Follow us on:

^SUNNAH DAN SYIAH BERDAMPINGAN? MUSTAHIL! (Bagian 1)^

Jun 21
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. hafizhahullah

Alhamdulillâh, salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , keluarga dan Sahabatnya. Penindasan dan kehinaan yang diderita oleh umat Islam saat ini, menjadikan sebagian umat Islam menyerukan agar diadakan konsolidasi antara semua aliran yang ada. Hanya saja, seruan tersebut sering kali kurang direncanakan dengan baik, sehingga tidak menghasilkan apapun. Di antara upaya konsolidasi dan merapatkan barisan yang terbukti tidak efektif ialah upaya merapatkan barisan Ahlus Sunnah dengan sekte Syi’ah, dengan menutup mata dari berbagai penyelewengan sekte Syi’ah. Konsolidasi semacam ini bukannya memperkuat barisan umat Islam, namun bahkan sebaliknya, meruntuhkan seluruh keberhasilan yang telah dicapai umat Islam selama ini. Karena itu, melalui tulisan ringkas ini, saya ingin sedikit menyibak tabir yang menyelimuti sekte Syi’ah. Dengan harapan, kita semua dapat menilai, benarkah Ahlus sunnah memerlukan konsolidasi dengan mereka?Pandangan Akidah Ahlus Sunnah dan Keyakinan Syi’ah tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sebagai seorang Muslim, Anda pasti beriman bahwa sesembahan Anda hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah Pencipta langit dan bumi beserta seluruh isinya, dan Dia pula yang mengatur semuanya. Demikianlah keyakinan umat Islam secara umum dan syariat dalam Alqurân,

اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ اْلأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ اْلأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىْءٍ عِلْمًا

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, dan bumi seperti itu pula. Perintah Allah terus-menerus berlaku di antara alam langit dan alam bumi, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Q.S. at-Thalâq/65: 12).

Umat Islam meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mentukan takdir seluruh makhluk-Nya, sehingga tidak ada satu kejadian pun kecuali atas kehendak-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ – قَالَ – وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ)

Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arsy-Nya berada di atas air. (H.R. Muslim).

Pada suatu hari, Sahabat Ubâdah bin Shâmit radhiallahu ‘anhu memberikan petuah kepada putranya dengan mengatakan,

يَا بُنَىَّ إِنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ اْلإِيْمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ. سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ n يَقُولُ: (إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ، قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ). يَا بُنَىَّ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ n يَقُولُ: (مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّيْ)

“Wahai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan dapat merasakan manisnya iman hingga engkau percaya bahwa sesuatu yang (ditakdirkan) menimpamu, tidak mungkin meleset darimu. Sebaliknya, sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu. Aku mendengar Rasulullâh bersabda, ‘Sesungguhnya, pertama kali Allah menciptakan al-Qalam (Pena), Ia befirman kepadanya, ‘Tulislah.’ Mendengar perintah itu, al-Qalam berkata, ‘Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu hingga kiamat tiba.’”

(Lalu Sahabat Ubâdah bin Shâmit melanjutkan petuahnya dengan berkata), “Wahai anakku! aku telah mendengar Rasulullâh bersabda,’Barangsiapa mati di atas keyakinan menyelisihi keyakinan ini, maka ia tidak termasuk dari golonganku.” (H.R. Abu Dâwud).

Demikianlah sekelumit tentang akidah umat Islam tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, tahukah Anda apa ideologi sekte Syi’ah? Simaklah ideologi mereka dari riwayat yang termaktub dalam kitab terpercaya mereka, yaitu Al-Kâfi karya al-Kulaini:

Abu Hâsyim al-Ja’fary menuturkan, “Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Abul Hasan (Ali bin Muhammad-pen) ‘alaihissalâm sepeninggal putranya Abu Ja’far (Muhammad-pen). Kala itu aku berencana mengatakan, ‘Seakan kejadian yang menimpa Abu Ja’far dan Abu Muhammad (al-Hasan bin Ali ) pada saat ini serupa dengan yang dialami oleh Abul Hasan Mûsa dan Ismâîl putra Ja’far bin Muhammad ‘alaihimussalâm.’ Kisah keduanya (Ali dan Muhammad bin Muhammad) serupa dengan kisah keduanya (Mûsa dan Ismâîl bin Ja’far), dikarenakan Abu Muhammad al-Murji menjadi imam sepeninggal Abu Ja’far ‘alaihissalâm. Tiba-tiba Abul Hasan menatapku sebelum aku sempat mengucapkan sepatah katapun, lalu ia berkata, ‘Benar, wahai Abu Hâsyim, Allah memiliki pendapat baru tentang Abu Muhammad sepeninggal Abu Ja’far yang sebelumnya tidak Dia ketahui. Sebagaimana sebelumnya muncul pendapat baru pada Mûsa (bin Ja’far) sepeninggal Ismâîl (bin Ja’far) suatu pendapat baru yang selaras dengan keadaannya. Kejadian ini sebagaimana yang terbetik dalam jiwamu, walaupun orang-orang yang sesat tidak menyukainya.’“ [Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/327]

Demikianlah Saudaraku! sekte Syi’ah meyakini adanya perubahan pada pengetahuan dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Ia berubah pendapat dan keinginan karena terjadi sesuatu yang di luar pengetahuan dan kehendak-Nya.

Menurut hemat Anda! Mungkinkah seorang Muslim memiliki keyakini semacam ini?

-bersambung insya Allah-

Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

AL-FIRQAH AN-NAJIYAH (Jalan Golongan Yang Selamat)

semoga bermanfaat
^SUNNAH DAN SYIAH BERDAMPINGAN? MUSTAHIL! (Bagian 2)^

Sebelumnya, silakan baca Sunnah & Syi’ah, Bersandingan? Mustahil (Bagian 1)
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. hafizhahullah

Nabi Muhammad versi Ahlus Sunnah & Syi’ah

Saudaraku! Anda pasti mengetahui bahwa syarat utama untuk menjadi seorang Muslim ialah mengucapkan dua kalimat syahadat. Ikrar bahwa sesembahan Anda hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Muhammad bin `Abdillâh shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan di antara konsekuensi dari persaksian bahwa beliau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala ialah Anda meyakini bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan seluruh wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umatnya.

Oleh karena itu, pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di Padang Arafah, beliau bertanya tentang hal ini kepada para Sahabatnya,

أَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ ؟

Kalian pasti akan ditanya tentang aku, maka apa yang akan kalian katakan? Simaklah jawaban umat Islam yang menghadiri khutbah beliau ini,

قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ. فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ: (اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ) ثَلاَثَ مَرَّاتٍ رواه مسلم

Para Sahabat menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan dan mengemban risâlah dengan sempurna tanpa ada sedikit pun campuran.” Lalu beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya ke arah langit lalu menunjuk ke arah para sahabatnya seraya berdoa, “Ya Allah, persaksikanlah, Ya Allah persaksikanlah (sebanyak tiga kali).” (H.R. Muslim).


Saya yakin, Anda dan juga seluruh umat Islam di seantero dunia pun demikian, bersaksi bahwa beliau telah sepenuhnya menunaikan amanah, menegakkan agama dan menyampaikan seluruh wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umatnya.

Akan tetapi, tahukah Anda, apa kira-kira sikap dan keyakinan sekte Syi’ah? Anda ingin tahu? Temukan jawabannya pada pengakuan revolusioner mereka, yaitu al-Khumaini berikut ini,

لَقَدْ أَثْبَتْنَا فِيْ بِدَايَةِ هَذَاالْحَدِيْثِ بِأَنَّ النَّبِيَّ أَحْجَمَ عَنِ التَّطَرُّقِ إِلَى اْلإِمَامَةِ فِيْ القُرْآنِ، لِخَشْيَتِهِ أَنْ يُصَابَ الْقُرآنُ بِالتَّحْرِيْفِ، أَوْ أَنْ تَشْتَدَّ الْخِلاَفَاتُ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ، فَيُؤَثِّرُ ذَلِكَ عَلَى اْلإِسْلاَمِ

Telah kami buktikan pada awal pembahasan ini, bahwa Nabi menahan diri dari membicarakan masalah imâmah (kepemimpinan) dalam Alqurân;([1]) karena beliau khawatir Alqurân akan diselewengkan, atau timbul perselisihan yang sengit di tengah-tengah kaum Muslimin, sehingga hal itu berakibat buruk bagi masa depan agama Islam.” [Kasyful Asrâr oleh al-Khumaini 149].

Al-Khumaini belum merasa cukup dengan menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa gentar untuk menyampaikan ayat-ayat imâmah kepada umatnya. Lebih jauh, dengan tanpa merasa bersalah al-Khumaini menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penyebab terjadinya seluruh perpecahan dan peperangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam sepeninggal beliau,

وَوَاضِحٌ بِأَنَّ النَّبِيَّ لَوْ كَانَ قَدْ بَلَغَ بِأَمْرِ اْلإِمَامَةِ طَبَقًا لِمَا أَمَرَ بِهِ اللهُ، وَبَذَلَ الْمَسَاعِيَ فِيْ هَذَا الْمَجَالِ، لَمَا نَشَبَتْ فِيْ اْلبُلْدَانِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ كُلُّ هَذِهِ اْلإِخْتِلاَفاَتِ وَالْمُشَاحَنَاتِ وَالْمَعَارِكِ، وَلَمَا ظَهَرَتْ ثَمَّةَ خِلاَفاَتٌ فِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْعِهِ

Sangat jelas, bahwa Andai Nabi telah menyampaikan perihal imâmah (kepemimpinan), sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadanya, dan ia benar-benar mengerahkan segala upayanya dalam urusan ini, niscaya tidak akan pernah terjadi berbagai perselisihan, persengketaan dan peperangan ini di seluruh belahan negeri Islam. Sebagaimana di sana tidak akan muncul perselisihan dalam hal ushûl (prinsip) dan juga cabang furû‘ (cabang) agama.” [Kasyful Asrâr oleh al-Khumaini 155].


Mungkin Anda berkata, “Ah ini hanya salah tulis al-Khumaini saja, dan tidak mewakili ideologi kaum Syi’ah.”

Tunggu sejenak Saudara! Coba Anda bandingkan ucapan al-Khumaini di atas dengan dua riwayat berikut:

Al-Kulaini meriwayatkan, bahwa Imam Abu `Abdillâh Ja’far Ash-Shâdiq, menyatakan,

لَوْلاَ نَحْنُ مَا عُبِدَ اللهُ

Andai bukan karena kami, niscaya Allah tidak akan pernah diibadahi. [Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/144]

Mufti sekte Syi’ah pada abad ke-11 H, yang bernama al-Majlisi menambahkan riwayat di atas menjadi,

لَوْلاَهُمْ، مَا عُرِفَ اللهُ وَلاَ يَدْرِيْ كَيْفَ يَعْبُدُ الرَّحْمَنَ

Andai bukan karena para imam, niscaya Allah tidak akan dikenal, dan tidak akan ada yang tahu bagaimana beribadah kepada Ar-Rahmân (Allah). [Bihârul Anwâr 35/29]
 

Apa perasaan dan pendapat Anda setelah membaca dua riwayat yang termaktub dalam dua referensi terpercaya umat Syi’ah ini?

Berdasarkan kedua riwayat ini, kira-kira apa peranan dan jasa Nabi Muhammad menurut sekte Syi’ah? Mereka meyakini bahwa hingga sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat manusia belum juga mengetahui bagaimana harus beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalaulah bukan karena jasa para imam-imam umat Syi’ah, maka tidak ada manusia yang bisa shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Saudaraku! sebagai seorang Mukmin, dapatkah batin Anda menerima tuduhan keji sekte Syi’ah ini kepada Nabi Anda?

Coba sekali lagi Anda bandingkan kedua riwayat ini dengan ucapan al-Khumaini di atas. Al-Khumaini beranggapan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sumber petaka yang menimpa umat ini. Berbagai persengketaan, pertumpahan darah dan perselisihan yang terjadi di tengah-tengah umat berawal dari kegagalan beliau dalam menyampaikan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, terutama yang berkaitan dengan “al imâmah” (kepemimpinan).

Perkenankan saya bertanya, “Menurut hemat Anda, apakah kedua riwayat dan juga ucapan al-Khumaini di atas mencerminkan syahadat “Muhammad Rasulullâh”? Sebagai seorang Muslim yang bersaksi bahwa Muhammad bin `Abdullâh adalah Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa perasaan Anda membaca kedua riwayat dan ucapan al-Khumaini di atas? Kuasakah Anda untuk menutup mata dan telinga dari fakta ini, lalu Anda bergandengan tangan dengan orang-orang yang meyakini demikian itu tentang Nabi Anda?

Bersambung insya Allah

Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12 Tahun XIII

[1]) Aneh bin ajaib, al-Khumaini meyakini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebebasan untuk menyembunyikan masalah al-Imâmah dari umatnya. Anggapan ini nyata-nyata bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut,

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Q.S. al-Mâidah/5: 67).


^SUNNAH DAN SYIAH BERDAMPINGAN? MUSTAHIL! (Bagian 3)^

Silakan baca tulisan sebelumnya, Sunnah & Syi’ah, Bersandingan? Mustahil (Bagian 1) dan Sunnah & Syi’ah, Bersandingan? Mustahil (Bagian 2)

***
Sahabat Nabi dalam Akidah Ahlisunnah & Kebencian Syi’ah.

Saudaraku, bila Anda mencermati sejarah para nabi dan umatnya, niscaya Anda dapatkan bahwa sahabat setiap nabi adalah orang-orang pilihan dan generasi terbaik dari umat nabi tersebut. Kesimpulan Anda ini benar adanya dan selaras dengan sabda Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا مِنْ نَبِىٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لاَ يُؤْمَرُونَ

Tidaklah ada seorang nabi pun yang diutus kepada suatu umat sebelumku, kecuali ia memiliki para pendamping dan sahabat setia, yang senantiasa mengikuti ajarannya dan berpedoman dengan perintahnya. Sepeninggal mereka, datanglah suatu generasi yang biasa mengatakan sesuatu yang tidak mereka perbuat, serta melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. (H.R. Muslim).

Demikian pula halnya dengan Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat beliau adalah generasi terbaik dari umat Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah. (Q.S. Ali Imrân/3: 110).

Saya yakin, Anda pun meyakini bahwa generasi pertama dari umat Islam yaitu para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah generasi terbaik dari umat Islam. Bukankah demikian, Saudaraku!

Akan tetapi, tahukah Anda, siapakah Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mata umat Syi’ah? Anda ingin tahu, silahkan simak riwayat-riwayat mereka berikut,

عَنْ سُدَيْرٍ عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ سَنَةً، إِلاَّ ثَلاَثَةٌ: فَقُلْتُ: وَمَنْ الثَّلاَثَةُ ؟ فَقَالَ: الْمِقْدَادُ بْنُ اْلأَسْودُ وَأَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَسَلْمَانَ اْلفَارِسِيُّ، وَقَالَ: هَؤُلاَءِ الَّذِيْنَ دَارَتْ عَلَيْهِمُ الرَّحَى وَأَبَوْا أَنْ يُبَايِعُوْا حَتَّى جَاؤُوْا بِأَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ مَكْرَهاَ فَبَايَعَ

Dari Sudair, ia meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm, “Dahulu sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruh manusia murtad selama satu tahun, kecuali tiga orang.” As-Sudair pun bertanya, “Siapakah ketiga orang tersebut?”Dia menjawab, “Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi,” lalu beliau berkata, “Mereka itulah orang-orang yang tetap kokoh dengan pendiriannya dan enggan untuk membaiat (Abu Bakar As-Shiddîq-pen) hingga didatangkan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thâlib) ‘alaihissalâm dalam keadaan terpaksa, lalu beliaupun berbaiat.” [Bihârul Anwâr oleh al-Majlisy 22/351 dan Tafsir Nur As-Tsaqalain, karya Abdu Ali bin Jum'ah al- 'Arusy al-Huwaizy, 1/396]

Syaikh Mufîd (wafat tahun 413 H) juga meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm,

اِرْتَدَّ النَّاسُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ إِلاَّ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ: الْمِقْدَادُ بْنُ اْلأَسْو
َدِ وَأَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَسَلْمَانُ اْلفَاِرسِيُّ، ثُمَّ ِإنَّ النَّاسَ عَرَفُوْا وَلَحِقُوْا بَعْدُ

Seluruh manusia menjadi murtad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang, al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâry, dan Salmân al-Fârisi. Kemudian setelah itu manusia mulai menyadari, dan kembali masuk Islam.” [Al-Ikhtishâsh, karya Asy-Syaikh Mufîd, hlm. 6]

Dalam riwayat lain, mereka menambah jumlah yang tetap mempertahankan keislamannya menjadi empat orang:

Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far, bahwa ia berkata,

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ لَمَّا قُبِضَ، صَارَ النَّاسُ كُلُّهُمْ أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةٌ: عَلِيٌّ وَالْمِقْدَادُ وَسَلْمَانُ وَأَبُوْ ذَرٍّ

Sesungguhnya, tatkala Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, seluruh manusia kembali kepada kehidupan jahiliyah, kecuali empat orang saja: yaitu Ali, al-Miqdâd, Salmân dan Abu Dzar.” [Tafsir Al 'Ayyasyi 1/199, karya An-Nadhir Muhammad bin Mas'ûd as-Samarqandi (wafat th: 320 H), Bihârul Anwâr 22/333 karya Al-Majlisy, (wafat th. 1111 H)]

Saudaraku! apa perasaan Anda tatkala membaca beberapa contoh riwayat yang termaktub dalam kitab-kitab terpercaya agama Syi’ah di atas?

Saya yakin, batin Anda menjerit, keimanan Anda menjadi berkobar ketika membaca riwayat-riwayat itu
. Betapa tidak, para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dinyatakan telah murtad, kecuali tiga orang saja.

Saudaraku! Coba tenangkan perasaan Anda, lalu baca kembali dengan seksama riwayat-riwayat di atas. Tidakkah Anda mendapatkan hal yang aneh pada kedua riwayat tersebut? Pada riwayat tersebut dinyatakan bahwa yang tetap berpegang teguh dengan keimanan dan keislamannya hanya ada tiga orang. Dan pada riwayat lainnya dijelaskan maksud dari ketiga orang tersebut, yaitu: Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâry, dan Salmân al-Fârisi.

Bila demikian adanya, lalu bagaimana halnya dengan Ali bin Abi Thâlib, Fâtimah bintu Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kedua putranya, yaitu al-Hasan dan al-Husain? Mungkinkah mereka termasuk yang murtad, karena yang dinyatakan tetap berpegang dengan keislamannya hanyalah tiga, dan mereka semua tidak termasuk dari ketiga orang tersebut?

Demikianlah Saudaraku! Umat Syi’ah mempropagandakan sebagai para pencinta Ahlul Bait dan pembela mereka. Akan tetapi, faktanya, mereka menghinakan Ahlul Bait, bahkan menganggap mereka telah murtad dari Islam. Bila Anda tidak percaya, silahkan buktikan dan datangkan satu riwayat saja yang menyebutkan bahwa Ahlul Bait tidak termasuk yang murtad sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya yakin Anda tidak akan menemukan riwayat tersebut, walau Anda membaca seluruh kitab-kitab Syi’ah.

Apa yang saya paparkan di atas, menjadi alasan bagi Imam ‘Amir bin Syurahil asy-Sya’bi untuk berkata tentang sekte Syi’ah, “Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki satu kelebihan bila dibandingkan dengan agama Syi’ah. Bila dikatakan kepada kaum Yahudi, ‘Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Tentu para Sahabat Nabi Mûsa.’ Dan bila dikatakan kepada kaum Nasrani, ‘Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setiap Nabi ‘Isa.’ Akan tetapi, bila dikatakan kepada agama Râfidhah (Syi’ah), ‘Siapakah orang terjelek dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setia Nabi Muhammad.’”
 
Saudaraku! Mungkin Anda bertanya-tanya, “Mengapa para pengikut agama Syi’ah begitu membenci para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama ketiga Khulafâ‘ur Râsyidin yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsmân? Saudaraku! Benarkah And
a merasa penasaran ingin mengetahui biang kebencian mereka kepada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Obatilah rasa penasaran Anda dengan jawaban seorang pakar yang telah kenyang dengan pengalaman dalam menghadapi para penganut Syi’ah. Tokoh tersebut adalah Abu Zur’ah ar-Râzi rahimahullah. Beliau menyampaikan hasil studi dan pengalaman beliau pada ucapannya berikut, “Bila engkau dapatkan seseorang mencela seorang sahabat Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ketahuilah bahwa ia adalah orang zindîq (kafir yang menampakkan keislaman). Alasannya, karena kami meyakini bahwa Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti benar, dan Alqurân juga pasti benar. Sedangkan yang menyampaikan Alqurân dan Sunnah Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para Sahabat. Dengan demikian, sesungguhnya orang yang mencela para saksi (perawi) kami (yaitu para sahabat), hendak menggugurkan Alqurân dan Sunnah . Karena itu, merekalah yang lebih layak untuk dicela.” (Riwayat al-Khathîb al-Baghdâdi dalam kitab Al-Kifâyah Fî ‘Ilmir Riwâyah).

Bersambung insya Allah

Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12 Tahun XIII

fin
 
   

Blog Archive