Follow us on:

HUKUM ASAL IBADAH ADALAH TERLARANG


Bismillah,

Oleh : Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halabi Al-Atsary

Banyak orang yang mencampuradukkan antara ibadah dengan yang lainnya, dimana mereka berupaya membenarkan bid’ah yang dilakukan dengan memnggunakan dalil kaidah, hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh !

Kaidah tersebut adalah kaidah ilmiah yang benar. Tapi penempatannya bukan dalam masalah ibadah. Sesungguhnya kaidah tersebut berkaitan dengan keduniawian dan bentuk-bentuk manfaat yang diciptakan Allah padanya. Bahwa hukum asal dari perkara tersebut adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya.

Sebab ibadah merupakan masalah agama murni yang tidak diambil kecuali dengan cara wahyu. Dan dalam hal ini terdapat hadits, “Barangsiapa yang membuat hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini apa yang bukan darinya, maka dia di tolak”.

Demikian itu karena sesungguhnya hakikat agama terdiri dari dua hal, yaitu tidak ada ibadah kecuali kepada Allah, dan tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan syari’at yang ditentukanNya. Maka siapa yang membuat cara ibadah dari idenya sendiri, siapa pun orangnya, maka ibadah itu sesat dan ditolak.. Sebab hanya Allah yang berhak menentukan ibadah untuk taqarrub kepadaNya.

Oleh karena itu cara menggunakan kaidah ilmiah yang benar adalah seperti yang dikatakan oleh Al-Alamah Ibnul Qayyim dalam kitabnya yang menakjubkan, I’lam al-Muwaqqi’in (I/344) : “Dan telah maklum bahwa tidak ada yang haram melainkan sesuatu yang diharamkan Allah dan RasulNya, dan tidak dosa melainkan apa yang dinyatakan dosa oleh Allah dan RasulNya bagi orang yang melakukannya. Sebagaimana tidak ada yang wajib kecuali, apa yang diwajibkan Allah, dan tidak ada yang haram melainkan yang diharamkan Allah, dan juga tidak ada agama kecuali yang telah disyari’atkan Allah. Maka hukum asal dalam ibadah adalah batil hingga terdapat dalil yang memerintahkan. Sedang hukum asal dalam akad dan muamalah adalah shahih [1] hingga terdapat dalil yang melarang. Adapun perbedaan keduanya adalah, bahwa Allah tidak disembah kecuali dengan apa yang telah disyariatkanNya melalui lisan para rasulNya. Sebab ibadah adalah hak Allah atas hamba-hambaNya dan hak yang Dia paling berhak menentukan, meridhai dan mensyari’atkannya”

Syaikh Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Al-Qawa’id An-Nuraniyyah Al-Fiqhiyyah (hal 112) berkata, “Dengan mencermati syari’at, maka kita akan mengetahui bahwa ibadah-ibadah yang diwajibkan Allah atau yang disukaiNya, maka penempatannya hanya melalui syari’at”

Dalam Majmu Al-Fatawa (XXXI/35), beliau berkata, “Semua ibadah, ketaatan dan taqarrub adalah berdasarkan dalil dari Allah dan RasulNya, dan tidak boleh seorang pun yang menjadikan sesuatu sebagai ibadah atau taqarrub kepada Allah kecuai dengan dalil syar’i”.

Demikian yang menjadi pedoman generasi Salafus Shalih, baik sahabat maupun tabi’in, semoga Allah meridhai mereka.

Untuk lebih lengkapnya, silahkan lihat pada link berikut ini :
http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/hukum-asal-ibadah-adalah-terlarang.html?m-1

tanya :

Bismillah.." Semua ibadah itu haram, kecuali yg mengikuti tuntunan"

Mohon penjelasannya tentang hadist ini. Syukron.

jawab :

Itu bukan hadits, tapi sebuah qoidah yang agung, hasil telaah para ulama, yang didasarkan pada dalil :

Yang pertama :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُ نَا فَهُوَ رَدٌّ
...
Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun,

Artinya :
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tak ada padanya urusan (agama) kami, maka ia (amalan) itu tertolak". [HR. Muslim (1718)]

yang kedua :

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْر ِ نَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

man ahdatsa fii amrinaa hadza ma laisa minhu fahuwa raddun

Artinya :
” Barang siapa yg mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan kami ini yg bukan dari kami maka dia tertolak “( H.R. Bukhari & muslim )

Wallahu a'lam.
__________________________________

“Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat & berusaha melakukan amalan yg mengantarkan kepadanya, sementara ia juga seorang mukmin; maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik oleh Allah (QS. Al-Isra / 17:19).

Fakhruddin ar-Razy (544-606 H) menyimpulkn 2 syarat sah ibadah berdasarkn firman Allah tsb, yaitu :

[1].Niat yg ikhlas (mengharapkn pahala akhirat, sesuai hadist :

“Sesungguhnya amalan itu tergantung dr niatnya” (HR.Bukhari).
[2].”brusaha melakukn amalan yg mengantarkn kpdnya” yg artinya hndaknya amalan itu bs mewujudkn pd tujuan tsb. & suatu amalan tdk dianggap demikian, kcuali jk trmasuk amal ibadah & ketaaatan. Banyak orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan-amalan yang bathil” (Tafsir Ar-Razy (20/180).

Ini jg dipertegas Imam Ibnu Katsir :

“Agar amalan diterima, maka harus memenuhi 2 syarat :

[1]. ikhlas krn Allah;

[2]. harus benar sesuai syariat.

Manakala suatu amalan dikerjakan secara ikhlas namun tidak benar sesuai syariat, maka amalan tersebut TIDAK diterima.

Ini sesuai hadist :

“Barangsiapa yg mengamalkn suatu amalan yg tdk ada perintahnya dr kami mk amalan itu tertolak” (HR.Muslim 3/1343 No.1718 dr Aisyah).

Begitu juga jika suatu amalan sudah sesuai dengan syariat secara lahiriyah, namun pelakunya tidak mengikhlaskan niat karena Allah; amalannyapun tertolak.”

(Source : Tafsir Ibn Katsir (1/385). Wallahu a’lam.
______________________________

hadist nabi shallallahu alaihi wasallam :

antum tak lamun biumuri dunia kum,

artinya :
engkau lebih tahu urusan dunia daripadaku.

Untuk urusan dunia, yang menyangkut ilmu pengetahuan, teknologi (apa saja), dan peradaban manusia, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam peristiwa penyilangan serbuk sari kurma yang sangat masyhur :

“Kamu lebih mengetahui tentang berbagai urusan duniamu”. [Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim (1366)]

http://www.abuayaz.co.cc/2011/02/perkataan-mereka-kalau-tidak-mau-bidah.html?m=1

semoga bermanfaat

documented

source

CARA YANG BAIK UNTUK MENGINGKARI KEMUNGKARAN

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami perhatikan banyak sekali para pemuda yang antusias mengingkari kemungkaran, tapi mereka kurang baik dalam mengingkarinya. Apa saran dan petunjuk Syaikh untuk mereka, dan bagaimana cara terbaik untuk mengingkari kemungkaran?

Jawaban:
Saran saya untuk mereka agar mengkaji masalahnya dan pertama-tama mempelajarinya sampai yakin benar bahwa masalah tersebut baik atau mungkar berdasarkan dalil syar'i, sehingga dengan demikian pengingkaran mereka itu berdasarkan hujjah yang nyata, hal ini berdasarkan firman Allah.

"Katakanlah: 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf: 108].

Di samping itu, saya juga menyarankan kepada mereka, hendaknya pengingkaran itu dengan cara yang halus, tutur kata dan sikap yang baik agar mereka bisa menerima sehingga lebih banyak berbuat perbaikan daripada kerusakan, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." [An-Nahl: 125]

Dan firmanNya.

"Artinya : Disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." [Ali Imran: 159]

Serta sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya."[1]

Dan sabdanya.

"Artinya : Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan mem-perindahnya, dan tidaklah (kelembutan) itu tercabut dari sesuatu kecuali akan memburukkannya."[2]

Serta berdasarkan hadits-hadits shahih lainnya.

Di antara yang harus dilakukan oleh seorang da'i yang menyeru manusia ke jalan Allah serta menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, adalah menjadi orang yang lebih dahulu melakukan apa yang diserukannya dan menjadi orang yang paling dulu menjauhi apa yang dilarangnya, sehingga ia tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dicela Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya.

"Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir." [Al-Baqarah: 44]

Dan firmanNya.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." [Ash-Shaf: 2-3].

Di samping itu, agar ia tidak ragu dalam hal itu danagar manusia pun melaksanakan apa yang dikatakan dan dilakukannya.
Wallahu waliyut taufiq.

[Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Juz 5 hal. 75-76, Syaikh Ibn Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]


source


HADITS MAN SANNA FII ISLAM SUNNATAN HASANATAN...

http://www.abuayaz.blogspot.com/2011/03/hadits-man-sanna-fii-islam-sunnatan.html?m=1


 

Blog Archive