Follow us on:

Ada yang bertanya, KALAU Musik itu haram. lalu kenapa para Ustadz sekarang pada jadi 'PENYANYI'?




sebuah pertanyaan yg bagus, jk pertanyaan tersebut karena ingin kebenaran, dan menjadi sebuah pertanyaan buruk jika itu digunakan untuk mencari pembenaran.

jawabnya :

Pertanyaan tersebut layaknya diajukan pada para Ustadz yang menjadi Penyanyi 'dadakan tersebut', KEMANA MEREKA MENGAMBIL RUJUKAN HUKUMNYA TENTANG KEBOLEHAN MENYANYI DAN BERMUSIK RIA TERSEBUT,
bukan mempertanyakan kedudukan Hukumnya, sebab Hukum tak gugur hanya karena seorang yang 'dianggap faqih' telah mencontohkannya.

Dalam masalah ini para Ulama dari empat Mazhab tidak berbeda pendapat tentang haramnya alat Musik. sehingga sangat dipertanyakan kemana para Ustadz itu mengambil rujukan hukumnya dengan membolehkan bagi dirinya sendiri, bahkan mencontohkan kepada khalayak, sehingga hal tersebut dianggap boleh.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَمِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mensunnahkan (mencontohkan) kebiasaan yang buruk, lalu diamalkan, maka dia akan menanggung dosanya dan dosa yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

bahkan lebih jauh tentang kesepakatan para Ulama terhadap hukum Musik bs disimak di sini :


lalu bagaimana dengan nyanyian?

Empat Ulama Madzhab Mencela Nyanyian

Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa.
[1] Lihat Talbis Iblis, 282.

Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, “Barangsiapa membeli budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.”
[2] Lihat Talbis Iblis, 284.

Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”
[3] Lihat Talbis Iblis, 283.

Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, “Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.”
[4] Lihat Talbis Iblis, 280.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.”
[5] Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577.


lalu baiklah, jika masih ada orang berpendapat, kemungkinan Ulama kholaf memiliki penafsiran berbeda. Benarkah?

jawabnnya adalah TIDAK, berikut buktinya :


Hukum Alat Musik [Malahi] Menurut Keputusan Muktamar NU dan Muhammadiyah

KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1 Di Surabaya pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1345 H/ 21 Oktober 1926 M


21. Alat-alat Orkes untuk Hiburan


Soal : Bagaimana hukum alat-alat orkes (mazammirul-lahwi) yang dipergunakan untuk bersenang-senang (hiburan)? Apabila haram, apakah termasuk juga terompet perang, terompet jamaah haji, seruling penggembala dan seruling permainan anak-anak (damenan, Jawa)?


Jawab : Muktamar memutuskan bahwa segala macam alat-alat orkes (malahi) seperti seruling dengan segala macam jenisnya dan alat-alat orkes lainnya, kesemuanya itu haram, kecuali terompet perang, terompet jamaah haji, seruling penggembala, dan seruling permainan anak-anak dan lain-lain sebagainya yang tidak dimaksudkan dipergunakan hiburan.

Keterangan dari kitab Ihya’ Ulum al-Din:

فَبِهَذِهِ الْمَعَانِي يَحْرُمُ الْمِزْمَارُ الْعِرَقِيُّ وَ الْأَوْتَارُ كُلُّهَا كَالْعُوْدِ وَ الضَّبْحِ وَ الرَّبَّابِ وَ الْبَرِيْطِ وَ غَيْرِهَا وَمَا عَدَا ذَلِكَ فَلَيْسَ فِي مَعْنَاهَا كَشَاهِيْنٍ الرُّعَاةِ وَ الْحَجِيْجِ وَ شَاهِيْنٍ الطَّبَالِيْنَ.

“Dengan pengertian ini maka haramlah seruling Irak dan seluruh peralatan musik yang menggunakan senar seperti ‘ud (potongan kayu), al-dhabh, rabbab dan barith (nama-nama peralatan musik Arab). Sedangkan yang selain itu maka tidak termasuk dalam pengertian yang diharamkan seperti bunyi suara (menyerupai) burung elang yang dilakukan para penggembala, jama’ah haji, dan suara gendering”.

Sumber :
Buku "Masalah Keagamaan" Hasil Muktamar/ Munas Ulama NU ke I s/d XXX (yang terdiri dari 430 masalah) oleh KH. A. Aziz Masyhuri ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah dan Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Denanyar Jombang. Kata Pengantar Menteri Agama Republik Indonesia : H. Maftuh Basuni.

Hasil scan KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1 Di Surabaya pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1345 H/ 21 Oktober 1926 M
bisa dilihat di sini :



KEPUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH

4. HUKUM ALATUL MALAHI
الة اللهو. يراد بها الالة المضروبة وحكمها يدور مع علتها, وهي علي ثلاثة اقسام : قسم يجلب الفضيلة آما يضرب لتشجيع الجنود عند الحرب فحكمه سنة, وقسم يضرب للغو فقط (لايجلب شيئا من الفضيلة ولا الرذيلة) فحكمه مكروه لقوله ضلى الله عليه وسلم من حسن اسلام المرء ما لا يعنيه (رواه الترمذىّ عن ابي هريرة)و و قسم مجلب المعصية فحكمه حرام.


Alatul Malahi yang di maksud adalah alat bunyi-bunyian (musik) dan hukumnya berkisar kepada illatnya (sebabnya). Dan ia ada 3 macam :
a. Menarik kepada keutamaan seperti menarik kepada keberanian di medan peperangan, hukumnya sunat.

b. Untuk main-main belaka (tak mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh, menilik hadits :”Termasuk kesempurnaan keislaman seseorang ialah meninggalkan barang yang tak berarti”. (hadits ini di riwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah).

c. Menarik kepada ma’siyat hukumnya haram


Soal : Sebagaian ulama/kiai yang mengatakan kepada masyarakat awam bahwa orang mendengarkan gending-gending Jawa seperti: gong, ludruk, wayang, dan sebagainya itu haram. Benarkah kata pak Kiai tersebut?

1. Sampai sejauh mana keharaman mendengarkan gending-gending tersebut? Mohon penjelasan dengan dalil-dalil al-Quran/al-Hadist.

2. Bagaimana dengan mendengarkan suara-suara musik: dangdut, band, keroncong, samroh, dan sebagainya? Karena itu juga menjadi tambahan ilmu bagi kami. Dan semoga kami dipahamkan oleh Allah. Amin.

Jawaban:

1. Kata Pak Kyai tersebut benar, berdasar:

Dasar pengambilan hukum:

1. Tafsir Ibnu Katsir juz 3, halaman 442:
وَقَالَ الحَسَن البَصْرِى: نَوَلَتْ هَذِهِ الأيَةِ (وَمِنَ النَاسِ مَنْ يَشْتَرِى لَهْوَ الحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذُهَا هُزُوا ، أولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِيْنٌ) فِى الغِنَاءِ وَالمَزَامِير.

"Imam Hasan al-Bashri berkata: "telah turun ayat ini (dan diantara manusia ada yang mempergunakan perkataaan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperolah azab yang menghinakan) mengenai nyanyian dan macam-macam seruling."

2. Dalam kitab Al-Mu’jamul Mufahras juz 2 halaman 342 disebutkan sebuah hadits riwayat an-Nasa’i sebagai berikut:

"Pekerjaanmu membunyikan suara jenis-jenis kecapi dan jenis-jenis seruling adalah bid’ah dalam Islam."

Gending dan alat musik tersebut dapat menimbulkan kemunafikan dalam hati. Gending dan alat musik tersebut mengalihkan perhatian orang dari ceramah-ceramah agama Islam seperti sekarang ini. Gending dan alat musik tersebut menjadikan ayat al-Qur’an dan hadits, sebagai olok-olokan, seperti ayat-ayat dan hadits-hadits yang diterjemahkan kemudian dijadikan nyanyian. Gending dan alat musik itu dapat merangsang nafsu seksual, perbuatan durhaka dan lain sebagainya.

Dasar pengambilan hukum:
1. Surat Luqman ayat 6 seperti tersebut diatas.
2. Hadits riwayat Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud sebagai berikut:
"Sesungguhnya nyanyian itu dapat menaburkan kemunafikan dalam hati."
3. Kitab Kulfur Ru’a juz 1 halaman 306:

"Orang yang menceritakan keharaman alat-alat musik tersebut seluruhnya adalah Abu al-Abbas al-Qurthubi. Beliau adalah orang yang terpercaya dan adil. Sesungguhnya beliau telah berpendapat sebagaimana yang telah beliau kutip dan para imam kita dan para imam tersebut, membenarkannya: "Adapun macam-macam seruling, macam-macam gitar (alat-alat petik) dan gendang, maka tidak diperselisihkan) dan keharaman mendengarkannya. Dan saya tidak mendengar dari seseorang yang pendapatnya dapat dijadikan pegangan dari ulama salaf dan para imam khalaf, orang yang membolehkan mendengarkan hal tersebut. Dan bagaimana tidak haram, sedangkan alat tersebut adalah syi’ar dari pemabuk, tukang melakukan pelanggaran agama, menimbulkan pelanggaran agama, menimbulkan nafsu sahwat, kerusakan dan lawak. Dan apa yang demikian halnya, maka tidak diragukan lagi kefasikan dan kedosaan pelakunya."

Asalkan dapat menimbulkan hal-hal seperti tersebut di atas, maka hukumnya juga haram!


Selengkapnya,silahkan klik dan baca link ini !:




Jadi, sama sekali tidak ada bukti bahwa kedua hal di atas yaitu Musik dan Nyanyian 'pernah' dihalalkan. baik oleh Ulama Salaf maupun Ulama khalaf. kecuali hanya oleh Ulama Jadi Jadian. ^^

-MENYANYI, PENYANYI dan MUSIK menurut Al-Imam Asy-Syafi'i-

قال الشافعي رحمه الله تعالى في الرجل يغني فيتّخذ الغناء صناعته يُؤتى عليه ويأتي له ويكون منسوبا إليه مشهورا به معروفا والمرأة : لا تجوز شهادة واحد منهما ، وذلك أنه من اللهو المكروه الذي يُشبه الباطل ، وأن من صنع هذا كان منسوبا إلى السَّفه وسقاطة المروءة

Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm, "Seorang lelaki yang bernyanyi dan menjadikannya sebagai pekerjaan, kadang kala ia diundang dan kadang kala didatangi, hingga ia dengan julukan penyanyi serta ma'ruf dengan sebutan itu, dan seorang wanita, tidak diterima persaksian kedua-duanya. Karena menyanyi termasuk permainan yang dimakruhkan. Namun yang lebih tepat lagi, siapa saja yang melakukannya maka ia disebut orang idiot dan orang yang sudah jatuh harga dirinya."
[Al-Umm Juz 6, hal.226]

Berkata beliau Al-Imam Asy-Syafi'i rohimahulloh, "Sesungguhnya musik adalah permainan yang dimakruhkan, menyerupai kebathilan. Barangsiapa banyak melakukannya maka ia adalah orang bodoh yang ditolak persaksiannya." {Adabul Qodho'}

Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, "Rekan-rekan beliau (Al-Imam Asy-Syafi'i) yang mengetahui madzhab beliau telah menegaskan keharamannya. Dan mereka mengingkari orang-orang yang menisbatkan perkataan bahwa beliau membolehkannya. Seperti Al-Qodhi Abu Thoyyib Ath-Thobari, Asy-Syeikh Abu Ishaq dan Ibnu Shobbagh." {Risaalah fii ahkamil ghinaa', Ibnul Qoyyim}

Dalam Kitab Al-Muhadzab beliau Al-Imam Asy-Syafi'i rohimahulloh berkata, "Tidak dibolehkan memanfaatkan barang-barang berguna yang harom, karena hukumnya harom. Dan tidak boleh juga mengambil hasil penjualannya, sama hukumnya seperti bangkai dan darah."

Dan telah diriwayatkan secara mutawatir dari Imam Asy-Syafi'i rohimahulloh bahwa ia berkata, "Saya jumpai di Iraq sesuatu yang disebut taghbir yang diciptakanoleh kaum zindiq untuk memalingkan manusia dari Al-Quran."

At-Taghbir ialah sya'ir-sya'ir berisi anjuran zuhud terhadap dunia yang disenandungkan oleh penyanyi dan sebagian hadirin memukul stik kayu pada besi atau batu dengan mengikuti irama lagunya.

“Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kami dari ahli kitab terpecah menjadi 72 golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan. Adapun yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu “Al-Jama’ah”.

Keterangan : derajad Hasan

Hadits ini diriwayatkan oleh :

# Abu Dawud : Kitabus Sunnah, bab Syarhus Sunnah 4 : 198 nomor 4597. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud.

jika Islam menginginkan keberagaman, maka Rasulullah tdk akan mengatakan HANYA SATU YANG MASUK SURGA.

pasti dalil di atas berbunyi : SEMUANYA MASUK SURGA.

tanya knapa tidak? :)

itulah dalil dari prinsip ana, bhw islam hrs bersatu dlm Tauhid.

bismillaah,

Allah Ta’ala berfirman

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna sehingga dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan.” (QS. Luqman: 6)

Abdullah bin Mas’ud berkata menafsirkan ‘perkataan yang tidak berguna’, “Dia -demi Allah- adalah nyanyian.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Itu adalah nyanyian, demi yang tidak ada sembahan yang berhak selain-Nya,” beliau mengulanginya sebanyak 3 kali.

Ini juga merupakan penafsiran dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdillah dari kalangan sahabat. Dan dari kalangan tabi’in: Ikrimah, Said bin Jubair, Mujahid, Mak-hul, Al-Hasan Al-Bashri, dan selainnya. (Lihat selengkapnya dalam Tafsir Ibnu Katsir: 3/460)

Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiallahu anhu bahwa dia mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعازِفَ
Kelak akan ada sekelompok kaum dari umatku yang akan menghalalkan zina, kain sutra (bagi lelaki), khamar, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari no. 5590)

Kalimat ‘akan menghalalkan’ menunjukkan bahwa keempat hal ini asalnya adalah haram, lalu mereka menghalalkannya.
Lihat pembahasan lengkap mengenai keshahihan hadits ini serta sanggahan bagi mereka yang menyatakannya sebagai hadits yang lemah, di dalam kitab Fath Al-Bari: 10/52 karya Al-Hafizh dan kitab Tahrim Alat Ath-Tharb karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah Penjelasan ringkas:

Nyanyian secara mutlak adalah hal yang diharamkan, baik disertai dengan musik maupun tanpa alat musik, baik liriknya berbau maksiat maupun yang sifatnya religi (nasyid). Hal itu karena dalil-dalil di atas bersifat umum dan tidak ada satupun dalil yang mengecualikan nasyid atau nyanyian tanpa musik.

Jadi nyanyian dan musik ini adalah dua hal yang mempunyai hukum tersendiri. Surah Luqman di atas mengharamkan nyanyian, sementara hadits di atas mengharamkan alat musik. Jadi sebagaimana musik tanpa nyanyian itu haram, maka demikian pula nyanyian tanpa musik juga haram, karena keduanya mempunyai dalil tersendiri yang mengharamkannya.

Sebagai pelengkap, berikut kami membawakan beberapa ucapan dari keempat mazhab mengenai haramnya musik dan nyanyian:

A. Al-Hanafiah.
Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Nyanyian itu adalah haram dalam semua agama.” (Ruh Al-Ma’ani: 21/67 karya Al-Alusi)
Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari berkata, “Abu Hanifah membenci nyanyian dan menghukumi perbuatan mendengar nyanyian adalah dosa.” (Talbis Iblis hal. 282 karya Ibnu Al-Jauzi)

B. Al-Malikiah
Ishaq bin Isa Ath-Thabba’ berkata, “Aku bertanya kepada Malik bin Anas mengenai nyanyian yang dilakukan oleh sebagian penduduk Madinah. Maka beliau menjawab, “Tidak ada yang melakukukan hal itu (menyanyi) di negeri kami ini kecuali orang-orang yang fasik.” (Riwayat Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu anil Munkar hal. 142, Ibnu Al-Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 282, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 98)
Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari berkata, “Adapun Malik bin Anas, maka beliau telah melarang dari menyanyi dan mendengarkan nyanyian. Dan ini adalah mazhab semua penduduk Madinah.” (Talbis Iblis hal. 282)

C. Asy-Syafi’iyah.
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku mendapati di Iraq sesuatu yang bernama taghbir, yang dimunculkan oleh orang-orang zindiq guna menghalangi orang-orang dari membaca AL-Qur`an.” (Riwayat Abu Nuaim dalam Al-Hilyah: 9/146 dan Ibnu Al-Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 283 dengan sanad yang shahih)
Taghbir adalah kumpulan bait syair yang berisi anjuran untuk zuhud terhadap dunia, yang dilantunkan oleh seorang penyanyi sementara yang hadir memukul rebana mengiringinya.
Kami katakan: Kalau lirik taghbir ini seperti itu (anjuran zuhur terhadap dunia) dan hanya diiringi dengan satu alat musik sederhana, tapi tetap saja dibenci oleh Imam Asy-Syafi’i, maka bagaimana lagi kira-kira jika beliau melihat nasyid yang ada sekarang, apalagi jika melihat nyanyian non religi sekarang?!
Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiah berkata mengomentari ucapan Asy-Syafi’i di atas, “Apa yang disebutkan oleh Asy-Syafi’i bahwa taghbir ini dimunculkan oleh orang-orang zindiq adalah ucapan dari seorang imam yang mengetahui betul tentang landasan-landasan Islam. Karena mendengar taghbir ini, pada dasarnya tidak ada yang senang dan tidak ada yang mengajak untuk mendengarnya kecuali orang yang tertuduh sebagai zindiq.” (Majmu’ Al-Fatawa: 11/507)
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Murid-murid senior Asy-Syafi’i radhiallahu anhum mengingkari perbuatan mendengar (nyanyian).” (Talbis Iblis hal. 283)
Ibnu Al-Qayyim juga berkata dalam Ighatsah Al-Luhfan hal. 350, “Asy-Syafi’i dan murid-murid seniornya serta orang-orang yang mengetahui mazhabnya, termasuk dari ulama yang paling keras ibaratnya dalam hal ini (pengharaman nyanyian).”
Karenanya Ibnu Al-Jauzi berkata dalam Talbi Iblis hal. 283, “Maka inilah ucapan para ulama Syafi’iyah dan orang-orang yang baik agamanya di antara mereka (yakni pengharaman nyanyian). Tidak ada yang memberikan keringanan mendengarkan musik kecuali orang-orang belakangan dalam mazhabnya, mereka yang minim ilmunya dan telah dikuasai oleh hawa nafsunya.”

D. Al-Hanabilah
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, maka beliau menjawab, “Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, saya tidak menyukainya.” (Riwayat Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf hal. 142)
Ibnu Al-Jauzi berkata dalam Talbis Iblis hal. 284, “Adapun nyanyian yang ada di zaman ini, maka terlarang di sisi beliau (Imam Ahmad), maka bagaimana lagi jika beliau mengetahui tambahan-tambahan yang dilakukan orang-orang di zaman ini.”
Kami katakan: Itu di zaman Ibnu Al-Jauzi, maka bagaimana lagi jika Ibnu Al-Jauzi dan Imam Ahmad mengetahui bentuk alat musik dan lirik nyanyian di zaman modern seperti ini?!

Kesimpulannya:

Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Imam Empat, mereka telah bersepakat mengharamkan alat-alat musik yang merupakan alat-alat permainan yang tidak berguna.” (Minhaj As-Sunnah: 3/439)

Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata, “Hendaknya diketahui bahwa jika rebana, penyanyi wanita, dan nyanyian sudah berkumpul maka mendengarnya adalah haram menurut semua imam mazhab dan selain mereka dari para ulama kaum muslimin.” (Ighatsah Al-Luhfan: 1/350)

Al-Albani rahimahullah berkata dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 105 berkata, “Para ulama dan fuqaha -dan di antara mereka ada Imam Empat- telah bersepakat mengharamkan alat-alat musik, guna mengikuti hadits-hadits nabawiah dan atsar-atsar dari para ulama salaf.”

tabik

manusia itu ada yang mengikuti kebaikan dan ada juga yang mengikuti bahkan sebagai pelopor keburukan....sekarang saya mencoba membuat permislan kepada anda wahai saudaraku yang semoga Alloh memberkahi anda...

Apakah ketika Rosululloh shollallohu 'alayhi wa'alaa aalihi wasallam sudah kuat di Madinah dan dakwah beliau telah diketahui bahkan diterima mayoritas penduduknya, lalu serta merta disana tidak ada penyelewengan?? apakah Rosul diam?? tidak berdakwah? gagal dalam dakwah? atau kita menyangka dakwah Nabi gk mantab??

jika kita beriman maka kita pasti akan berkata, "Nabi telah berdakwah dengan sempurna, hanya saja barangsiapa yang telah disesatkan oleh Alloh maka tidak akan ada yang bisa memberinya hidayah."

-Semoga Alloh memberi hidayah kepada kita semua-

Namun jika anda masih meragukan kerja dakwah para Ulama saudi yang berada diatas Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman salafushsholeh, anda masih ragu dengan semangat beliau-beliau...maka saya katakan sungguh dakwah beliau itu sangat indah dan sungguh dengan metode yang benar2 berusaha mengikuti dakwahnya para Nabi, baik dengan secara terang-terangan maupun menasehati dengan cara sembunyi-sembunyi.....dan bisa saja anda tidak mengetahui bahwa beliau-beliau telah berdakwah, dan dakwah beliau-beliau tidak dilakukan dengan syarat harus melaporkan amal sholeh dakwah itu kepada anda...

semoga Alloh menjaga para Ulama Ahlus Sunnah dimanapun mereka berada...

walloohu a'lamu bishshowaab...

pertama :

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59)

--> disebutkan kembali pada Allah dan Rasulnya, tdk ada tambahan kembalikan juga ke ARAB SAUDI.
jd logika anda ANEH.

APALAGI dlm masalah musik, baik ulama ARAB maupun Ulama indonesia tdk berbeda pendapat dlm masalah ini. (lihat fatwa pd artikel /makanya baca dulu sebelum koment).

dan baca juga ttg duff pd pernikahan oleh para wanita pd koment di atas. (makanya nyimak sampai koment sebelum komentar!)

kedua : saya faham bgm jengkelnya seseorang jika tiba tiba disuruh berenti menikmati kegemarannya. ^^