Follow us on:

Kesetaraan Gender dalam Sorotan


bismillaah,

Dari sejak hegemoni Barat mulai bercokol di banyak negeri kaum muslimin, seiring melemahnya kekuatan mereka, sedikit demi sedikit dominasi syariat dan hukum-hukum Islam bergeser ke ranah-ranah privat dan hanya diminati oleh minoritas orang. Produk-produk pemikiran Barat pun sedikit demi sedikit menyebar di khalayak kaum muslimin.

Diantara produk pemikiran Barat yang saat ini tengah dengan giat disosialisasikan adalah isu kesetaraan gender. Isu yang menghendaki hancurnya batas-batas pembeda antara dua kelompok manusia (baca: laki-laki dan perempuan) dalam status sosial dan peran di masyarakat ini dijajakan oleh para aktivis feminisme yang tidak lain adalah anak turunan liberalisme; ideologi kebebasan mutlak tanpa tapal batas.

Problem lemahnya keyakinan dan dangkalnya wawasan keagamaan menjadi pemicu utama yang menyebabkan ide-ide luar itu dapat dengan mudah masuk ke dalam pemikiran kaum muslimin tanpa filter yang menyaringnya.

Apalagi, budak-budak pemikiran Barat yang giat menebar ide-ide rusak ini tidak jarang berbicara atas nama pembaharuan Islam, moderenisasi, dan jargon-jargon lainnya.

Allah berfirman menghiyakatkan perkataan istri Imran,

“Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.” (QS. Ali Imran [3]: 36)

Dari sini, kesetaraan, atau persamaan (dalam bahasa Arab: musâwâtu) antara laki-laki dan perempuan bukanlah nilai yang berasal dari pandangan Islam Islam memandang keadilan antara laki-laki dan wanita, bukan kesetaraan.

Konsep kesetaraan bertolak belakang dengan prinsip keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya.

Sementara (Lihat kritikan Syaikh al Utsaimin tentang kata al musâwâtu dalam Syarhu al ‘Aqîdah al Wâsithiyyah, hal. 180-181)

http://muslim.or.id/muslimah/kesetaraan-gender-dalam-sorotan.html


***

Kesetaraan Gender???
Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah menyimpulkan, dari perbedaan-perbedaan hukum yg telah ditetapkan oleh Allah:

Pertama, beriman dan menerima perbedaan-perbedaan antara lelaki dan wanita baik secara fisik, psikis, ata
u hukum syar’i, serta hendaknya masing-masing merasa ridha dengan kodrat Allah dan ketetapan-ketetapan hukum-Nya.

Kedua, tidak boleh bagi masing-masing dari lelaki atau wanita menginginkan sesuatu yg telah Allah khususkan bagi salah satunya dalam perbedaan-perbedaan hukum tersebut dan mengembangkan perasaan iri satu sama lain disebabkan perbedaan-perbedaan tersebut. Oleh karena itu Allah melarang hal itu dgn firman-Nya,
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yg dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yg lain. (Karena) bagi orang lelaki ada bahagian dari pada apa yg mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yg mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisa` [4]: 32)

Tentang sebab turunnya ayat ini, Mujahid menuturkan, “Ummu Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa lelaki berperang sementara kami tidak? Dan mengapa kami hanya mendapatkan setengah dari harta waris? Maka turunlah ayat ini.” (Diriwayatkan oleh al Thabari, Imam Ahmad, Hakim dan yg lainnya)

Ketiga, jika al Qur`an dgn jelas melarang untuk sekedar iri, maka apalagi mengingkari dan menentang perbedaan-perbedaan syar’i antara lelaki dan wanita ini dgn cara memropagandakan isu kesetaraan gender. Hal ini tidak boleh bahkan termasuk kekufuran. Karena ia merupakan bentuk penentangan terhadap kehendak Allah yg bersifat kauni yg telah menciptakan lelaki dan perempuan dgn perbedaan-perbedaan tabiat tadi, sekaligus bentuk pengingkaran terhadap teks-teks syar’i yg bersifat qath’i dalam pembedaan-pembedaan hukum antara keduanya. (Lihat Hirâsah al Fadhîlah, hal. 22)



Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.
muslim.or.id

Blog Archive