Follow us on:

MUSIK = HARAM


by Al-Ukhti Aaliyah Mazeeun -Hafizhahallah-

bismillaah,

Ada yang bertanya, KALAU Musik itu haram. lalu kenapa para Ustadz sekarang pada jadi 'PENYANYI'?
  sebuah pertanyaan yg bagus, jk pertanyaan tersebut karena ingin kebenaran, dan menjadi sebuah pertanyaan buruk jika itu digunakan untuk mencari pembenaran.

jawabnya :

Pertanyaan tersebut layaknya diajukan pada para Ustadz yang menjadi Penyanyi 'dadakan tersebut', KEMANA MEREKA MENGAMBIL RUJUKAN HUKUMNYA TENTANG KEBOLEHAN MENYANYI DAN BERMUSIK RIA TERSEBUT,
bukan mempertanyakan kedudukan Hukumnya, sebab Hukum tak gugur hanya karena seorang yang 'dianggap faqih' telah mencontohkannya.

Dalam masalah ini para Ulama dari empat Mazhab tidak berbeda pendapat tentang haramnya alat Musik. sehingga sangat dipertanyakan kemana para Ustadz itu mengambil rujukan hukumnya dengan membolehkan bagi dirinya sendiri, bahkan mencontohkan kepada khalayak, sehingga hal tersebut dianggap boleh.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَمِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mensunnahkan (mencontohkan) kebiasaan yang buruk, lalu diamalkan, maka dia akan menanggung dosanya dan dosa yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

bahkan lebih jauh tentang kesepakatan para Ulama terhadap hukum Musik bs disimak di sini :

http://ustadzaris.com/kata-sepakat-ulama-dalam-haramnya-musik

lalu bagaimana dengan nyanyian?

Empat Ulama Madzhab Mencela Nyanyian

Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa.
[1] Lihat Talbis Iblis, 282.

Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, “Barangsiapa membeli budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.”
[2] Lihat Talbis Iblis, 284.

Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”
[3] Lihat Talbis Iblis, 283.

Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, “Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.”
[4] Lihat Talbis Iblis, 280.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.”
[5] Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577.


lalu baiklah, jika masih ada orang berpendapat, kemungkinan Ulama kholaf memiliki penafsiran berbeda. Benarkah?

jawabnnya adalah TIDAK, berikut buktinya :


Hukum Alat Musik [Malahi] Menurut Keputusan Muktamar NU dan Muhammadiyah

KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1 Di Surabaya pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1345 H/ 21 Oktober 1926 M


21. Alat-alat Orkes untuk Hiburan


Soal : Bagaimana hukum alat-alat orkes (mazammirul-lahwi) yang dipergunakan untuk bersenang-senang (hiburan)? Apabila haram, apakah termasuk juga terompet perang, terompet jamaah haji, seruling penggembala dan seruling permainan anak-anak (damenan, Jawa)?


Jawab : Muktamar memutuskan bahwa segala macam alat-alat orkes (malahi) seperti seruling dengan segala macam jenisnya dan alat-alat orkes lainnya, kesemuanya itu haram, kecuali terompet perang, terompet jamaah haji, seruling penggembala, dan seruling permainan anak-anak dan lain-lain sebagainya yang tidak dimaksudkan dipergunakan hiburan.

Keterangan dari kitab Ihya’ Ulum al-Din:

فَبِهَذِهِ الْمَعَانِي يَحْرُمُ الْمِزْمَارُ الْعِرَقِيُّ وَ الْأَوْتَارُ كُلُّهَا كَالْعُوْدِ وَ الضَّبْحِ وَ الرَّبَّابِ وَ الْبَرِيْطِ وَ غَيْرِهَا وَمَا عَدَا ذَلِكَ فَلَيْسَ فِي مَعْنَاهَا كَشَاهِيْنٍ الرُّعَاةِ وَ الْحَجِيْجِ وَ شَاهِيْنٍ الطَّبَالِيْنَ.

“Dengan pengertian ini maka haramlah seruling Irak dan seluruh peralatan musik yang menggunakan senar seperti ‘ud (potongan kayu), al-dhabh, rabbab dan barith (nama-nama peralatan musik Arab). Sedangkan yang selain itu maka tidak termasuk dalam pengertian yang diharamkan seperti bunyi suara (menyerupai) burung elang yang dilakukan para penggembala, jama’ah haji, dan suara gendering”.

Sumber :
Buku "Masalah Keagamaan" Hasil Muktamar/ Munas Ulama NU ke I s/d XXX (yang terdiri dari 430 masalah) oleh KH. A. Aziz Masyhuri ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah dan Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Denanyar Jombang. Kata Pengantar Menteri Agama Republik Indonesia : H. Maftuh Basuni.

Hasil scan KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1 Di Surabaya pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1345 H/ 21 Oktober 1926 M
bisa dilihat di sini :

http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/10/hukum-alat-musik-malahi-menurut.html#more


KEPUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH

4. HUKUM ALATUL MALAHI
الة اللهو. يراد بها الالة المضروبة وحكمها يدور مع علتها, وهي علي ثلاثة اقسام : قسم يجلب الفضيلة آما يضرب لتشجيع الجنود عند الحرب فحكمه سنة, وقسم يضرب للغو فقط (لايجلب شيئا من الفضيلة ولا الرذيلة) فحكمه مكروه لقوله ضلى الله عليه وسلم من حسن اسلام المرء ما لا يعنيه (رواه الترمذىّ عن ابي هريرة)و و قسم مجلب المعصية فحكمه حرام.


Alatul Malahi yang di maksud adalah alat bunyi-bunyian (musik) dan hukumnya berkisar kepada illatnya (sebabnya). Dan ia ada 3 macam :
a. Menarik kepada keutamaan seperti menarik kepada keberanian di medan peperangan, hukumnya sunat.

b. Untuk main-main belaka (tak mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh, menilik hadits :”Termasuk kesempurnaan keislaman seseorang ialah meninggalkan barang yang tak berarti”. (hadits ini di riwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah).

c. Menarik kepada ma’siyat hukumnya haram


Soal : Sebagaian ulama/kiai yang mengatakan kepada masyarakat awam bahwa orang mendengarkan gending-gending Jawa seperti: gong, ludruk, wayang, dan sebagainya itu haram. Benarkah kata pak Kiai tersebut?

1. Sampai sejauh mana keharaman mendengarkan gending-gending tersebut? Mohon penjelasan dengan dalil-dalil al-Quran/al-Hadist.

2. Bagaimana dengan mendengarkan suara-suara musik: dangdut, band, keroncong, samroh, dan sebagainya? Karena itu juga menjadi tambahan ilmu bagi kami. Dan semoga kami dipahamkan oleh Allah. Amin.

Jawaban:

1. Kata Pak Kyai tersebut benar, berdasar:

Dasar pengambilan hukum:

1. Tafsir Ibnu Katsir juz 3, halaman 442:
وَقَالَ الحَسَن البَصْرِى: نَوَلَتْ هَذِهِ الأيَةِ (وَمِنَ النَاسِ مَنْ يَشْتَرِى لَهْوَ الحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذُهَا هُزُوا ، أولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِيْنٌ) فِى الغِنَاءِ وَالمَزَامِير.

"Imam Hasan al-Bashri berkata: "telah turun ayat ini (dan diantara manusia ada yang mempergunakan perkataaan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperolah azab yang menghinakan) mengenai nyanyian dan macam-macam seruling."

2. Dalam kitab Al-Mu’jamul Mufahras juz 2 halaman 342 disebutkan sebuah hadits riwayat an-Nasa’i sebagai berikut:

"Pekerjaanmu membunyikan suara jenis-jenis kecapi dan jenis-jenis seruling adalah bid’ah dalam Islam."

Gending dan alat musik tersebut dapat menimbulkan kemunafikan dalam hati. Gending dan alat musik tersebut mengalihkan perhatian orang dari ceramah-ceramah agama Islam seperti sekarang ini. Gending dan alat musik tersebut menjadikan ayat al-Qur’an dan hadits, sebagai olok-olokan, seperti ayat-ayat dan hadits-hadits yang diterjemahkan kemudian dijadikan nyanyian. Gending dan alat musik itu dapat merangsang nafsu seksual, perbuatan durhaka dan lain sebagainya.

Dasar pengambilan hukum:
1. Surat Luqman ayat 6 seperti tersebut diatas.
2. Hadits riwayat Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud sebagai berikut:
"Sesungguhnya nyanyian itu dapat menaburkan kemunafikan dalam hati."
3. Kitab Kulfur Ru’a juz 1 halaman 306:

"Orang yang menceritakan keharaman alat-alat musik tersebut seluruhnya adalah Abu al-Abbas al-Qurthubi. Beliau adalah orang yang terpercaya dan adil. Sesungguhnya beliau telah berpendapat sebagaimana yang telah beliau kutip dan para imam kita dan para imam tersebut, membenarkannya: "Adapun macam-macam seruling, macam-macam gitar (alat-alat petik) dan gendang, maka tidak diperselisihkan) dan keharaman mendengarkannya. Dan saya tidak mendengar dari seseorang yang pendapatnya dapat dijadikan pegangan dari ulama salaf dan para imam khalaf, orang yang membolehkan mendengarkan hal tersebut. Dan bagaimana tidak haram, sedangkan alat tersebut adalah syi’ar dari pemabuk, tukang melakukan pelanggaran agama, menimbulkan pelanggaran agama, menimbulkan nafsu sahwat, kerusakan dan lawak. Dan apa yang demikian halnya, maka tidak diragukan lagi kefasikan dan kedosaan pelakunya."

Asalkan dapat menimbulkan hal-hal seperti tersebut di atas, maka hukumnya juga haram!

  Selengkapnya,silahkan klik dan baca link ini !:

http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/masail/aula/tahun_1995/01.single?seemore=y%EF%BB%BFS

http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/10/hukum-alat-musik-malahi-menurut.html#more

  Jadi, sama sekali tidak ada bukti bahwa kedua hal di atas yaitu Musik dan Nyanyian 'pernah' dihalalkan. baik oleh Ulama Salaf maupun Ulama khalaf. kecuali hanya oleh Ulama Jadi Jadian. ^^

semoga bermanfaat

berikut STATEMENT sahabat sekaligus guru kami di latar facebook ini, introducing :





Syeh Abu Ayaz -hafizhahullah-

Afwan, Rhoma "terlalu" irama itu orang bodoh yang bicara agama dengan hawa nafsunya.

Saya ini mantan musisi jazz, Pianist, Keyboardist, Guitarist, Banjoist, yang bahkan musikalitas saya jauh lebih hebat dari rhoma "terlalu" irama yang hanya sekedar faham musik dangdut.

Musik saya adalah musik kelas dunia, musik kalangan atas, yang hanya dapat di fahami oleh orang yang seleranya bagus dan intelegensianya cukup baik, sedangkan musiknya rhoma "terlalu" irama adalah musik kelas kampung.

TAPI APA YANG TERJADI?
Setelah datang hidayah, setelah tegak hujjah dan dalil yang shahih.
Saya tinggalkan dunia musik, yang dimasa lalu sempat membuat saya jadi kaya raya.
Saya tinggalkan semua itu.
Saya tidak peduli lagi, dengan yg namanya musik, apakah itu jazz, klasik, rock, pop, dangdut...EGP
Itu semua ada talbis iblis.

Adapun perkataan rhoma "terlalu" irama "musik dan seni bisa jadi ajang berdakwah" , maka ini adalah TALBIS IBLIS.

Allahul musta'an

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan ucapan yang tidak berguna” [QS. Luqman : 6]

Kebanyakan ulama menafsirkan kata lahwal hadits (ucapan yang tidak berguna) dalam firman Allah dengan nyanyian atau lagu.

Al Wahidi dalam tafsirnya menyatakan bahwa kebanyakan para mufassir mengartikan “lahwal hadits” dengan “nyanyian”.

Penafsiran ini disebutkan oleh Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu. Dan kata Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya, Jami’ Ahkamul Qur’an, penafsiran demikian lebih tinggi dan utama kedudukannya.

Hal itu ditegaskan pula oleh Al Qurthubi, dalam "Kasyful Qina’ halaman 62, bahwa di samping diriwayatkan oleh banyak ahli hadits, penafsiran itu disampaikan pula oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, sahabat yang telah dijamin oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan doa beliau :

“Ya Allah, jadikanlah dia (Ibnu Abbas) faham terhadap agama ini dan ajarkanlah dia ta’wil (penafsiran Al Qur’an).” [SHAHIH.HR. Bukhari 4/10 dan Muslim 2477 dan Ahmad 1/266, 314, 328, 335].

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bersumpah bahwa yang dimaksud dengan kata lahwul hadits dalam ayat diatas adalah nyanyian atau lagu. Jika lagu tersebut diiringi oleh musik rebab, kecapi, biola, serta gendang, maka kadar keharamannya semakin bertambah. Sebagian ulama bersepakat bahwa nyanyian yang diiringi oleh alat musik hukumnya adalah haram, maka wajib untuk dijauhi. Dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berpendapat.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya,mengenai tafsir surat Luqman ayat 6 diatas , diriwayatkan bahwa sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam yang bernama Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata : ”yang dimaksud dengan itu (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian, demi Allah yang tiada sesembahan kecuali dia (3 kali)”.

Adapun dalil dari assunah tentang haramnya musik :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Akan muncul di kalangan umatku nanti beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat musik (al Ma'azif)". [SHAHIH.HR.Bukhari no 5590, Musnad Imam Ahmad V/342, Sunan Abu Daud no. 3688, Sunan Ibnu Majah no. 4036].

Yang dimaksud al-ma’azif dalam hadits ini adalah segala macam jenis alat musik.

Wallahu a'lam.
______________________

Semoga bisa menjadi bahan renungan
Simak lg ƴα̍Ϟƍ berikut

Kontroversi tentang musik seakan tak pernah berakhir. Baik yang pro maupun kontra masing-masing menggunakan dalil. Namun bagaimana para sahabat, tabi’in, dan ulama salaf memandang serta mendudukkan perkara ini? Su

dah saatnya kita mengakhiri kontroversi ini dengan merujuk kepada mereka.

Musik dan nyanyian, merupakan suatu media yang dijadikan sebagai alat penghibur oleh hampir setiap kalangan di zaman kita sekarang ini. Hampir tidak kita dapati satu ruang pun yang kosong dari musik dan nyanyian. Baik di rumah, di kantor, di warung dan toko-toko, di bus, angkutan kota ataupun mobil pribadi, di tempat-tempat umum, serta rumah sakit. Bahkan di sebagian tempat yang dikenal sebagai sebaik-baik tempat di muka bumi, yaitu masjid, juga tak luput dari pengaruh musik.

Merebaknya musik dan lagu ini disebabkan banyak dari kaum muslimin tidak mengerti dan tidak mengetahui hukumnya dalam pandangan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang mubah, halal, bahkan menjadi konsumsi setiap kali mereka membutuhkannya. Jika ada yang menasihati mereka dan mengatakan bahwa musik itu hukumnya haram, serta merta diapun dituduh dengan berbagai macam tuduhan: sesat, agama baru, ekstrem, dan segudang tuduhan lainnya.

Namun bukan berarti, tatkala seseorang mendapat kecaman dari berbagai pihak karena menyuarakan kebenaran, lantas menjadikan dia bungkam. Kebenaran harus disuarakan, kebatilan harus ditampakkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ في حَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ أَوْ سَمِعَهُ

“Janganlah rasa segan salah seorang kalian kepada manusia, menghalanginya untuk mengucapkan kebenaran jika melihatnya, menyaksikannya, atau mendengarnya.” (HR. Ahmad, 3/50, At-Tirmidzi, no. 2191, Ibnu Majah no. 4007. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Silsilah Ash-Shahihah, 1/322)

Terlebih lagi, jika permasalahan yang sebenarnya dalam timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah adalah perkara yang telah jelas. Hanya saja semakin terkaburkan karena ada orang yang dianggap sebagai tokoh Islam berpendapat bahwa hal itu boleh-boleh saja, serta menganggapnya halal untuk dikonsumsi kaum muslimin. Di antara mereka, adalah Yusuf Al-Qaradhawi dalam kitabnya Al-Halal wal Haram, Muhammad Abu Zahrah, Muhammad Al-Ghazali Al-Mishri, dan yang lainnya dari kalangan rasionalis. Mereka menjadikan kesalahan Ibnu Hazm rahimahullahu sebagai tameng untuk membenarkan penyimpangan tersebut.

Oleh karenanya, berikut ini kami akan menjelaskan tentang hukum musik, lagu dan nasyid, berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta perkataan para ulama salaf

DEFINISI MUSIK :
Musik dalam bahasa Arab disebut ma’azif, yang berasal dari kata ‘azafa yang berarti berpaling. Kalau dikatakan: Si fulan berazaf dari sesuatu, maknanya adalah berpaling dari sesuatu. Jika dikatakan laki-laki yang ‘azuf dari yang melalaikan, artinya yang berpaling darinya. Bila dikatakan laki-laki yang ‘azuf dari para wanita artinya adalah yang tidak senang kepada mereka.

Ma’azif adalah jamak dari mi’zaf (مِعْزَفٌ), dan disebut juga ‘azfun (عَزْفٌ). Mi’zaf adalah sejenis alat musik yang dipakai oleh penduduk Yaman dan selainnya, terbuat dari kayu dan dijadikan sebagai alat musik. Al-‘Azif adalah orang yang bermain dengannya.

Al-Laits rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik yang dipukul.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik.” Al-Qurthubi rahimahullahu meriwayatkan dari Al-Jauhari bahwa al-ma’azif adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihah-nya bahwa yang dimaksud adalah alat-alat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah suara-suara yang melalaikan. Ad-Dimyathi berkata: “Al-ma’azif adalah genderang dan yang lainnya berupa sesuatu yang dipukul.” (lihat Tahdzib Al-Lughah, 2/86, Mukhtarush Shihah, hal. 181, Fathul Bari, 10/57)

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah nama bagi setiap alat musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis seruling), serta simba.” (Siyar A’lam An-Nubala`, 21/158)

Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata bahwa al-ma’azif adalah seluruh jenis alat musik, dan tidak ada perselisihan ahli bahasa dalam hal ini. (Ighatsatul Lahafan, 1/260-261)

Masih ada lagi iyαααº°˚ª˚°ºαα ...

Ishbir

MENGENAL MACAM-MACAM ALAT MUSIK

Alat-alat musik banyak macamnya. Namun dapat kita klasifikasi alat-alat tersebut ke dalam empat kelompok:

Pertama:
Alat-alat musik yang diketuk atau dipukul (perkusi).
Yaitu jenis alat musik yang mengeluarkan suara saat digoncangkan, atau dipukul dengan alat tabuh tertentu, (misal: semacam palu pada gamelan, ed.), tongkat (stik), tangan kosong, atau dengan menggesekkan sebagiannya kepada sebagian lainnya, serta yang lainnya. Alat musik jenis ini memiliki beragam bentuk, di antaranya seperti: gendang, kubah (gendang yang mirip seperti jam pasir), drum, mariba, dan yang lainnya.

Kedua:
Alat musik yang ditiup.
Yaitu alat yang dapat mengeluarkan suara dengan cara ditiup padanya atau pada sebagiannya, baik peniupan tersebut pada lubang, selembar bulu, atau yang lainnya. Termasuk jenis ini adalah alat yang mengeluarkan bunyi yang berirama dengan memainkan jari-jemari pada bagian lubangnya. Jenis ini juga beraneka ragam, di antaranya seperti qanun dan qitsar (sejenis seruling).

Ketiga:
Alat musik yang dipetik.
Yaitu alat musik yang menimbulkan suara dengan adanya gerakan berulang atau bergetar (resonansi), atau yang semisalnya. Lalu mengeluarkan bunyi saat dawai/senar dipetik dengan kekuatan tertentu menggunakan jari-jemari. Terjadi juga perbedaan irama yang muncul tergantung kerasnya petikan, dan cepat atau lambatnya gerakan/getaran yang terjadi. Di antaranya seperti gitar, kecapi, dan yang lainnya.

Keempat:
Alat musik otomatis.
Yaitu alat musik yang mengeluarkan bunyi musik dan irama dari jenis alat elektronik tertentu, baik dengan cara langsung mengeluarkan irama, atau dengan cara merekam dan menyimpannya dalam program yang telah tersedia, dalam bentuk kaset, CD, atau yang semisalnya. (Lihat risalah Hukmu ‘Azfil Musiqa wa Sama’iha, oleh Dr. Sa’d bin Mathar Al-‘Utaibi)

Semoga bermanfaat

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah menulis surat kepada guru anaknya:

“Hendaklah pertama kali yang diyakini anak-anakku dari tata-kramamu adalah membenci nyanyian, yang awalnya dari setan dan akhirnya adalah kemurkaan Ar-Rahman Jalla Wa ‘

Alla.

Karena sesungguhnya telah sampai kepadaku dari para ulama yang terpercaya bahwa menghadiri alat-alat musik dan mendengarkan nyanyian serta menyukainya

akan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, sebagaimana air akan menumbuhkan rerumputan.

Demi Allah, sesungguhnya menjaga hal itu dengan tidak mendatangi tempat-tempat tersebut, lebih mudah bagi orang yang berakal, daripada bercokolnya kemunafikan di dalam hati.” (Muntaqan Nafis Min Talbis Iblis, hal. 306).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Aku mendapati di Iraq sesuatu yang bernama taghbir, yang dimunculkan oleh orang-orang zindiq guna menghalangi orang-orang dari membaca AL-Qur`an.” (Riwayat Abu Nuaim dalam Al-Hilyah: 9/146 dan Ibnu Al-Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 283 dengan sanad yang shahih)

Taghbir adalah kumpulan bait syair yang berisi anjuran untuk zuhud terhadap dunia, yang dilantunkan oleh seorang penyanyi sementara yang hadir memukul rebana mengiringinya.

Kami katakan:
Kalau lirik taghbir ini seperti itu (anjuran zuhur terhadap dunia) dan hanya diiringi dengan satu alat musik sederhana, tapi tetap saja dibenci oleh Imam Asy-Syafi’i, maka bagaimana lagi kira-kira jika beliau melihat nasyid yang ada sekarang, apalagi jika melihat nyanyian non religi sekarang?!

Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiah berkata mengomentari ucapan Asy-Syafi’i di atas,

“Apa yang disebutkan oleh Asy-Syafi’i bahwa taghbir ini dimunculkan oleh orang-orang zindiq adalah ucapan dari seorang imam yang mengetahui betul tentang landasan-landasan Islam. Karena mendengar taghbir ini, pada dasarnya tidak ada yang senang dan tidak ada yang mengajak untuk mendengarnya kecuali orang yang tertuduh sebagai zindiq.”
(Majmu’ Al-Fatawa: 11/507)

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Murid-murid senior Asy-Syafi’i radhiallahu anhum mengingkari perbuatan mendengar (nyanyian).” (Talbis Iblis hal. 283)

Ibnu Al-Qayyim juga berkata dalam Ighatsah Al-Luhfan hal. 350, “Asy-Syafi’i dan murid-murid seniornya serta orang-orang yang mengetahui mazhabnya, termasuk dari ulama yang paling keras ibaratnya dalam hal ini (pengharaman nyanyian).”

Karenanya Ibnu Al-Jauzi berkata dalam Talbi Iblis hal. 283,
“Maka inilah ucapan para ulama Syafi’iyah dan orang-orang yang baik agamanya di antara mereka (yakni pengharaman nyanyian). Tidak ada yang memberikan keringanan mendengarkan musik kecuali orang-orang belakangan dalam mazhabnya,
mereka yang minim ilmunya dan telah dikuasai oleh hawa nafsunya.”
Dalam sejarh hidup Nabi dan perjuangannya kita tak banyak menemukan nabi suka dihibur dgn lagu3 (musik), lihat ketika Aisah dihibur oleh seorang biduan dan Abubakar Ayahnya memarahinya

Nabi membela namun stelah selesai lagunya nabi ber

kata "sungguh saya melihat syetan dihidungnya", pdhal yg dinyanyikan hanya lagu2 saja (bukan isi Alquran) yg selama ini kita temukan,

DemiAllah sungguh jika isi Alquran di suarakan dengan musik maka Syetan akan tertawa, krn tak petunjuk atau anjuran membawakan isi Alquran disertai musik, kita hanya dianjurkan untuk membacakannya, sangat beda MEMBACA dengan MENYANYIKAN,

Kalau mau jujur ada berapa pengakuan org2 bertaubat atau sadar krn dengar lagu atau makin rajin sholat krn dengar lagu berisi Bacaan ALQURAN yg dinyanyikan,, yg pasti banyak yg begadang dan menyanyi lagu itu dgn bergoyang dan makin lupa Sholat dsb, maaf mari kita renungkan dgn hati yg jernih,

terima kasih
Nyanyian dan Musik

Bismillaah,

Islam tidak melarang sesuatu kecuali ada madharat yang ditimbulkannya.


Adapun kerusakan dan bencana mendengarkan nyanyian dan musik banyak sekali, diantaranya :

Akan merusakkan hati dan menumbulkan nifak didalamnya.

Ibnu Mas’ud berkata : “ Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan didalam hati, seperti air yang menumbuhkan sayuran, sedangkan dzikir menumbuhkan iman dalam hati seperti air yang menumbuhkan tanaman ”.

Diantara seluruh kemaksiatan yang lain, dimana sisi nyanyian itu dapat menimbulkan kemunafikan dalam hati ?

Ketahuilah, bahwa nyanyian itu memiliki karakter yang dapat berpengaruh besar dalam mewarnai hati dengan kemunafikan, dan tumbuhnya tanaman disebabkan adanya air.

Nyanyian dan Al-Qur’an selamanya tidak akan menyatu dalam hati karena kedua jenis tersebut berlawanan dan bertolak belakang.

Al-Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu, memerintahkan memelihara kesopanan dan kebersihan hati, menjauhi keinginan-keinginan nafsu dan sebab-sebab kesesatan serta melarang mengikuti langkah-langkah syaithan.

Sedangkan nyanyaian memerintahkan kebalikan itu semua, ia akan membangkitkan jiwa untuk melakukan keinginan-keinginan dan akan mendorong
kepada setiap keburukan yang dianggap manis.

Jika seorang telah kecanduan
nyanyian akan menyebabkan Al Qur’an terasa berat bagi hati untuk menerimanya, serta menjadikan hati tidak suka mendengarnya, jika ini bukan kemunafikan, maka apalagi sebenarnya yang dinamakan kemunafikan itu ?

Penyanyi penyeru hati untuk mengikuti fitnah syahwat, sedangkan orang munafik menyeru kepada fitnah syubhat.

Akan menimbulkan terjadinya syirik, misalnya : cinta kepada penyanyi itu melebihi cintanya kepada Allah.

Naudzubillah

dan musik tak akan pernah bersatu dengan Al-Qur'an

semoga kita diberi Istiqomah

آمِّـــــــيْنْ اَللّــــــهمَ آمِّـــــــيْنْ
 Bernyanyi Tanpa Alat Musik

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi)

‘Bernyanyi’ tanpa alat musik memang pernah dilakukan para sahabat. Namun apa yang mereka praktikkan amat berbeda dengan cara bernyanyi di masa sekarang.
Pada asalnya, nyanyian itu berasal dari lantunan bait-bait syair yang menerangkan tentang sesuatu. Sehingga tidak benar jika kita menyebutkan bahwa nyanyian itu haram secara mutlak, tidak pula dinyatakan boleh secara mutlak. Oleh karenanya, Nabi n bersabda:
إِنَّ مِنَ الشِّعْرِ حِكْمَةً
“Sesungguhnya di antara syair ada hikmahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5793)

Rasulullah n bersabda tatkala ditanya tentang syair: “Itu adalah ucapan. Yang baiknya adalah baik dan yang jeleknya adalah jelek.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dihasankan Al-Albani dalam Ash-Shahihah, 1/447)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t memberikan beberapa syarat bolehnya nyanyian/nasyid:

1. Bait-bait syairnya diperbolehkan dan bukan hal yang terlarang.
2. Tidak dilantunkan seperti lantunan nyanyian yang rendah dan hina.
3. Tidak dengan suara yang menimbulkan fitnah.
4. Tidak dijadikan sebagai kebiasaan siang dan malam.
5. Tidak menjadikannya sebagai satu-satunya nasihat untuk hatinya, sehingga memalingkannya dari nasihat Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Jika tidak terpenuhi salah satu dari syarat-syarat ini, maka hendaklah ditinggalkan. (Kaset Nur ‘Alad Darb, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, no. 337, side A)

Oleh karena itu, para ulama membolehkan nyanyian orang-orang yang berangkat haji di saat mereka menghibur perjalanan mereka, nyanyian orang-orang yang berperang untuk memberi semangat jihad, nyanyian para musafir, dan yang semisalnya. Namun mereka melantunkan bait syair tersebut tidak dengan cara lantunan lagu yang biasanya disertai musik.

Asy-Syathibi t menjelaskan apa yang dahulu dilakukan mereka (Al-I’tisham, 1/368):

“Orang-orang Arab dahulu tidak mengenal cara memperindah lantunan seperti apa yang dilakukan manusia pada hari ini. Mereka melantunkan syair secara mutlak, tanpa mempelajari notasi yang muncul setelahnya. Mereka melembutkan suara dan memanjangkannya, sesuai kebiasaan kaum Arab yang ummi yang tidak mengetahui alunan musik. Sehingga tidak menimbulkan keterlenaan dan membuat bergoyang yang melenakan. Hal itu hanyalah sesuatu yang membangkitkan semangat. Sebagaimana Abdullah bin Rawahah melantunkan bait-bait syairnya di hadapan Rasul , juga ketika kaum Anshar melantunkannya ketika menggali galian Khandaq:

نَحْنُ الَّذِينَ بَايَعُوا مُحَمَّدًا
عَلىَ الْجِهَادِ مَا حَيِينَا أَبَدًا

Kamilah yang membai’at Muhammad
Untuk berjihad selamanya selama kami masih hidup
Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawabnya:

اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُ الْآخِرَةِ
فَاغْفِرْ لِلْأَنْصَارِ وَالْـمُهَاجِرَةِ

Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat
Ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin
(HR. Al-Bukhari no. 2680)
Perbedaan Rebana dan Genderang

Rebana (duf) adalah alat musik yang menyerupai genderang (thabl). Hanya saja thabl adalah yang tertutup dengan kulit dari dua arah atau dari satu arah. Sedangkan duf terbuat dari kayu yang ditutup dengan k

ulit dari satu arah, terkadang pada lubang-lubang bagian pinggirnya diberi sesuatu yang mengeluarkan bunyi gemerincing. (Al-Qaulur Rasyid fi Hukmil Ma’azif wal Ghina` wan Nasyid, Abu Karimah hal. 19)

Menabuh Rebana Khusus bagi Wanita
Hadits-hadits tersebut di atas menjelaskan bahwa yang dibolehkan memukul rebana adalah para wanita. Al-Hulaimi berkata dalam Syu’abul Iman (4/283):

“Memukul rebana tidak dihalalkan kecuali untuk para wanita, sebab pada asalnya itu termasuk dari amalan mereka. Sungguh Rasulullah n melaknat laki-laki yang menyerupai wanita.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata: “Hadits-hadits yang kuat menunjukkan diizinkannya untuk para wanita, dan tidak diqiyaskan kepada para lelaki, berdasarkan keumuman larangan dari menyerupai para wanita.” (Fathul Bari, 9/134)
lalu benrkah tentang Hadits Thala’al Badru?

Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa tatkala Rasulullah datang ke Madinah, lalu anak-anak dan para wanita mendendangkan syair:

طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّاتِ الْوَدَاعِ
وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا لِلهِ دَاعِ

Bulan purnama telah nampak di hadapan kami
dari Tsaniyyatul Wada’
Wajib bagi kami bersyukur
pada seorang penyeru yang berseru karena Allah

Ini adalah hadits yang lemah. Sanadnya mu’dhal, telah terjatuh tiga atau lebih perawinya. Silahkan dilihat rincian bahasannya dalam Silsilah Adh-Dha’ifah, karya Al-Albani (2/598), dan kitab At-Tahrim (hal. 123).
dan satu hal yang sering kita lupakan adl Musik Sebagai Ringtone

Sebagian kaum muslimin juga tidak menyadari bahwa yang termasuk musik adalah menjadikan nada dan lantunan musik serta lagu sebagai ringtone (nada dering) di ponsel. Hal in

i termasuk dalam keumuman larangan musik yang telah kita bahas.

Sebagai gantinya, hendaklah menggunakan bunyi-bunyi yang tidak mengandung unsur musik dan nyanyian, seperti suara burung, ayam berkokok, atau yang semisalnya. Juga diperbolehkan menggunakan jenis bel tertentu yang tidak menyerupai bel gereja, seperti bunyi kring kring yang biasa terdapat di telepon rumah (zaman dahulu), atau yang semisalnya yang tidak bernada musik. Wallahu a’lam. (lihat pembahasan tentang bel dalam kitab Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah, Al-Albani hal. 169)...

barakallahu fiik.

Adakah Musik yang Dihalalkan Saat Walimah?
http://salafiyunpad.wordpress.com/2011/05/09/tanya-jawab-adakah-musik-yang-dihalalkan-saat-walimah/

Apakah Ada Nasyid Islami?
http://muslimah.or.id/manhaj/bingkisan-istimewa-untuk-saudariku-agar-bersegera-meninggalkan-nasyid-%E2%80%9Cislami%E2%80%9D-2.html

Bagai mana Hukum merusak Alat2 musik atau perlengkapan Musik milik pemain musik., Boleh gak?

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata : ”Aku pernah mendengar ayahku (Ahmad bin Hanbal) berkomentar tentang seorang laki-laki yang kebetulan me
lihat (beberapa alat musik seperti) thanbur (gitar/rebab), ’uud, thabl (gendang), atau yang serupa dengannya, maka apa yang harus ia lakukan dengannya ?. Beliau berkata :

اذا كان مغطى فلا وان كان مكشوفا كسره

”Apabila alat-alat tersebut tidak tampak, maka jangan (engkau rusak). Namun bila alat-alat tersebut nampak, maka hendaknya ia rusakkan” [Masaailul-Imam Ahmad bin Hanbal no. 1174].

Suatu Peristiwa menarik pernah terjadi ketika Syuraih Al-Qadli rahimahullah menjadi qadli.

Abu Hushain mengatakan :

أن رجلاً كسر طنبور رجل ، فخاصمه شريح ، فلم يضمّنه شيئاً

“Bahwasannya ada seorang laki-laki yang mematahkan thanbur (mandolin) milik seseorang.

Maka hal itu diperkarakan kepada Syuraih (sebagai seorang Qadli pada waktu itu).

Maka ia (Syuraih) memutuskan bahwa orang yang mematahkan thanbur tersebut tidak memberi jaminan ganti sedikitpun”

[Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 7/312/3275 dengan sanad shahih.

Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi 6/101 dan Al-Khallal halaman 26,

dimana disebutkan bahwa sesuadah itu

Abu Hushain berkata : Telah berkata Hanbal : Aku mendengar Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) berkata :

“Hal tersebut adalah munkar, sehingga Syuraih tidak memberikan keputusan apa-apa (pada si pemilik thanbur)”.].

Kalau ada orang seperti Syuraih Al-Qadli rahimahullah yg jadi Pemimpin sekarang ini.., Gak akan kita biarkan ada acara2 musik kecuali peralatan musik mereka sudah di hancurkan !

sumbernya:

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/05/hukum-musik-dan-nyanyian-3.html


photo by Aaliyah