malah saling memisahkan diri.
Ketika peluang sedang terus berlipat ganda, kita malah takut untuk mengambil risiko.
Ketika batas-batas pemisah dunia menjadi runtuh, kita malah tidak-berpikir luas.
Ketika terobosan besar sedang diperlukan, kita malah cekcok mengenai hal-hal kecil.
Ketika kita memerlukan pandangan yang besar, kita malah berpikir kerdil.
Dan ketika masa depan menunggu kita, kita malah terus terpaku pada masa lalu.[4]
....

Kita memang bangsa dari sebuah negara berkembang, tapi hal ini seharusnya tidak menghalangi kita untuk menjadi bangsa yang baik dan pantas untuk dihormati oleh bangsa lain yang berasal dari negara-negara maju.
Aku memiliki beberapa teman dunia-maya yang berasal dari negara-negara maju, dan aku menemukan bahwa mereka secara umum akan menghormati bangsa lain yang cerdas akalnya (smart), bugar raganya (lusty), dan bertakwa jiwanya (God-fearing). Bangsa seperti itulah yang akan disegani baik oleh “kawan-kawannya” (bangsanya saendiri) maupun oleh “lawan-lawannya” (bangsa lain).

Baiklah. Aku memang bukan orang yang senang ikut upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Aku juga bukan orang yang setia menggunakan bahasa Indonesia dalam akun Facebook-ku ini. Akan tetapi, aku berani menantang kalian untuk menulis sila-sila Pancasila dan meulis bait-bait lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan ejaan yang baik dan benar.
Dan kalau kalian sendiri, apakah kalian termasuk bangsa Indonesia yang masih sering keliru mengucapkan nama negeri kalian dengan “Endonesia”, bukan “Indonesia”? :-D

Sungguh, aku masih terus berharap bahwa kelak bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah, dan hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
(Quran Surah al-A’raf: 96)

Dan aku menitipkan bangsaku kepada Allah, Dzat yang tidak pernah menyia-nyiakan segala titipan.
Segala puji hanya bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan.

-------

Catatan kaki:
[1] Silakan simak pembahasan selengkapnya mengenai Revisi akan Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (artikel dalam bahasa Indonesia) di halaman: http://ituinisana.wordpress.com/2012/05/24/revisi-akan-sejarah-hari-kebangkitan-nasional/
[2] Silakan simak pembahasan selengkapnya mengenai warna-warna kulit manusia (artikel dalam bahasa Inggris) di halaman: http://en.wikipedia.org/wiki/Human_skin_color#Environmental_factors
[3] Silakan simak pembahasan selengkapnya mengenai makanan-makanan terlezat di dunia (artikel dalam bahasa Inggris) di halaman: http://www.cnngo.com/explorations/eat/readers-choice-worlds-50-most-delicious-foods-012321?page=0,2
[4] Bait ini adalah potongan dari pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perkembangan Berkelanjutan di Rio de Janeiro, Brazil, 20--22 Juni 2012 kemarin. Silakan simak selengkapnya (naskah aslinya dalam bahasa Inggris) di halaman: http://www.setkab.go.id/berita-4818-statement-by-he-dr-susilo-bambang-yudhoyono-president-of-the-republic-of-indonesia-united-nations-conference-on-sustainable-development-rio20-summit-plenary-session-rio-de-janeiro-brazil-20-22-june-2012.html

=======

Ini adalah gambar gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Frankfurt am Main, Jerman. Dulu ketika aku masih remaja, aku sangat ingin saat aku dewasa kelak, aku bisa bekerja di kantor ini. Karena hanya di tempat seperti inilah aku bisa mewujudkan salah satu mimpi masa kecilku (bisa mereasakan pengalaman hidup di luar negeri) tetapi dengan tidak meninggalkan nilai-nilai keindonesiaan dan keislamanku. Karena di tempat ini aku bisa bertemu orang Indonesia setiap hari, bisa makan makanan Indonesia setiap hari, dan tidak akan kerepotan dalam mencari masjid untuk shalat fardhu berjamaah, shalat Jumat, shalat tarawih, dan shalat dua hari raya (Idul Fithri dan Idul Adhha).

Anda bukan orang pertama yang mengira kalau saya pernah tinggal di luar negeri, Teh Putschy.. :-)
Tidak. Saya tidak (belum) pernah sekalipun meninggalkan negeri ini. Ke luar pulau Jawa saja saya belum pernah. Qadarullah, saya punya sedikit

masalah dengan "laut". :-(

Saya hanya seseorang yang masa kanak-kanak dan masa remajanya banyak dihabiskan dengan berbagai hal (yang sebenarnya kurang bermanfaat) mengenai bagaimana kehidupan di luar negeri terutama di Eropa, baik melalui dongeng-dongeng (Heidi, Hansel & Gretel, Gadis Korek Api), melalui video game (Astérix & Obelix, The Adventures of Tintin), maupun dari kisah-kisah orang Indonesia (biasanya para mahasiswa) yang pernah tinggal di sana.

Hal-hal tersebut, ditambah kecintaan saya terhadap pelajaran Sejarah dan Sosiologi (dua pelajaran yang saya rindukan saat saya memutuskan untuk masuk jurusan IPA pas SMA dulu) telah membentuk saya menjadi seseorang yang gemar memelajari apa yang ada pada bangsa asing dan kemudian membandingkan dengan apa yang ada pada bangsa kita.

Banyak hal baik yang sebenarnya bisa kita tiru dari orang Eropa. Sayang sekali, kebanyakan orang Indonesia hanya menyandarkan sumber informasinya mengenai luar negeri hanya kepada televisi (yang keabsahan berita dan sumber beritanya seringkali perlu dipertanyakan) padahal kebanyakan budaya asing yang ditayangkan di televisi adalah budaya yang tidak baik.
Orang Indonesia juga tidak (belum) banyak yang mencari informasi dari orang luar negeri asli (kebanyakan karena kendala kekuranglancaran berbahasa). Padahal hal ini akan sangat bermanfaat dalam mempercepat alihteknologi dan alihinformasi.

Salah satu yang baik adalah apa yang telah Rasulullah Shallalhu 'alaihi wasallam sabdakan berabad-abad yang lalu:

قال المستورد القرشي، عند عمرو بن العاص:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول "تقوم الساعة والروم أكثر الناس". فقال له عمرو: أبصر ما تقول. قال: أقول ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم. قال: لئن قلت ذلك، إن فيهم لخصالا أربعا: إنهم لأحلم الناس عند فتنة. وأسرعهم إفاقة بعد مصيبة. وأوشكهم كرة بعد فرة. وخيرهم لمسكين ويتيم وضعيف. وخامسة حسنة وجميلة: وأمنعهم من ظلم الملوك.

Al-Mustaurid al-Qurasyi berkata kepada Abdullah bin Amru bin ‘Ash, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Kiamat akan tiba ketika bangsa Romawi adalah bangsa yang paling besar jumlah penduduknya.” Mendengar hal itu, Abdullah bin Amru menukas, “Perhatikanlah apa yang engkau ucapkan!"
Dia (Mustaurid) menjawab, “Aku hanya mengatakan apa yang (benar-benar) aku dengar (langsung) dari Rasulullah. ” Dia (Abdullah bin Amru) berkata, “Jika yang engkau katakan itu benar, pasti mereka adalah sebuah bangsa yang memiliki empat karakter. Mereka adalah orang-orang yang paling santun saat terjadinya fitnah (kekacauan), mereka adalah orang-orang yang paling cepat bangkit saat terkena musibah, mereka adalah orang-orang yang paling cepat maju menyerang setelah mundur (mengatur barisan), dan mereka adalah orang-orang yang paling memperhatikan nasib orang miskin, anak yatim dan kaum yang lemah. Dan karakter kelima mereka (yang sungguh merupakan sebuah akhlak) yang indah, yaitu mereka adalah orang-orang yang paling anti terhadap kezhaliman penguasa.”
[Lihat: Shahih Muslim no. 2889, Bab: Kitabul Fitan wa Asyraathus Saa'ah]

Hadis di atas tentunya tidak menunjukkan pujian terhadap subjeknya (yakni bangsa Romawi), melainkan hanya pujian terhadap akhlak-akhlak mereka saja yang memang terpuji. Karena bagaimanapun, mereka tetaplah kaum kuffar yang berbuat kezhaliman yang sangat besar (yakni perbuatan mereka yang menyekutukan Allah dengan sesembahan lainnya).
 Menjadi manusia modern bukan berarti kita meninggalkan peradaban generasi terbaik para pendahulu kita yang shalih. Maka apakah yang ada di benak orang-orang yang meninggalkan adab orang-orang
yang terbaik dan kemudian menggantinya dengan adab orang-orang yang buruk?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي* ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ

“Sebaik-baik generasi adalah generasiku (yang aku hidup pada masanya), kemudian (generasi) berikutnya, dan berikutnya, kemudian (mulai) tersebarlah kedustaan.”
(HR. at-Tirmidzi dari Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu)

Dan bukankah Rasulullah mencintai tanah airnya (negeri Makkah) bukan karena semata-mata tempat kelahiran, namun karena Makkah adalah negeri kaum muslimin, negeri tauhid yang diwariskan Ibrahim ‘alahissalam? Oleh karena itu beliau pun mencintai Madinah, yang juga negeri kaum muslimin, walaupun bukan tempat kelahiran beliau. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda ketika peristiwa hijrah ke Madinah,
“Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta terhadap Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan cinta yang lebih besar dari itu.”
(HR. al-Bukhari no.6372)

Maka nasionalisme yang benar adalah nasionalisme yang didasari rasa cinta kepada Allah Ta’ala, insya Allah, yakni mencintai negeri tempat kelahiran kita yang merupakan negeri kaum muslimin, karena Islam ditegakkan di dalamnya. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan: “Tanah air dicintai jika ia merupakan negeri kaum muslimin. Setiap orang wajib bersemangat untuk berbuat kebaikan di negerinya, juga di negeri lain yang merupakan negeri kaum muslimin. Setiap orang juga wajib mengusahakan keluarga dan kerabatnya tinggal di negeri kaum muslimin” (Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 9)

Wallahu A'lam.
 


Blog Archive