Follow us on:

'Aisyah Radhiyallahu 'anha



Ketika sayyidah 'Aisyah Radhiyallahu 'anha dituduh berselingkuh oleh sekawanan manusia maka cukup Allah azza wa jalla lah yang membela kesuciannya.

bismillaah,

By As Toni in generasi bangsa indonesia. doc

Firman Allah :

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu,bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan. (QS. An Nur/24: 11)

Peristiwa haditsul ifki (gosip yang penuh kebohongan )yang kelihatan sangat merugikan itu tetap memiliki nilai positif bagi kaum mu’minin, yaitu :

1. Orang-orang yang menjadi sasaran fitnah, yaitu Aisyah, Rasulullah, Abu Bakar dan Shafwan bin Al Mu’aththil, dapat bersabar karena mengharapkan ridha Allah. Inilah cara orang-orang beriman dalam menyikapi kezaliman yang menimpa dirinya.

  2. Dengan munculnya tuduhan ini ke permukaan maka terbuktilah siapa yang benar dan siapa yang dusta. Jika haditsul ifki tidak muncul maka akan menjadi pertanyaan sejarah yang krusial.

  3. Menunjukkan kehormatan dan kemuliaan orang-orang yang menjadi sasaran fitnah ini. Ayat-ayat Al Qur’an yang turun secara khusus membersihkan Aisyah ra. dari tuduhan itu sudah sangat jelas menunjukkan kedudukan Ummul Mu’minin ini di hadapan Allah.

  4. Peristiwa ini menjadi batu uji keimanan dan kekufuran seseorang. Penyikapan terhadap peristiwa ini menjadi salah satu ukuran keimanan

Jika seandainya kaum muslimin mau bertanya kepada diri sendiri pada waktu itu, dengan kembali kepada fitrahnya yang lurus, maka persoalannya akan lain.

Firman Allah:

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ

Artinya: Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”. (QS. An Nur/24: 12)

Inilah langkah pertama yang seharusnya dilakukan kaum muslimin menghadapi berita seperti itu, husnuzhzhan (berbaik sangka) pada diri sendiri. Memposisikan diri dalam ketidak mungkinan seperti itu. Apalagi kepada isteri Nabi yang dikenal sangat bersih, dan seorang laki-laki sahabat mujahid fi sabilillah. Mereka adalah bagian dari diri kita sendiri. Berbaik sangka kepada seorang mukmin jauh lebih utama dibandingkan terhadap diri sendiri.

firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (QS. Al Hujurat/49: 12)  

Tuduhan berselingkuh kepada Aisyah radhiyallahu 'anha adalah tuduhan terbesar dalam sejarah Islam, karena tuduhan itu menyerang kepada orang yang selama ini dikenal sebagai lambang kebersihan dan kesucian. Maka sangat tidak logis dan sangat tidak realistis ketika masalah yang sebesar itu dapat lolos dan beredar di tengah-tengah masyarakat tanpa saksi yang kuat dan bukti nyata.

Firman Allah :

  لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ

Artinya: Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. (QS. AnNur/24: 13)

Ketidak mampuan mereka untuk mendatangkan bukti dan saksi menunjukkan bahwa berita itu adalah berita bohong. Dua langkah ini, yaitu: bertanya kepada hati nurani dan pengukuhan dengan bukti dan saksi, dilupakan kaum muslimin pada saat mereka menghadapi haditsul-ifki. Konspirasi jahat untuk menghujat Rasulullah dan keluarganya dapat menyebar di Madinah selama satu bulan penuh. Jika saja bukan karena rahmat dan kasih sayang Allah, tentulah kaum muslimin layak mendapatkan azab yang pedih karena kelalaian mereka dalam menyikapi persoalan ini. Dari itulah Allah memperingatkan agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari.

Firman Allah :

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Artinya : Allah memperingatka kamu agar (jangan) kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. An Nur/24:17)  

Haditsul-ifki adalah pelajaran pahit bagi kaum muslimin yang sedang tumbuh pada waktu itu. Hanya dengan anugerah dan rahmat Allah mereka terbebas dari azab dan hukuman Allah. Fitnah yang demikian adalah perbuatan yang sudah selayaknya mendapatkan azab yang pedih.

Firman Allah :

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Artinya : Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (QS. An Nur/24: 14)

Rasulullah, putera bani Hasyim yang paling utama, dihujat rumah tangganya bersama orang yang paling dicintainya, rumah tangga suci yang menebarkan kesucian. Ia dihujat kehormatannya, padahal dialah orang yang gigih menegakkan kehormatan ummatnya. Ia dihujat telah berkhianat kepada Allah padahal ia adalah utusan Allah. Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetaplah manusia yang merasakan penderitaan sebagaimana manusia lain. Keragu-raguan ikut pula bermain di hatinya, meskipun indikasi kuat mengatakan bahwa Aisyah bersih, tetapi ia belum dapat menyimpulkan indikasi itu menjadi ketenangan. Aisyah ra, orang yang sangat bersih dan lurus pikirannya, dihujat kehormatan yang paling dibanggakannya. Puteri As Shiddiq yang tumbuh dalam lingkungan yang bersih dan mulia, dihujat amanahnya padahal ia adalah isteri Muhammad bin Abdillah. Ia dihujat kesetiaannya kepada suaminya, padahal ia adalah isteri tercinta yang sangat dekat dan dimanjakan. Ia dihujat imannya, padahal ia adalah wanita muslimah yang tumbuh dalam ruang Islam sejak ia membuka matanya. Aisyah sangat menderita dengan berita-berita itu, hingga demamnya tinggi, ia sangat terpukul ketika berita itu juga didengar oleh ibu bapaknya. Sangat menderita lagi ketika Rasulullah menemuinya dan mengatakan kepadanya: “Saya sudah mendengar tentang dirimu ini dan itu. Jika memang kamu bersih maka Allah akan membersihkanmu, dan jika kamu berbuat dosa maka mintalah ampun kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya seorang hamba yang mengakui kesalahannya lalu bertaubat, Allah akan memberinya taubat” Aisyah melihat ada keraguan pada diri Rasulullah meskipun tidak melancarkan tuduhan kepadanya. Allah belum menurunkan wahyu yang membersihkan suasana. Abu Bakar as Siddiq, orang yang sangat sensitif, dihujat kehormatannya karena hujatan pada puterinya, isteri sahabat yang dia cintai, seorang Nabi yang dia imani dengan sepenuh hati. Ia tidak dapat melakukan pembelaan apapun. Luka hatinya terlihat dari ucapannya : “Demi Allah, di masa jahiliyah saja, tidak pernah dituduh seperti ini, apakah pantas terjadi di masa Islam? Sahabat Shafwan bin Al Mu’aththil seorang mujahid, dituduh berkhianat pada Nabinya. Ia dihujat amanahnya, kehormatannya, dan loyalitasnya pada Islam. Maka sudah sangat layak jika kaum muslimin pada waktu itu mendapatkan azab Allah sesuai dengan racun mematikan yang mereka sebarkan dalam masyarakat Islam yang sedang tumbuh, dan menyerang simbol-simbol kesucian yang menjadi tonggak berdirinya masyarakat itu. Sangat layak jika Allah turunkan azab yang sebanding dengan kejahatan kaum munafik yang berusaha mencabut keimanan umat dari akarnya. Mereka menggoyang kepercayaan umat kepada Tuhannya, Nabinya, dan sesama muslim selama satu bulan penuh. Ketidak pastian, kebimbangan, dan keresahan melingkupi Madinah. Akan tetapi karunia dan rahmat Allah melimpah kepada kaum muslimin yang sedang tumbuh membangun. Dan rahmat itupun akhirnya dinikmati pula oleh mereka yang menyebarkan malapetaka di Madinah.

Al Qur’an menggambarkan masa bimbang, tanpa kendali dan ukuran itu dengan mengungkapkan :

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

Artinya: Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia di sisi Allah adalah besar. (QS. An Nur/24: 15)

Ayat yang menggambarkan sikap ceroboh, melakukan sesuatu yang sangat berbahaya tanpa ada beban dosa. Masalah yang sebesar itu seharusnya disikapi dengan ekstra hati-hati, mendengarnya saja sudah merupakan goncangan, apalagi mempercayai dan ikut mengucapkan/menyebarkan. Seharusnya kaum muslimin menghadapkan diri kepada Allah, meminta agar nabinya tidak didiskriditkan seperti itu.

Firman Allah:

وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ

Artinya: Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha suci Engkau Ya Tuhan kami. Ini adalah dusta yang besar. (QS. An Nur/24:16)

Jika cara ini dihayati dengan seksama, maka masalah itu tidak akan berkembang menyudutkan Nabi dan keluarganya. Mendengarkan hal seperti itu saja sudah harus dihindari, sebagai konsekwensi iman, apalagi ikut serta dalam penyebarannya.

Firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3)

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna. (QS. Al Mu’minun/23: 1-3)

Artinya: Dan apabila mereka mendengar perkataan yag tidak bermanfaat, mereka berpaling dari padanya. (QS. Al Qashash/28: 55) Dari itulah Allah subhanahu wa Ta'ala mengingatkan umat ini untuk tidak mengulang perbuatan ceroboh seperti itu di kemudian hari.

Firman Allah :

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Artinya: Allah memperingatkan kamu agar ( jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. An Nur/24:17)

Allah menasehati dengan cara yang halus dan mendidik, sesuai dengan keadaan kaum muslimin yang sangat peka terhadap teguran, setia dengan perintah dan cerdas mengambil pelajaran. Kesetiaan untuk tidak mengulang kesalahan itu dikaitkan dengan iman sebagai garansinya.

Peristiwa ini juga memberikan tarbiyah imaniyah yang mendalam yaitu :

a. Bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan status kenabian dan kerasulannya tidak pernah mengeluarkannya dari realitas dirinya sebagai manusia biasa. (sifat basyariyah).

b. Bahwa wahyu Allah bukanlah ilusi jiwa yang keluar dari seorang Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana wahyu Allah itu tidak dapat diproduk sesuai dengan keinginan dan harapan Nabi Muhammad. Sebab jika wahyu Allah dapat diatur sedemikian rupa oleh keinginan-keinginan manusia (Nabi Muhammad) maka sangat mudah bagi Nabi untuk mengakhiri kemelut haditsul ifki ini sebelum berkembang menjadi fitnah bagi diri dan keluarganya, dengan menjadikan apa yang diyakininya sebagai Al Qur’an dan kebenaran yang diyakini oleh kaum muslimin.

Tetapi Rasulullah tidak melakukan hal itu karena memang di luar kemampuannya sebagai seorang rasul utusan Allah.

Sesungguhnya peristiwa haditsul ifki telah memberi pelajaran penting bagi kaum muslimin dalam membangun masyarakat, yaitu :

a. Sterilisasi masyarakat muslim dari isu-isu yang meresahkan, berupa ucapan-ucapan jorok atau tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.

b. Sikap yang benar terhadap kehormatan sesama muslim, terutama dalam menjaga mulut/bicara.

c. Mengembangkan budaya husnuzh-zhan (berbaik sangka) kepada sesama muslim.

d. Mengajarkan adab Islam dalam mendengar sesuatu yang tidak berguna, dengan memposisikan diri sebagai orang yang tidak layak mendengarkannya, apalagi ikut menyebarkannya.

Allah subhanahu wa Ta'ala mengancam orang-orang yang suka menyebarkan keburukan dengan menuduh wanita-wanita muhshanat melakukan perselingkuhan dengan azab Allah di dunia dan akhirat.

Firman Allah :

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An Nur/24: 19)

Orang-orang yang menuduh wanita muhshanat, khususnya Aisyah ra yang ada dalam baitun-nubuwwah (rumah kenabian)[12], sesungguhnya sedang menggoyang sendi kepercayaan kaum mukminin terhadap al khair (kebaikan) al Iffah ( pemeliharaan diri) dan An Nazhafah (kebersihan) masyarakat, dan menghilangkan rasa malu dan risih bagi orang yang suka berbuat keji. Hal ini dilakukan dengan membangun opini bahwa perbuatan keji telah terjadi di mana-mana termasuk dalam rumah tangga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebagai pimpinan dan teladan umat Islam.

Cara ini akan menumbuhkan keberanian pada penakut yang ingin berbuat keji. Karena menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar dan dapat terjadi pada siapa saja. Inilah yang sering kali menjadi pendorong terjadinya gaya hidup permisif. Karena demikian besar bahaya yang ditimbulkan oleh iklan keji, Allah menyebut orang-orang yang menuduh zina pada wanita-wanita muhshanat sebagai orang-orang yang menginginkan tersiarnya perbuatan keji di tengah-tengah kaum mu’minin. Allah menyediakan azab yang pedih bagi mereka di dunia dan akhirat.

Firman Allah :

لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ

Artinya: Bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. (QS. An Nur/24:19)

Inilah salah satu bentuk pendidikan akhlaq dalam usaha memproteksi penyebaran perbuatan tercela di tengah-tengah masyarakat. Sebuah konsep pendidikan yang diajukan sesuai dengan pengalaman kemanusiaan dalam pengendalian selera dengan mengarahkan pada ilmu Allah.

وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: Dan Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An Nur/24:19)

Ayat di atas memberikan pesan tarbiyah yang sangat mendalam bagi pendidikan lain :

a. Keberadaan anggota masyarakat muslim yang suka menyerang kehormatan orang lain, menuduhnya berselingkuh tanpa bukti yang benar, adalah realitas sosial yang telah, sedang dan akan terus ada di setiap ruang dan waktu.

b. Kondisi ini bisa dijadikan sebagai indikator penguatan dan perlemahan akhlak Islam di masyarakat. Ini adalah kenyataan buruk yang harus mendapatkan tindakan sesuai dengan syari’ah Allah.

c. Keberadaan oknum yang berbuat demikian tidak boleh mengurangi kebaikan masyarakat secara umum. Di tengah masyarakat tentu masih banyak orang-orang yang lebih mencintai kebajikan. Keberadaan oknum-oknum ini harus menjadi pemicu bagi ahlu-khair untuk melancarkan perbaikan-perbaikan sosial dengan sabar, dan penuh hikmah.

d. Siapapun, anggota masyarakat yang melakukan hujatan terhadap kehormatan orang lain akan diancam dengan hukuman dunia dan akherat. Dengan sanksi ini diharapakan akan terjadi pengendalian yang ketat pada masing-masing orang untuk tidak mudah melontarkan tuduhan kepada orang lain.

e. Ketika kita mendengar tuduhan yang dilontarkan seseorang kepada fihak lain, maka kita bangun dalam diri kita sikap husnuzh-zhan (berbaik sangka) kepada orang yang dituduh itu, bila perlu dengan melakukan pembelaan kehormatan orang yang dihujat.

تفسير القرطبي
قوله تعالى : إن الذين جاءوا بالإفك عصبة منكم لا تحسبوه شرا لكم بل هو خير لكم لكل امرئ منهم ما اكتسب من الإثم والذي تولى كبره منهم له عذاب عظيم لولا إذ سمعتموه ظن المؤمنون والمؤمنات بأنفسهم خيرا وقالوا هذا إفك مبين لولا جاءوا ع...
ليه بأربعة شهداء فإذ لم يأتوا بالشهداء فأولئك عند الله هم الكاذبون ولولا فضل الله عليكم ورحمته في الدنيا والآخرة لمسكم في ما أفضتم فيه عذاب عظيم إذ تلقونه بألسنتكم وتقولون بأفواهكم ما ليس لكم به علم وتحسبونه هينا وهو عند الله عظيم ولولا إذ سمعتموه قلتم ما يكون لنا أن نتكلم بهذا سبحانك هذا بهتان عظيم يعظكم الله أن تعودوا لمثله أبدا إن كنتم مؤمنين ويبين الله لكم الآيات والله عليم حكيم إن الذين يحبون أن تشيع الفاحشة في الذين آمنوا لهم عذاب أليم في الدنيا والآخرة والله يعلم وأنتم لا تعلمون ولولا فضل الله عليكم ورحمته وأن الله رءوف رحيم ياأيها الذين آمنوا لا تتبعوا خطوات الشيطان ومن يتبع خطوات الشيطان فإنه يأمر بالفحشاء والمنكر ولولا فضل الله عليكم ورحمته ما زكا منكم من أحد أبدا ولكن الله يزكي من يشاء والله سميع عليم ولا يأتل أولو الفضل منكم والسعة أن يؤتوا أولي القربى والمساكين والمهاجرين في سبيل الله وليعفوا وليصفحوا ألا تحبون أن يغفر الله لكم والله غفور رحيم [ ص: 181 ]

الأولى : قوله تعالى : إن الذين جاءوا بالإفك عصبة منكم عصبة خبر إن . ويجوز نصبها على الحال ، ويكون الخبر لكل امرئ منهم ما اكتسب من الإثم . وسبب نزولها ما رواه الأئمة من حديث الإفك الطويل في قصة عائشة - رضوان الله عليها - ، وهو خبر صحيح مشهور ، أغنى اشتهاره عن ذكره ، وسيأتي مختصرا . وأخرجه البخاري تعليقا ، وحديثه أتم . قال : وقال أسامة ، عن هشام بن عروة ، عن أبيه ، عن عائشة ، وأخرجه أيضا ، عن محمد بن كثير ، عن أخيه سليمان من حديث مسروق ، عن أم رومان أم عائشة أنها قالت : لما رميت عائشة خرت مغشيا عليها . وعن موسى بن إسماعيل من حديث أبي وائل قال : حدثني مسروق بن الأجدع ، قال : حدثتني أم رومان وهي أم عائشة ، قالت : بينا أنا قاعدة أنا ، وعائشة إذ ولجت امرأة من الأنصار ، فقالت : فعل الله بفلان وفعل ، فقالت أم رومان : وما ذاك ؟ قالت : ابني فيمن حدث الحديث ، قالت : وما ذاك ؟ قالت : كذا وكذا . قالت عائشة : سمع رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ؟ قالت : نعم . قالت : وأبو بكر ؟ قالت : نعم ، فخرت مغشيا عليها ؛ فما أفاقت إلا وعليها حمى بنافض ، فطرحت عليها ثيابها ، فغطيتها ، فجاء النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال : ما شأن هذه ؟ فقلت : يا رسول الله ، أخذتها الحمى بنافض . قال : فلعل في حديث تحدث به ، قالت : نعم . فقعدت عائشة فقالت : والله ، لئن حلفت لا تصدقوني ! ولئن قلت لا تعذروني ! مثلي ومثلكم كيعقوب وبنيه والله المستعان على ما تصفون . قالت : وانصرف ولم يقل شيئا ؛ فأنزل الله عذرها . قالت : بحمد الله لا بحمد أحد ولا بحمدك . قال أبو عبد الله الحميدي : كان بعض من لقينا من الحفاظ البغداديين يقول الإرسال في هذا الحديث أبين ، واستدل على ذلك بأن أم رومان توفيت في حياة رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، ومسروق لم يشاهد النبي - صلى الله عليه وسلم - بلا خلاف . وللبخاري من حديث عبيد الله بن عبد الله بن أبي مليكة أن عائشة كانت تقرأ إذ تلقونه بألسنتكم وتقول : الولق الكذب . قال ابن أبي مليكة : وكانت أعلم بذلك من غيرها لأنه نزل فيها . قال البخاري : وقال معمر بن راشد ، عن الزهري : كان حديث الإفك في غزوة المريسيع . قال ابن إسحاق : وذلك سنة ست . وقال موسى بن عقبة : سنة أربع . وأخرج البخاري من حديث معمر ، عن [ ص: 182 ] الزهري قال : قال لي الوليد بن عبد الملك : أبلغك أن عليا كان فيمن قذف ؟ قال : قلت لا ، ولكن قد أخبرني رجلان من قومك أبو سلمة بن عبد الرحمن ، وأبو بكر بن عبد الرحمن بن الحارث بن هشام أن عائشة قالت لهما : كان علي مسلما في شأنها . وأخرجه أبو بكر الإسماعيلي في كتابه المخرج على الصحيح من وجه آخر من حديث معمر ، عن الزهري ، وفيه : قال كنت عند الوليد بن عبد الملك فقال : الذي تولى كبره منهم علي بن أبي طالب ؟ فقلت : لا ، حدثني سعيد بن المسيب ، وعروة ، وعلقمة ، وعبيد الله بن عبد الله بن عتبة كلهم يقول سمعت عائشة تقول : والذي تولى كبره عبد الله بن أبي . وأخرج البخاري أيضا من حديث الزهري ، عن عروة ، عن عائشة : والذي تولى كبره منهم عبد الله بن أبي .

الثانية : قوله تعالى : ( بالإفك ) الإفك الكذب . والعصبة ثلاثة رجال ؛ قاله ابن عباس . وعنه أيضا من الثلاثة إلى العشرة . ابن عيينة : أربعون رجلا . مجاهد : من عشرة إلى خمسة عشر . وأصلها في اللغة وكلام العرب الجماعة الذين يتعصب بعضهم لبعض . وال...
خير حقيقته ما زاد نفعه على ضره . والشر ما زاد ضره على نفعه . وإن خيرا لا شر فيه هو الجنة . وشرا لا خير فيه هو جهنم . فأما البلاء النازل على الأولياء فهو خير ؛ لأن ضرره من الألم قليل في الدنيا ، وخيره هو الثواب الكثير في الأخرى . فنبه الله تعالى عائشة وأهلها وصفوان ، إذ الخطاب لهم في قوله لا تحسبوه شرا لكم بل هو خير لكم ؛ لرجحان النفع والخير على جانب الشر .

الثالثة : لما خرج رسول الله - صلى الله عليه وسلم - بعائشة معه في غزوة بني المصطلق وهي غزوة المريسيع ، وقفل ودنا من المدينة آذن ليلة بالرحيل قامت حين آذنوا بالرحيل فمشت حتى جاوزت الجيش ، فلما فرغت من شأنها أقبلت إلى الرحل فلمست صدرها فإذا عقد من جزع ظفار قد انقطع ، فرجعت فالتمسته فحبسها ابتغاؤه ، فوجدته وانصرفت ، فلما لم تجد أحدا ، وكانت شابة قليلة اللحم ، فرفع الرجال هودجها ، ولم يشعروا بنزولها منه ؛ فلما لم تجد أحدا اضطجعت في مكانها رجاء أن تفتقد فيرجع إليها ، فنامت في الموضع ولم يوقظها إلا قول [ ص: 183 ] صفوان بن المعطل : إنا لله وإنا إليه راجعون ؛ وذلك أنه كان تخلف وراء الجيش لحفظ الساقة . وقيل : إنها استيقظت لاسترجاعه ، ونزل عن ناقته وتنحى عنها حتى ركبت عائشة ، وأخذ يقودها حتى بلغ بها الجيش في نحر الظهيرة ؛ فوقع أهل الإفك في مقالتهم ، وكان الذي يجتمع إليه فيه ، ويستوشيه ، ويشعله عبد الله بن أبي بن سلول المنافق ، وهو الذي رأى صفوان آخذا بزمام ناقة عائشة ، فقال : والله ما نجت منه ، ولا نجا منها ، وقال : امرأة نبيكم باتت مع رجل . وكان من قالته حسان بن ثابت ، ومسطح بن أثاثة ، وحمنة بنت جحش . هذا اختصار الحديث ، وهو بكماله وإتقانه في البخاري ، ومسلم ، وهو في مسلم أكمل

: امرأة نبيكم باتت مع رجل . وكان من قالته حسان بن ثابت ، ومسطح بن أثاثة ، وحمنة بنت جحش .

mulut mereka berkata :

''sesungguhnya istri nabimu ('Aisyah ) semalaman telah berduaan dengan seorang laki2''

tafsirnya tafsir al qurtubi adapun yang memfitnah sayyidah 'Aisyah adalah Hasan bin Stabit dan mistih bin Ustastah dan Hamnah binti Jahs

الخامسة عشرة : قوله تعالى : إن كنتم مؤمنين توقيف وتوكيد ؛ كما تقول : ينبغي لك أن تفعل كذا وكذا إن كنت رجلا . السادسة عشرة : قوله تعالى : يعظكم الله أن تعودوا لمثله أبدا يعني في عائشة ؛ لأن مثله لا يكون إلا نظير القول في المقول عنه بعينه ، أ...
و فيمن كان في مرتبته من أزواج النبي - صلى الله عليه وسلم - ؛ لما في ذلك من إذاية رسول الله - صلى الله عليه وسلم - في عرضه وأهله ؛ وذلك كفر من فاعله .

السابعة عشرة : قال هشام بن عمار سمعت مالكا يقول : من سب أبا بكر ، وعمر أدب ، ومن سب عائشة قتل لأن الله تعالى يقول : يعظكم الله أن تعودوا لمثله أبدا إن كنتم مؤمنين فمن سب عائشة فقد خالف القرآن ، ومن خالف القرآن قتل . قال ابن العربي : قال أصحاب الشافعي من سب عائشة - رضي الله عنها - أدب كما في سائر المؤمنين ، وليس قوله : إن كنتم مؤمنين في عائشة لأن ذلك كفر ، وإنما هو كما قال : عليه السلام - : لا يؤمن من لا يأمن جاره بوائقه . ولو كان سلب الإيمان في سب من سب عائشة حقيقة لكان سلبه في قول : لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن حقيقة . قلنا : ليس كما زعمتم ؛ فإن أهل الإفك رموا عائشة المطهرة بالفاحشة ، فبرأها الله تعالى فكل من سبها بما برأها الله منه مكذب لله ، ومن [ ص: 190 ] كذب الله فهو كافر ؛ فهذا طريق قول مالك ، وهي سبيل لائحة لأهل البصائر . ولو أن رجلا سب عائشة بغير ما برأها الله منه لكان جزاؤه الأدب .

الثامنة عشرة : قوله تعالى : إن الذين يحبون أن تشيع الفاحشة أي تفشو ؛ يقال : شاع الشيء شيوعا وشيعا وشيعانا وشيعوعة ؛ أي ظهر وتفرق . في الذين آمنوا أي في المحصنين والمحصنات . والمراد بهذا اللفظ العام عائشة ، وصفوان - رضي الله عنهما - . والفاحشة : الفعل القبيح المفرط القبح . وقيل : الفاحشة في هذه الآية القول السيئ . لهم عذاب أليم في الدنيا أي الحد . وفي الآخرة عذاب النار ؛ أي للمنافقين ، فهو مخصوص . وقد بينا أن الحد للمؤمنين كفارة . وقال الطبري : معناه إن مات مصرا غير تائب .

ulama syiah al-Sayyid Abdullah Syibr (w 1242 H), menerangkan tafsir surat al-Nuur ayat 11 :

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ م...
ِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Ternyata

نزلت في مارية القبطية وما رمتها به عائشة من أنها حملت بإبراهيم من جريح القبطي وقيل في عائشة

tafsir Qummi terkait dengan ayat 11 surah al-Nuur tersebut.
Katanya :

فان العامة رووا انها نزلت في عائشة وما رميت به في غزوة بني المصطلق من خزاعة واما الخاصة فانهم رووا انها نزلت في مارية القبطية وما رمتها به عايشة‌ء المنافقات


barangsiapa berkata kotor pada sayyidah 'Aisyah Radhiyallahu 'anha maka hendaknya dia di ajari tata kerama akan tetapi apabila dia membangkang maka darah orang tersebut halal untuk di tumpahkan karena telah menyakiti perasaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam SEBAB telah menghina martabat Rasulullah dan rumah tangga Rasulullah dan telah menentang perintah Allah ta'ala

لخامسة عشرة : قوله تعالى : إن كنتم مؤمنين توقيف وتوكيد ؛ كما تقول : ينبغي لك أن تفعل كذا وكذا إن كنت رجلا . السادسة عشرة : قوله تعالى : يعظكم الله أن تعودوا لمثله أبدا يعني في عائشة ؛ لأن مثله لا يكون إلا نظير القول في المقول عنه بعينه ، أ
و فيمن كان في مرتبته من أزواج النبي - صلى الله عليه وسلم - ؛ لما في ذلك من إذاية رسول الله - صلى الله عليه وسلم - في عرضه وأهله ؛ وذلك كفر من فاعله .

السابعة عشرة : قال هشام بن عمار سمعت مالكا يقول : من سب أبا بكر ، وعمر أدب ، ومن سب عائشة قتل لأن الله تعالى يقول : يعظكم الله أن تعودوا لمثله أبدا إن كنتم مؤمنين فمن سب عائشة فقد خالف القرآن ، ومن خالف القرآن قتل . قال ابن العربي : قال أصحاب الشافعي من سب عائشة - رضي الله عنها - أدب كما في سائر المؤمنين ، وليس قوله : إن كنتم مؤمنين في عائشة لأن ذلك كفر ، وإنما هو كما قال : عليه السلام - : لا يؤمن من لا يأمن جاره بوائقه . ولو كان سلب الإيمان في سب من سب عائشة حقيقة لكان سلبه في قول : لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن حقيقة . قلنا : ليس كما زعمتم ؛ فإن أهل الإفك رموا عائشة المطهرة بالفاحشة ، فبرأها الله تعالى فكل من سبها بما برأها الله منه مكذب لله ، ومن [ ص: 190 ] كذب الله فهو كافر ؛ فهذا طريق قول مالك ، وهي سبيل لائحة لأهل البصائر . ولو أن رجلا سب عائشة بغير ما برأها الله منه لكان جزاؤه الأدب

Sesungguhnya sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha  telah disucikan oleh Allah dan diabadikan didalam alqur'an,, maka barang siapa mencela atau mendustakannya , maka orang itu telah mendustakan al-qur'an..

posted on group : generasi bangsa indonesia




semoga bermanfaat